Cita Rasa Minyak Sawit Indonesia: Dielu-elukan di Dalam Negeri, Dicaci di Eropa

Sabtu, 09 April 2022 - 21:45 WIB
loading...
A A A
Makanya, ketika ada yang coba-coba mengusik industri sawit, pemerintah pasti meradang. Salah satunya usikan dari Uni Eropa yang dilakukan sejak 2017 silam. Apa pasalnya hingga Benua Biru "mengharamkan" minyak sawit?

Sudah bisa ditebak, gara-garanya "tudingan" kerusakan lingkungan akibat perkebunan sawit. Pada April 2017 Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi untuk menghapuskan dan melarang penggunaan bahan bakar hayati (biofuel) yang terbuat dari minyak sawit pada 2021.

Ada lima alasan Parlemen Uni Eropa mengeluarkan kebijakan larangan impor CPO dan produk turunannya, yaitu industri sawit menciptakan deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, mempekerjakan anak, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Parlemen Uni Eropa menganggap industri sawit Indonesia sebagai salah satu pemicu masalah-masalah tersebut. Alasan tersebut disetujui oleh 640 anggota Parlemen Uni Eropa, sedangkan 18 lainnya menolak, dan 28 memilih abstain.

Dua tahun berselang, atau pada Maret 2019, Komisi Eropa secara resmi telah mengeluarkan aturan turunan terkait kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II bertajuk "Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II". Melalui beleid ini, Uni Eropa telah menetapkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku energi terbarukan yang berisiko tinggi dan tidak berkelanjutan melalui skema Indirect Land Use Change (ILUC).



Penilaian itu didasarkan pada laporan Komisi Eropa dan Dewan Uni Eropa. Laporan itu menyebutkan terdapat kaitan antara kelapa sawit dan tingkat deforestasi yang tinggi selama periode 2008-2015.

Tingkat deforestasi akibat dari tanaman kelapa sawit mencapai 45% dan semuanya terjadi di daerah dengan cadangan karbon tinggi. Hal tersebut menyebabkan Uni Eropa berencana mengurangi secara bertahap penggunaan minyak kelapa sawit terhitung dari Januari 2024.

Indonesia protes dengan menyebut kebijakan itu bertujuan untuk mengisolasi dan mengucilkan minyak kelapa sawit dari sektor energi terbarukan. Indonesia pun membantah tudingan perkebunan sawit menjadi biang keladi kerusakan lingkungan dan penyebab perubahan iklim yang menimbulkan berbagai bencana alam.

Berdasarkan data dan laporan dari Kementerian Kehutanan, tercatat selama kurun waktu 1950 – 2014, konversi kawasan hutan menjadi kawasan non-hutan di Indonesia secara akumulasi sebesar 99,6 juta hektare (ha). Sedangkan, ekspansi kelapa sawit untuk kurun waktu yang sama adalah 10,8 juta ha. Dengan demikian, ekspansi perkebunan kelapa sawit bukanlah pemicu utama konversi kawasan hutan menjadi non-hutan di Indonesia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1202 seconds (0.1#10.140)