Bahlil Sebut Negara Maju Pakai Standar Ganda dalam Perdagangan Karbon
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan saat ini carbon market atau perdagangan karbon yang ada di negara maju sebagai upaya menjaga lingkungan tidak fair.
Salah satu indikasinya dapat dilihat dari harga karbon yang ditetapkan di negara maju dan di negara berkembang sangat jauh berbeda. Padahal, negara-negara maju dikatakan sebagai sumbangsih terbesar dalam emisi karbon.
"Kami melihat adanya standar ganda yang dipakai negara maju dalam menerapkan perdagangan karbon. Ini sangat terlihat sekali, misalnya harga karbon di negara maju itu bisa sampai USD100, harga karbon di negara berkembang hanya USD10, ini tidak fair," ujar Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, dikutip Rabu (25/5/2022).
Di samping itu menurut Bahlil, belum ada standar penghitungan yang sama antara emisi karbon yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang.
"Negara maju ini mohon maaf mereka pemberi sumbangsih terbesar karena alam mereka sudah tidak terlalu bagus," tukasnya.
Padahal menurut Bahlil Indonesia saat ini masih tergolong banyak memiliki hutan yang dapat menyerap banyak emisi karbon.
Maka dalam aspek menjaga lingkungan Indonesia memiliki potensi untuk melakukan dua pilihan, memelihara hutan yang masih ada, atau melajukan restorasi atau penghijauan kembali.
"Maka saya katakan kepada mereka (negara maju), Indonesia dalam menjaga lingkungan kita melakukan satu kebijakan melarang ekspor nikel ore adalah bentuk afirmatif negara untuk menatakelola lingkungan kita," tuturnya.
"Tapi negara lain memprotes itu, padahal tujuan kita membangun hilirisasi dengan energi baru terbarukan, produk akhirnya kita akan ekspor ke dunia," lanjutnya.
Contoh lain, ekspor CPO yang di-banned di Eropa karena alasan pembangunan yang tidak memenuhi asas perkebunan yang baik, kredibel yang tidak mendapatkan sertifikasi oleh negara Eropa yang juga dikeluarkan oleh mereka.
"Di dunia ini tidak boleh ada yang merasa lebih hebat daripada negara lain, harus equal, harus berdiri sama rendah duduk sama tinggi, kalau pingin kita berkolaborasi untuk menyelesaikan persoalan global," tandasnya.
Salah satu indikasinya dapat dilihat dari harga karbon yang ditetapkan di negara maju dan di negara berkembang sangat jauh berbeda. Padahal, negara-negara maju dikatakan sebagai sumbangsih terbesar dalam emisi karbon.
"Kami melihat adanya standar ganda yang dipakai negara maju dalam menerapkan perdagangan karbon. Ini sangat terlihat sekali, misalnya harga karbon di negara maju itu bisa sampai USD100, harga karbon di negara berkembang hanya USD10, ini tidak fair," ujar Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, dikutip Rabu (25/5/2022).
Di samping itu menurut Bahlil, belum ada standar penghitungan yang sama antara emisi karbon yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang.
"Negara maju ini mohon maaf mereka pemberi sumbangsih terbesar karena alam mereka sudah tidak terlalu bagus," tukasnya.
Padahal menurut Bahlil Indonesia saat ini masih tergolong banyak memiliki hutan yang dapat menyerap banyak emisi karbon.
Maka dalam aspek menjaga lingkungan Indonesia memiliki potensi untuk melakukan dua pilihan, memelihara hutan yang masih ada, atau melajukan restorasi atau penghijauan kembali.
"Maka saya katakan kepada mereka (negara maju), Indonesia dalam menjaga lingkungan kita melakukan satu kebijakan melarang ekspor nikel ore adalah bentuk afirmatif negara untuk menatakelola lingkungan kita," tuturnya.
"Tapi negara lain memprotes itu, padahal tujuan kita membangun hilirisasi dengan energi baru terbarukan, produk akhirnya kita akan ekspor ke dunia," lanjutnya.
Contoh lain, ekspor CPO yang di-banned di Eropa karena alasan pembangunan yang tidak memenuhi asas perkebunan yang baik, kredibel yang tidak mendapatkan sertifikasi oleh negara Eropa yang juga dikeluarkan oleh mereka.
"Di dunia ini tidak boleh ada yang merasa lebih hebat daripada negara lain, harus equal, harus berdiri sama rendah duduk sama tinggi, kalau pingin kita berkolaborasi untuk menyelesaikan persoalan global," tandasnya.
(ind)