Potensi Ekonomi Digital RI Tembus Rp4.531 T, Internet Berkualitas Urgen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang sangat besar hingga akan tumbuh 8 kali lipat dari Rp632 triliun menjadi Rp4.531 triliun pada 2030. Sektor e-commerce juga akan mendominasi ekonomi digital Indonesia senilai Rp1.900 triliun pada 2030, atau naik 34%.
Produk domestik bruto Indonesia juga akan mengalami pertumbuhan dari Rp15.400 triliun menjadi Rp24.000 triliun di 2030 sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi digital.
"Ekonomi digital diuntungkan dengan adanya perubahan struktural dan perilaku masyarakat akibat Covid-19 yang mempercepat laju digitalisasi," kata Direktur Penelitian Bank Umum Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mohamad Miftah.
Hal ini tercermin dari e-commerce, delivery service, fintech, dan logistik yang mengalami lonjakan pertumbuhan selama pandemi. Karenanya, sangat penting untuk menjamin kualitas layanan dan juga keamanan data untuk mendukung ekonomi digital.
Hal ini juga untuk menghadapi ancaman pencurian data di tengah tingginya arus ekonomi digital. Pelaku industri telekomunikasi juga dinilai mesti menjadi leading actor untuk mencegah pencurian data.
"Saya mendorong industri telekomunikasi jadi leading actor untuk melindungi data klien," ujar pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Riant Nugroho.
Menurut dia, industri telekomunikasi dapat memulai dengan mendeklarasikan perlindungan data untuk memastikan keamanan pelanggan. Hal ini agar data pengguna tidak bisa diakses pihak lain tanpa izin.
Langkah kedua, Riant mengusulkan agar perusahaan telekomunikasi mendorong pelaku industri digital mengeluarkan klausul serupa. "Mengeluarkan klausul yang sama untuk menjaga kerahasiannya dan tidak pernah dikeluarkan tanpa persetujuan pemilik data," kata Riant.
Menurut dia, saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal itu. Namun, bukan berarti industri telekomunikasi tidak boleh melakukan.
Di sisi lain, Riant juga mendorong perusahaan telekomunikasi memperkuat kualitas layanan internet untuk mendukung potensi ekonomi digital yang besar di Tanah Air. Kualitas layanan merupakan hal yang tidak terhindarkan saat ini dan menjadi kebutuhan.
Undang-Undang Telekomunikasi, menurut Rian, perlu diubah untuk memperbaiki kebijakan publik di bidang telekomunikasi.
"Ini sudah terjadi sejak lama, sejak UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi disahkan. Meski butuh waktu, yang pasti UU Telekomunikasi mesti diubah agar lebih kondusif," kata Riant.
Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) ini juga mengatakan pemerintah sebagai regulator seharusnya mengarahkan operator agar komitmen memberikan pelayanan yang bermutu.
Lihat Juga: Kantongi Izin Utama SKKL Varuna, VCS Menjembatani Kesenjangan Digital di Timur Indonesia
Baca Juga
Produk domestik bruto Indonesia juga akan mengalami pertumbuhan dari Rp15.400 triliun menjadi Rp24.000 triliun di 2030 sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi digital.
"Ekonomi digital diuntungkan dengan adanya perubahan struktural dan perilaku masyarakat akibat Covid-19 yang mempercepat laju digitalisasi," kata Direktur Penelitian Bank Umum Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mohamad Miftah.
Hal ini tercermin dari e-commerce, delivery service, fintech, dan logistik yang mengalami lonjakan pertumbuhan selama pandemi. Karenanya, sangat penting untuk menjamin kualitas layanan dan juga keamanan data untuk mendukung ekonomi digital.
Hal ini juga untuk menghadapi ancaman pencurian data di tengah tingginya arus ekonomi digital. Pelaku industri telekomunikasi juga dinilai mesti menjadi leading actor untuk mencegah pencurian data.
"Saya mendorong industri telekomunikasi jadi leading actor untuk melindungi data klien," ujar pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Riant Nugroho.
Menurut dia, industri telekomunikasi dapat memulai dengan mendeklarasikan perlindungan data untuk memastikan keamanan pelanggan. Hal ini agar data pengguna tidak bisa diakses pihak lain tanpa izin.
Langkah kedua, Riant mengusulkan agar perusahaan telekomunikasi mendorong pelaku industri digital mengeluarkan klausul serupa. "Mengeluarkan klausul yang sama untuk menjaga kerahasiannya dan tidak pernah dikeluarkan tanpa persetujuan pemilik data," kata Riant.
Menurut dia, saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal itu. Namun, bukan berarti industri telekomunikasi tidak boleh melakukan.
Di sisi lain, Riant juga mendorong perusahaan telekomunikasi memperkuat kualitas layanan internet untuk mendukung potensi ekonomi digital yang besar di Tanah Air. Kualitas layanan merupakan hal yang tidak terhindarkan saat ini dan menjadi kebutuhan.
Undang-Undang Telekomunikasi, menurut Rian, perlu diubah untuk memperbaiki kebijakan publik di bidang telekomunikasi.
"Ini sudah terjadi sejak lama, sejak UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi disahkan. Meski butuh waktu, yang pasti UU Telekomunikasi mesti diubah agar lebih kondusif," kata Riant.
Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) ini juga mengatakan pemerintah sebagai regulator seharusnya mengarahkan operator agar komitmen memberikan pelayanan yang bermutu.
Lihat Juga: Kantongi Izin Utama SKKL Varuna, VCS Menjembatani Kesenjangan Digital di Timur Indonesia
(akr)