Sedekah Bisa Jadi Solusi untuk Bangkitkan Kembali Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Untuk membangkitkan kembali ekonomi yang terdampak pandemi Corona, berbagai cara memang harus ditempuh. Termasuk cara yang berlandaskan agama, seperti sedakah.
Yuswohady, pakar marketing, menilai bahwa sedekah--salah satu instrumen ekonomi yang diajarkan Islam--turut menjadi solusi universal yang bisa diterapkan dalam membangkitkan ekonomi saat ini, maupun setelah pandemi. "Kondisi multikrisis ini seharusnya dimanfaatkan menjadi momentum emas umat untuk bergerak," kata Yuswohady, saat acara ACT Fest di Jakarta (25/6/2020). ( Baca:Kobarkan Semangat Bersedekah lewat ACT Fest 2020 )
Islam sebagai agama yang menyeluruh, memiliki instrumen khusus untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Nah, penerapan New Normal bisa menjadi stimulan untuk melakukan koreksi agar bisa kembali ke jalan-jalan kebaikan sedekah. “Covid-19 itu menjadi great corrector, yang semakin menghadirkan spiritual, peran digital, dan empati di masyarakat,” jelas Yuswohady.
Ia pun menambahkan, empati semakin menemukan momentum saat pandemi. Kegiatan ekonomi seharusnya didasari empati, yakni kepedulian sesama. Lebih lanjut, kini empati menjadi penggerak utama sedekah. Di era keterbatasan fisik, sedekah tetap bisa dilakukan jarak jauh dengan bantuan teknologi. “Pandemi menuntut lembaga pengelola zakat bertransformasi ke ranah digital. Hal ini seharusnya membuat kebermanfaatan menjadi lebih luas,” lanjut Yuswohady.
Ia mengatakan, apa yang dilakukan ACT (Aksi Cepat Tanggap) di masa pandemi, yakni mengajak masyarakat untuk bersedekah sebagai jalan menolong sesama akan menjadi kebiasaan. “Sekarang orang mikirnya movement untuk empati sosial. Akan jadi kebiasaan. Dan ketika empati muncul dapat mengalahkan kapitalisme dan selfish. Empati mengajak masyarakat memahami orang selain diri sendiri,” terangnya.
Yuswohady mengatakan, sedekah dan zakat seharusnya tidak lagi asing bagi masyarakat dunia. Islam di Indonesia pun sudah memulainya sejak tahun 2010. Saat itu gaya hidup muslim menjadi perhatian, seperti perbankan syariah, hijab, dan halal. Ia pun yakin, gaya hidup sedekah akan menjadi kebiasaan masyarakat saat bahkan setelah pandemi.
“Proses edukasi sedekah sebagai habit, lama kelamaan akan natural, momentumnya saat pandemi ini,” tutup Yuswohady.
Yuswohady, pakar marketing, menilai bahwa sedekah--salah satu instrumen ekonomi yang diajarkan Islam--turut menjadi solusi universal yang bisa diterapkan dalam membangkitkan ekonomi saat ini, maupun setelah pandemi. "Kondisi multikrisis ini seharusnya dimanfaatkan menjadi momentum emas umat untuk bergerak," kata Yuswohady, saat acara ACT Fest di Jakarta (25/6/2020). ( Baca:Kobarkan Semangat Bersedekah lewat ACT Fest 2020 )
Islam sebagai agama yang menyeluruh, memiliki instrumen khusus untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Nah, penerapan New Normal bisa menjadi stimulan untuk melakukan koreksi agar bisa kembali ke jalan-jalan kebaikan sedekah. “Covid-19 itu menjadi great corrector, yang semakin menghadirkan spiritual, peran digital, dan empati di masyarakat,” jelas Yuswohady.
Ia pun menambahkan, empati semakin menemukan momentum saat pandemi. Kegiatan ekonomi seharusnya didasari empati, yakni kepedulian sesama. Lebih lanjut, kini empati menjadi penggerak utama sedekah. Di era keterbatasan fisik, sedekah tetap bisa dilakukan jarak jauh dengan bantuan teknologi. “Pandemi menuntut lembaga pengelola zakat bertransformasi ke ranah digital. Hal ini seharusnya membuat kebermanfaatan menjadi lebih luas,” lanjut Yuswohady.
Ia mengatakan, apa yang dilakukan ACT (Aksi Cepat Tanggap) di masa pandemi, yakni mengajak masyarakat untuk bersedekah sebagai jalan menolong sesama akan menjadi kebiasaan. “Sekarang orang mikirnya movement untuk empati sosial. Akan jadi kebiasaan. Dan ketika empati muncul dapat mengalahkan kapitalisme dan selfish. Empati mengajak masyarakat memahami orang selain diri sendiri,” terangnya.
Yuswohady mengatakan, sedekah dan zakat seharusnya tidak lagi asing bagi masyarakat dunia. Islam di Indonesia pun sudah memulainya sejak tahun 2010. Saat itu gaya hidup muslim menjadi perhatian, seperti perbankan syariah, hijab, dan halal. Ia pun yakin, gaya hidup sedekah akan menjadi kebiasaan masyarakat saat bahkan setelah pandemi.
“Proses edukasi sedekah sebagai habit, lama kelamaan akan natural, momentumnya saat pandemi ini,” tutup Yuswohady.
(uka)