PPN Jadi 11%, Siap-Siap Harga Barang Ikut Naik
loading...
A
A
A
"Kalau kita lihat negara OECD dan yang lain-lain, Indonesia ada di 10% (sebelum naik). Kita naikkan 11% dan nanti 12% pada 2025," ungkap Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (22/3).
Dia mengakui, pihaknya memahami kekhawatiran yang muncul mengingat saat ini perhatian masyarakat dan dunia usaha tengah fokus pada pemulihan ekonomi. Namun, tegas dia, hal ini semestinya tidak menghalangi upaya untuk membangun fondasi perpajakan yang kuat.
Apalagi, kata dia, selama masa pandemi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menjadi instrumen yang bekerja luar biasa. Karena itu, APBN perlu untuk segera disehatkan melalui penguatan pajak. "Jadi kita lihat mana-mana yang masih bisaspace-nya di mana Indonesia setara dengan region atau negara-negara OECD atau negara-negara di dunia. Tapi Indonesia tidak berlebih-lebihan," tandasnya.
Sri menekankan, pajak merupakan gotong royong dari sisi ekonomi. Hal ini karena pajak yang dikumpulkan akan digunakan kembali untuk masyarakat. "Kita jelas masih butuh pendidikan yang makin baik, kesehatan yang makin baik, kita butuh bahkan TNI kita yang makin kuat, polisi yang makin hebat supaya kepastian hukum bagus, keamanan kita bagus. Itu semuanya bisa dikerjakan, kita capai, dan kita bangun setahap demi setahap kalau fondasi pajak kuat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Sarman Simanjorang mengatakan, kenaikan PPN 11% akan berdampak pada kenaikan biaya produksi komponen bahan baku dan lainnya. Selain itu, dampak kenaikan PPN juga akan berpengaruh pada harga produk di pasaran.
Sarman mengakui, pihaknya sudah menyampaikan pada pemerintah apakah tepat rencana kenaikan tersebut di tengah pemulihan ekonomi akibat pandemi. Namun pemerintah mengaku sudah mempersiapkan jalan keluar untuk mengatasi potensi yang terjadi.
Dalam kondisi seperti ini memang pihaknya telah menyampaikan ke pemerintah terkait tepat tidaknya membuat kebijakan baru pajak tersebut. “Tapi pemerintah menyatakan untuk menjaga daya beli dilakukan akan memberikan bantuan sosial terutama kelas menengah ke bawah sehingga ketika terjadi kenaikan bahan pokok pangan tidak terlalu berimbas terhadap daya beli karena pemerintah sudah memberikan bansos,” ungkapnya.
Jika pemerintah sudah melakukan antisipasi maka Kadin pun mengaku tidak bisa menolak kebijakan kenaikan PPN 11%. “Yang jelas pemerintah sudah memikirkan dampaknya karena memberikan bansos sehingga dampaknya sudah diantisipasi dan tidak terjadi inflasi,” tukasnya.
Kadin Indonesia, ujar Sarman, berharap setelah kebijakan tersebut diterapkan, pemerintah juga memperhatikan dunia industri. Misalnya memberikan keringanan di sektor pajak lain sehingga stabilitas harga terjaga.
“Harapan kami bahwa setelah ini diterapkan tentu pemerintah bukan cuma mempertimbangkan konsumen. Tapi kami juga berharap bagaimana industri yang mengalami biaya operasional dengan naiknya bahan baku tentu kami berharap ada stimulus apakah keringanan pajak yang lain,” terangnya.
Dia mengakui, pihaknya memahami kekhawatiran yang muncul mengingat saat ini perhatian masyarakat dan dunia usaha tengah fokus pada pemulihan ekonomi. Namun, tegas dia, hal ini semestinya tidak menghalangi upaya untuk membangun fondasi perpajakan yang kuat.
Apalagi, kata dia, selama masa pandemi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menjadi instrumen yang bekerja luar biasa. Karena itu, APBN perlu untuk segera disehatkan melalui penguatan pajak. "Jadi kita lihat mana-mana yang masih bisaspace-nya di mana Indonesia setara dengan region atau negara-negara OECD atau negara-negara di dunia. Tapi Indonesia tidak berlebih-lebihan," tandasnya.
Sri menekankan, pajak merupakan gotong royong dari sisi ekonomi. Hal ini karena pajak yang dikumpulkan akan digunakan kembali untuk masyarakat. "Kita jelas masih butuh pendidikan yang makin baik, kesehatan yang makin baik, kita butuh bahkan TNI kita yang makin kuat, polisi yang makin hebat supaya kepastian hukum bagus, keamanan kita bagus. Itu semuanya bisa dikerjakan, kita capai, dan kita bangun setahap demi setahap kalau fondasi pajak kuat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Sarman Simanjorang mengatakan, kenaikan PPN 11% akan berdampak pada kenaikan biaya produksi komponen bahan baku dan lainnya. Selain itu, dampak kenaikan PPN juga akan berpengaruh pada harga produk di pasaran.
Sarman mengakui, pihaknya sudah menyampaikan pada pemerintah apakah tepat rencana kenaikan tersebut di tengah pemulihan ekonomi akibat pandemi. Namun pemerintah mengaku sudah mempersiapkan jalan keluar untuk mengatasi potensi yang terjadi.
Dalam kondisi seperti ini memang pihaknya telah menyampaikan ke pemerintah terkait tepat tidaknya membuat kebijakan baru pajak tersebut. “Tapi pemerintah menyatakan untuk menjaga daya beli dilakukan akan memberikan bantuan sosial terutama kelas menengah ke bawah sehingga ketika terjadi kenaikan bahan pokok pangan tidak terlalu berimbas terhadap daya beli karena pemerintah sudah memberikan bansos,” ungkapnya.
Jika pemerintah sudah melakukan antisipasi maka Kadin pun mengaku tidak bisa menolak kebijakan kenaikan PPN 11%. “Yang jelas pemerintah sudah memikirkan dampaknya karena memberikan bansos sehingga dampaknya sudah diantisipasi dan tidak terjadi inflasi,” tukasnya.
Kadin Indonesia, ujar Sarman, berharap setelah kebijakan tersebut diterapkan, pemerintah juga memperhatikan dunia industri. Misalnya memberikan keringanan di sektor pajak lain sehingga stabilitas harga terjaga.
“Harapan kami bahwa setelah ini diterapkan tentu pemerintah bukan cuma mempertimbangkan konsumen. Tapi kami juga berharap bagaimana industri yang mengalami biaya operasional dengan naiknya bahan baku tentu kami berharap ada stimulus apakah keringanan pajak yang lain,” terangnya.