Ekonom: Terapkan Protokol Ketat di Pasar Tradisional Agar Ekonomi Berputar
loading...
A
A
A
Padahal dengan adanya pelonggaran PSBB para investor mulai percaya, jadi artinya jangan sampai terjadi gelombang dua Covid-19. Kalau sampai terjadi gelombang dua maka kepercayaan investor akan menurun. "Ini yang menurut saya harus dijaga oleh karena itu pemerintah harus melibatkan sampai dengan tingkat RT/RW dan tempat-tempat umum seperti pasar harus ada yang betul-betul menjalankan tugas, kalau tidak penularannya akan masif," tegas Aviliani.
Terlebih, kata dia, belakangan ini terjadi perubahan perilaku konsumen secara signifikan yang lebih mengutamakan kebutuhan primer, ditambah upaya menjaga serta merawat kesehatan pada masa normal baru.
Aviliani menyebut, selama pandemi Covid-19 terdapat perubahan perilaku masyarakat yang menarik, pertama masyarakat fokus kebutuhan primer yakni pangan plus menjaga kesehatan atau healthcare. Pengeluaran masyarakat berubah dari yang awalnya untuk kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer, terutama kesehatan.
Padahal, lanjut dia, sebelum pandemi Covid-19 masyarakat mengutamakan kebutuhan pangan dan pariwisata atau jalan-jalan, di mana pengeluaran masyarakat untuk jalan-jalan atau pariwisata menduduki peringkat kedua. Namun ketika Covid-19 melanda justru sektor yang terkena duluan adalah sektor pariwisata.
(Baca Juga: Mendag Ajak Beli Produk Indonesia Agar Ekonomi Tidak Terpuruk)
"Otomatis kebutuhan sekunder ini akan lama untuk bisa kembali pulih di era normal baru saat ini. Kenapa? Walaupun mal-mal sudah dibuka di era normal baru, masyarakat masih tetap takut," ujarnya.
Selain itu, selama dua bulan terakhir, daya beli masyarakat turun signifikan. Artinya orang-orang yang bekerja dari rumah atau working from home tidak mendapatkan uang makan, uang lembur, dan sebagainya sehingga penghasilan mereka turun 50%. Di samping, kata dia, mereka harus memenuhi kebutuhan pokok. Sebagian pekerja juga sudah menggunakan dana tabungannya. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke bawah yang biasanya masih bisa menghidupi diri sendiri, sudah harus menerima bantuan langsung tunai atau bantuan sosial.
Terlebih, kata dia, belakangan ini terjadi perubahan perilaku konsumen secara signifikan yang lebih mengutamakan kebutuhan primer, ditambah upaya menjaga serta merawat kesehatan pada masa normal baru.
Aviliani menyebut, selama pandemi Covid-19 terdapat perubahan perilaku masyarakat yang menarik, pertama masyarakat fokus kebutuhan primer yakni pangan plus menjaga kesehatan atau healthcare. Pengeluaran masyarakat berubah dari yang awalnya untuk kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer, terutama kesehatan.
Padahal, lanjut dia, sebelum pandemi Covid-19 masyarakat mengutamakan kebutuhan pangan dan pariwisata atau jalan-jalan, di mana pengeluaran masyarakat untuk jalan-jalan atau pariwisata menduduki peringkat kedua. Namun ketika Covid-19 melanda justru sektor yang terkena duluan adalah sektor pariwisata.
(Baca Juga: Mendag Ajak Beli Produk Indonesia Agar Ekonomi Tidak Terpuruk)
"Otomatis kebutuhan sekunder ini akan lama untuk bisa kembali pulih di era normal baru saat ini. Kenapa? Walaupun mal-mal sudah dibuka di era normal baru, masyarakat masih tetap takut," ujarnya.
Selain itu, selama dua bulan terakhir, daya beli masyarakat turun signifikan. Artinya orang-orang yang bekerja dari rumah atau working from home tidak mendapatkan uang makan, uang lembur, dan sebagainya sehingga penghasilan mereka turun 50%. Di samping, kata dia, mereka harus memenuhi kebutuhan pokok. Sebagian pekerja juga sudah menggunakan dana tabungannya. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke bawah yang biasanya masih bisa menghidupi diri sendiri, sudah harus menerima bantuan langsung tunai atau bantuan sosial.
(fai)