Geliat Bisnis Bioskop
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bisnis bioskop Tanah Air kembali menggeliat setelah dua tahun mati suri. Kondisi ini memberikan napas baru bagi pelaku usaha yang perlahan mulai merasakan dampak dari pulihnya ekonomi pascapandemi .
Momentum kebangkitan bioskop sejalan dengan pelonggaran protokol kesehatan, meski masih dalam masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pemerintah memperbolehkan bioskop buka dengan kapasitas hingga 75%, jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya yang hanya 25-50%.
Memang, geliat bisnis layar lebar saat ini belum sepenuhnya kembali ke masa sebelum Covid-19. Fokus awal di industri ini baru diarahkan untuk memulihkan operasional guna menutupi keuangan yang sebelumnya babak belur. Namun, paling tidak, muncul harapan dunia perfilman bisa kembali bangkit.
Kehadiran film-film baru yang banyak dibicarakan masyarakat juga turut menjadi daya ungkit untuk membangkitkan optimisme industri film. Sebut saja film KKN di Desa Penari yanghingga Senin (16/05) mampu menyedot 5 juta penonton lebih sejak pertama kali tayang pada 30 April lalu.
Film lain yang banyak diminati adalahDoctor Strange 2: in the Multiverse of Madness. Jumlah penonton film besutan Marvel Cinematic Universe itu telah mencapai 3 juta orang sejak tayang perdana di Indonesia pada 5 Mei lalu.
Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengakui, melonjaknya jumlah masyarakat yang datang ke bioskop pada libur Lebaran ini tentu menjadi sinyal bagus. Betapa tidak, selama dua tahun intensitas menonton di bioskop menurun tajam. Sebelum pandemi Covid-19 jumlah penonton di bioskop bisa mencapai 51 juta orang. Saat pandemi, jumlahnya ambruk. Pada 2020 jumlah penonton hanya sekitar 12 juta dan 2021 tidak lebih dari 4 juta orang.
Djonny menjelaskan, jumlah penonton bioskop akan memberikan efek domino pada sektor bisnis lain. Pertama, para produsen film beserta para pemeran dan kru yang terlibat. Selama pandemi para pelaku perfilman mengurangi jumlah produksi dan memilih menjual filmnya ke layananover the top(OTT).
Head of Corporate Communications & Brand Management Cinema XXI Dewinta Hutagaol mengungkapkan kegembiraannya antusiasme para pencinta film di momen Lebaran tahun ini. Dia menandaskan, peningkatan jumlah penonton sudah terlihat pada 2021, di mana sejumlah film nasional kembali hadir di layar bioskop Tanah Air.
Meskipun belum kembali ke masa sebelum pandemi, yang rata-rata penjualannya 405.000 tiket per satu film, kondisinya perlahan sudah kembali pulih. Hal ini terjadi karena peran penting dari sejumlahstakeholderdan masyarakat yang semakin patuh menjalankan protokol kesehatan. ‘’Semakin membaiknya penanganan pandemi oleh pemerintah juga berbagai inisiasi aktif yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk kegiatan kampanye 'Kembali ke Bioskop' serta bantuan pemulihan ekonomi nasional (PEN) bagi industri perfilman nasional menjadikan kondisi bioskop kembali pulih,’’ tuturnya.
Peneliti pada Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Agus Herta Sumarto mengatakan, mulai bangkitnya industri film saat ini dilihat sebagai fenomena euforia pascapembatasan kegiatan dan aktivitas masyarakat. Pelonggaran kegiatan masyarakat ini seolah-olah menjadi pengobat rasa rindu masyarakat terhadap berbagai kegiatan bersenang-senang yang selama ini dibatasi.
Momentum kebangkitan bioskop sejalan dengan pelonggaran protokol kesehatan, meski masih dalam masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pemerintah memperbolehkan bioskop buka dengan kapasitas hingga 75%, jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya yang hanya 25-50%.
Memang, geliat bisnis layar lebar saat ini belum sepenuhnya kembali ke masa sebelum Covid-19. Fokus awal di industri ini baru diarahkan untuk memulihkan operasional guna menutupi keuangan yang sebelumnya babak belur. Namun, paling tidak, muncul harapan dunia perfilman bisa kembali bangkit.
Kehadiran film-film baru yang banyak dibicarakan masyarakat juga turut menjadi daya ungkit untuk membangkitkan optimisme industri film. Sebut saja film KKN di Desa Penari yanghingga Senin (16/05) mampu menyedot 5 juta penonton lebih sejak pertama kali tayang pada 30 April lalu.
Film lain yang banyak diminati adalahDoctor Strange 2: in the Multiverse of Madness. Jumlah penonton film besutan Marvel Cinematic Universe itu telah mencapai 3 juta orang sejak tayang perdana di Indonesia pada 5 Mei lalu.
Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengakui, melonjaknya jumlah masyarakat yang datang ke bioskop pada libur Lebaran ini tentu menjadi sinyal bagus. Betapa tidak, selama dua tahun intensitas menonton di bioskop menurun tajam. Sebelum pandemi Covid-19 jumlah penonton di bioskop bisa mencapai 51 juta orang. Saat pandemi, jumlahnya ambruk. Pada 2020 jumlah penonton hanya sekitar 12 juta dan 2021 tidak lebih dari 4 juta orang.
Djonny menjelaskan, jumlah penonton bioskop akan memberikan efek domino pada sektor bisnis lain. Pertama, para produsen film beserta para pemeran dan kru yang terlibat. Selama pandemi para pelaku perfilman mengurangi jumlah produksi dan memilih menjual filmnya ke layananover the top(OTT).
Head of Corporate Communications & Brand Management Cinema XXI Dewinta Hutagaol mengungkapkan kegembiraannya antusiasme para pencinta film di momen Lebaran tahun ini. Dia menandaskan, peningkatan jumlah penonton sudah terlihat pada 2021, di mana sejumlah film nasional kembali hadir di layar bioskop Tanah Air.
Meskipun belum kembali ke masa sebelum pandemi, yang rata-rata penjualannya 405.000 tiket per satu film, kondisinya perlahan sudah kembali pulih. Hal ini terjadi karena peran penting dari sejumlahstakeholderdan masyarakat yang semakin patuh menjalankan protokol kesehatan. ‘’Semakin membaiknya penanganan pandemi oleh pemerintah juga berbagai inisiasi aktif yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk kegiatan kampanye 'Kembali ke Bioskop' serta bantuan pemulihan ekonomi nasional (PEN) bagi industri perfilman nasional menjadikan kondisi bioskop kembali pulih,’’ tuturnya.
Peneliti pada Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Agus Herta Sumarto mengatakan, mulai bangkitnya industri film saat ini dilihat sebagai fenomena euforia pascapembatasan kegiatan dan aktivitas masyarakat. Pelonggaran kegiatan masyarakat ini seolah-olah menjadi pengobat rasa rindu masyarakat terhadap berbagai kegiatan bersenang-senang yang selama ini dibatasi.