Di Vietnam Ada Tanah yang Gratis, Investor Asing Pilih ke Sana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan salah satu penyebab investor lebih memilih Vietnam dibandingkan Indonesia. Kepala BKPM Bahlil Lahadia mengatakan, ternyata harga tanah di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan dengan Vietnam.
Bahlil memaparkan, harga tanah di kawasan industri kita, rata-rata Rp3 juta per meter persegi. Bahkan, ada harga yang lebih mahal lagi, mencapai Rp4 juta per meter persegi.
"Di Vietnam harga tanah cuma Rp1 juta. Bahkan, ada tanah yang gratis," kata Bahlil, di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
Bahlil melanjutkan sudah memiliki data perbandingan harga tanah di Indonesia dengan negara lainnya di ASEAN. Rata-rata harga tanah di Indonesia Rp3,17 juta/meter persegi, Thailand Rp3,03 juta, Filipina Rp1,79 juta, Malaysia Rp1,41 juta, dan Vietnam Rp1,27 juta.
"Jadi pengusaha itu selalu membandingkan antara kita dengan kompetitor. Maknya kita kemudian mencari solusi," katanya. ( Baca:Pangkas Layanan, Cara Startup Bertahan di Tengah Krisis )
Dia meminta jangan sampai penyedia kawasan industri berubah menjadi pelaku industri tanah, alias lebih mementingkan untung besar dari jualan tanah ketimbang menghidupkan industri. Jika itu terjadi, maka investor tentu enggan untuk menanamkan dananya di sini karena di awal sudah dihadang oleh biaya yang besar untuk lahan.
Lihat Juga: Diplomasi Ekonomi ke Eropa dan AS, Ketum Kadin: Indonesia Terbuka dengan Investasi Asing
Bahlil memaparkan, harga tanah di kawasan industri kita, rata-rata Rp3 juta per meter persegi. Bahkan, ada harga yang lebih mahal lagi, mencapai Rp4 juta per meter persegi.
"Di Vietnam harga tanah cuma Rp1 juta. Bahkan, ada tanah yang gratis," kata Bahlil, di Jakarta, Jumat (19/6/2020).
Bahlil melanjutkan sudah memiliki data perbandingan harga tanah di Indonesia dengan negara lainnya di ASEAN. Rata-rata harga tanah di Indonesia Rp3,17 juta/meter persegi, Thailand Rp3,03 juta, Filipina Rp1,79 juta, Malaysia Rp1,41 juta, dan Vietnam Rp1,27 juta.
"Jadi pengusaha itu selalu membandingkan antara kita dengan kompetitor. Maknya kita kemudian mencari solusi," katanya. ( Baca:Pangkas Layanan, Cara Startup Bertahan di Tengah Krisis )
Dia meminta jangan sampai penyedia kawasan industri berubah menjadi pelaku industri tanah, alias lebih mementingkan untung besar dari jualan tanah ketimbang menghidupkan industri. Jika itu terjadi, maka investor tentu enggan untuk menanamkan dananya di sini karena di awal sudah dihadang oleh biaya yang besar untuk lahan.
Lihat Juga: Diplomasi Ekonomi ke Eropa dan AS, Ketum Kadin: Indonesia Terbuka dengan Investasi Asing
(uka)