Berawal dari Kopi, Belanda Ketagihan Keruk Harta Karun RI
loading...
A
A
A
Usai diambil alih oleh Indonesia dan berganti nama menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, kemudian dibentuklah Dewan Pimpinan Kantor. Dewan Pimpinan Kantor ini terdiri dari tujuh orang, dengan Raden Ali Tirtosoewirjo yang ditunjuk sebagai pimpinan. Terjadi beberapa kali pergantian, hingga akhirnya Arie Frederik Lasut menjadi Kepala Poesat Djawatan dan Raden Soenoe Soemosoesastro menjadi Kepala Bagian Geologi.
Pada 20 Oktober 1945, Arie Frederik Lasut mengeluarkan pengumuman yang menyatakan bahwa semua perusahaan pertambangan berada di bawah pengawasan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi. Pada Desember 1945, kantor tersebut diambil alih oleh Belanda. Akibatnya, kegiatan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi pindah dari Bandung ke Tasikmalaya pada 23 Maret 1946. Kemudian pindah lagi, ke Magelang dan Tirtomoyo. Keterbatasan sarana dan prasarana kerja ini membuat pimpinan Poesat Djawatan ini untuk memencar para pegawai ke beberapa lokasi. Ada yang ditempatkan di Borobudur, Dukun, Muntilan, serta Srumbung.
Pada Desember 1945-Desember 1949, kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi kerap berpindah-pindah. Guna mengembangkan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, Arie Frederik Lasut dan Raden Soenoe Soemosoesastro membuka Sekolah Pertambangan-Geologi Pertama (SPGP), Sekolah Pertambangan-Geologi Menengah (SPGM), dan Sekolah Pertambangan-Geologi Tinggi (SPGT).
Sebagai pimpinan, Arie Frederik Lasut menolak untuk kerja sama dengan Belanda. Pada 7 Maret 1949, Arie Frederik Lasut diculik oleh pasukan Belanda dari rumahnya. Ia dibawa dengan menggunakan jip ke arah Kaliurang, kemudian dibunuh. Atas jasanya yang telah dilakukan, Arie Frederik Lasut dianugerahi predikat Pahlawan Kemerdekaan Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969 pada tanggal 20 Mei 1969.
Ditetapkannya Arie Frederik Lasut menjadi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia ini memperkuat landasan untuk pengambilalihan kantor Chisitsu Chosasho, yang menjadi peristiwa penting di sektor pertambangan dan energi, pada 28 September 1945. Terkait penetapan Hari Jadi Pertambangan dan Energi, Menteri ESDM menerbitkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1319 K/73/MEM/2006 Tentang Tim Penyusunan Buku Sejarah Pertambangan dan Energi yang diperbaharui dengan Keputusan Nomor 0147 K/73/MEM/200R tanggal 14 Februari 2008. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 pada 27 September 2008, tanggal 28 September 2008 ditetapkan sebagai Hari Jadi Pertambangan dan Energi.
Pada 20 Oktober 1945, Arie Frederik Lasut mengeluarkan pengumuman yang menyatakan bahwa semua perusahaan pertambangan berada di bawah pengawasan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi. Pada Desember 1945, kantor tersebut diambil alih oleh Belanda. Akibatnya, kegiatan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi pindah dari Bandung ke Tasikmalaya pada 23 Maret 1946. Kemudian pindah lagi, ke Magelang dan Tirtomoyo. Keterbatasan sarana dan prasarana kerja ini membuat pimpinan Poesat Djawatan ini untuk memencar para pegawai ke beberapa lokasi. Ada yang ditempatkan di Borobudur, Dukun, Muntilan, serta Srumbung.
Pada Desember 1945-Desember 1949, kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi kerap berpindah-pindah. Guna mengembangkan Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, Arie Frederik Lasut dan Raden Soenoe Soemosoesastro membuka Sekolah Pertambangan-Geologi Pertama (SPGP), Sekolah Pertambangan-Geologi Menengah (SPGM), dan Sekolah Pertambangan-Geologi Tinggi (SPGT).
Sebagai pimpinan, Arie Frederik Lasut menolak untuk kerja sama dengan Belanda. Pada 7 Maret 1949, Arie Frederik Lasut diculik oleh pasukan Belanda dari rumahnya. Ia dibawa dengan menggunakan jip ke arah Kaliurang, kemudian dibunuh. Atas jasanya yang telah dilakukan, Arie Frederik Lasut dianugerahi predikat Pahlawan Kemerdekaan Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969 pada tanggal 20 Mei 1969.
Ditetapkannya Arie Frederik Lasut menjadi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia ini memperkuat landasan untuk pengambilalihan kantor Chisitsu Chosasho, yang menjadi peristiwa penting di sektor pertambangan dan energi, pada 28 September 1945. Terkait penetapan Hari Jadi Pertambangan dan Energi, Menteri ESDM menerbitkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1319 K/73/MEM/2006 Tentang Tim Penyusunan Buku Sejarah Pertambangan dan Energi yang diperbaharui dengan Keputusan Nomor 0147 K/73/MEM/200R tanggal 14 Februari 2008. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 pada 27 September 2008, tanggal 28 September 2008 ditetapkan sebagai Hari Jadi Pertambangan dan Energi.
(nng)