Inflasi AS Tembus 9,1%, The Fed Diramal Kerek Suku Bunga di Akhir Juli
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Kenaikan harga di Amerika Serikat (AS) melesat paling cepat dalam lebih dari 40 tahun sering masih tingginya harga bensin dan makanan, berdasarkan data terbaru. Inflasi mencapai 9,1% dalam 12 bulan hingga Juni dan meningkat 1,3% dibandingkan Mei, seperti dirilis Departemen Tenaga Kerja.
Dilansir BBC, harga bensin di AS mencapai rekor tertinggi bulan lalu, dengan rata-rata di atas USD5 per galon (sekitar 3,7 liter) atau setara Rp74.740 (Kurs Rp14.948 per USD).
Kondisi ini membuat bank sentral AS alias The Fed diperkirakan bakal menaikkan suku bunga lebih lanjut akhir bulan ini. Menurut data, tingkat inflasi AS sekarang berada pada level tertinggi sejak November 1981, setelah naik dari 8,6% pada bulan Mei.
Ada harapan bahwa pergeseran pengeluaran dari barang ke jasa akan membantu mendinginkan inflasi, tetapi persaingan yang tinggi telah menyebabkan upah yang lebih tinggi hingga memicu kenaikan harga lebih lanjut.
Harga-harga di AS telah naik sejak akhir tahun lalu karena gangguan rantai pasokan akibat Pandemi Covid-19 dan harga makanan yang lebih mahal juga disebabkan oleh cuaca buruk. Perang di Ukraina memperparah untuk ikut mendorong kenaikan harga komoditas secara global.
Beberapa ekonom juga menyalahkan program pengeluaran Covid-19 era Presiden Joe Biden karena memperburuk kenaikan harga. Secara total, ia mengerahkan stimulus senilai USD5 triliun untuk melindungi rumah tangga dan bisnis dari guncangan ekonomi dampak pandemi.
Awal pekan ini pemerintahan Biden, yang popularitasnya mulai berkurang seiring lonjakan inflasi, mencoba meredam kenaikan harga Juni. Ia menekankan bahwa biaya energi dan komoditas lainnya telah turun tajam.
Tetapi Quincy Krosby, Kepala Strategi Ekuitas di LPL Financial, mengatakan komentar itu adalah "indikasi kekhawatiran telah semakin dalam bagi pemerintah".
"Tidak ada yang mengharapkan lebih dari 9%," tambahnya.
Dilansir BBC, harga bensin di AS mencapai rekor tertinggi bulan lalu, dengan rata-rata di atas USD5 per galon (sekitar 3,7 liter) atau setara Rp74.740 (Kurs Rp14.948 per USD).
Kondisi ini membuat bank sentral AS alias The Fed diperkirakan bakal menaikkan suku bunga lebih lanjut akhir bulan ini. Menurut data, tingkat inflasi AS sekarang berada pada level tertinggi sejak November 1981, setelah naik dari 8,6% pada bulan Mei.
Ada harapan bahwa pergeseran pengeluaran dari barang ke jasa akan membantu mendinginkan inflasi, tetapi persaingan yang tinggi telah menyebabkan upah yang lebih tinggi hingga memicu kenaikan harga lebih lanjut.
Harga-harga di AS telah naik sejak akhir tahun lalu karena gangguan rantai pasokan akibat Pandemi Covid-19 dan harga makanan yang lebih mahal juga disebabkan oleh cuaca buruk. Perang di Ukraina memperparah untuk ikut mendorong kenaikan harga komoditas secara global.
Beberapa ekonom juga menyalahkan program pengeluaran Covid-19 era Presiden Joe Biden karena memperburuk kenaikan harga. Secara total, ia mengerahkan stimulus senilai USD5 triliun untuk melindungi rumah tangga dan bisnis dari guncangan ekonomi dampak pandemi.
Awal pekan ini pemerintahan Biden, yang popularitasnya mulai berkurang seiring lonjakan inflasi, mencoba meredam kenaikan harga Juni. Ia menekankan bahwa biaya energi dan komoditas lainnya telah turun tajam.
Tetapi Quincy Krosby, Kepala Strategi Ekuitas di LPL Financial, mengatakan komentar itu adalah "indikasi kekhawatiran telah semakin dalam bagi pemerintah".
"Tidak ada yang mengharapkan lebih dari 9%," tambahnya.