RI Butuh Duit Rp3.500 Triliun Buat Kurangi Emisi, Sri Mulyani Sebut Negara Tak Kuat
loading...
A
A
A
NUSA DUA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berulang kali menerangkan, kebutuhan biaya dalam menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sangatlah besar. Nilainya menggemparkan dengan proyeksi mencapai sekitar USD243 miliar atau setara dengan Rp3.500 triliun.
"Permasalahannya, APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) kita sekitar Rp3.000 triliun sebagai konteksnya. Selisihnya cukup besar. Tantangannya bagi PLN, sebagai perusahaan BUMN monopoli, bagaimana memproduksi lebih banyak listrik dengan lebih sedikit emisi karbon?," ujar Sri Mulyani dalam rangkaian kegiatan Road to G20 bertajuk "Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia" di Nusa Dua, Rabu (13/7/2022).
Maka dari itu, Sri Mulyani menerangkan diperlukan uang, teknologi, dan kebijakan yang memungkinkan pembiayaan termobilisasi ke transisi energi hijau. Namun hal tersebut tidak hanya bisa terealisasi melalui keuangan negara dengan selisih tersebut, sehingga perlu adanya sumber dana lain.
"Pemerintah memainkan peranan penting, tetapi bukan hanya menjadi sumber tunggal. Peran sektor swasta, lembaga internasional menjadi sangat penting," tegasnya.
Dalam mencapai komitmen reduksi emisi karbon demi mencegah ancaman perubahan iklim, Indonesia tidak bersikap patuh untuk memuaskan pihak-pihak lain. Tetapi karena Indonesia menyadari perubahan iklim adalah ancaman yang serius bagi rakyatnya sendiri. Perubahan iklim ini juga menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi populasi Indonesia.
"Jadi pada akhirnya ini juga untuk memenuhi kebutuhan pembangunan Indonesia. Untuk mencapai NDC, akan butuh financing, dan itu bukanlah nominal finance yang kecil dan trivial. Estimasinya jika kita ingin mengurangi emisi karbon sebesar 29%, kontribusi dari sektor energi dan perusahaan listrik adalah sebanyak 314 juta ton reduksi karbon. Ini adalah yang terbesar kedua setelah kehutanan," beber Sri Mulyani.
Dia mengatakan, jika ingin di-scale up lagi ke reduksi sebesar 41%, maka sektor energi perlu menurunkan emisi karbon sebesar 446 juta ton. "Nominal ini, sangat sangatlah besar," pungkasnya.
Berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan reduksi emisi karbon dalam kelistrikan? Kasusnya adalah Indonesia terus tumbuh, jadi permintaan dan kebutuhan listrik tentunya akan bertambah.
"Bagaimana Indonesia bisa memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat dan mengurangi emisi karbon di saat yang sama? Jika kita terus tumbuh dan menjadi negara middle upper income, atau bahkan advanced, konsumsi listrik per kapita tentunya akan terus bertambah," terangnya.
"Permasalahannya, APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) kita sekitar Rp3.000 triliun sebagai konteksnya. Selisihnya cukup besar. Tantangannya bagi PLN, sebagai perusahaan BUMN monopoli, bagaimana memproduksi lebih banyak listrik dengan lebih sedikit emisi karbon?," ujar Sri Mulyani dalam rangkaian kegiatan Road to G20 bertajuk "Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia" di Nusa Dua, Rabu (13/7/2022).
Maka dari itu, Sri Mulyani menerangkan diperlukan uang, teknologi, dan kebijakan yang memungkinkan pembiayaan termobilisasi ke transisi energi hijau. Namun hal tersebut tidak hanya bisa terealisasi melalui keuangan negara dengan selisih tersebut, sehingga perlu adanya sumber dana lain.
"Pemerintah memainkan peranan penting, tetapi bukan hanya menjadi sumber tunggal. Peran sektor swasta, lembaga internasional menjadi sangat penting," tegasnya.
Dalam mencapai komitmen reduksi emisi karbon demi mencegah ancaman perubahan iklim, Indonesia tidak bersikap patuh untuk memuaskan pihak-pihak lain. Tetapi karena Indonesia menyadari perubahan iklim adalah ancaman yang serius bagi rakyatnya sendiri. Perubahan iklim ini juga menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi populasi Indonesia.
"Jadi pada akhirnya ini juga untuk memenuhi kebutuhan pembangunan Indonesia. Untuk mencapai NDC, akan butuh financing, dan itu bukanlah nominal finance yang kecil dan trivial. Estimasinya jika kita ingin mengurangi emisi karbon sebesar 29%, kontribusi dari sektor energi dan perusahaan listrik adalah sebanyak 314 juta ton reduksi karbon. Ini adalah yang terbesar kedua setelah kehutanan," beber Sri Mulyani.
Dia mengatakan, jika ingin di-scale up lagi ke reduksi sebesar 41%, maka sektor energi perlu menurunkan emisi karbon sebesar 446 juta ton. "Nominal ini, sangat sangatlah besar," pungkasnya.
Berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan reduksi emisi karbon dalam kelistrikan? Kasusnya adalah Indonesia terus tumbuh, jadi permintaan dan kebutuhan listrik tentunya akan bertambah.
"Bagaimana Indonesia bisa memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat dan mengurangi emisi karbon di saat yang sama? Jika kita terus tumbuh dan menjadi negara middle upper income, atau bahkan advanced, konsumsi listrik per kapita tentunya akan terus bertambah," terangnya.
(akr)