3 Industri Eropa yang Bergantung pada Gas Rusia, Nomor 2 Terancam Bangkrut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sedikitnya ada tiga industri di Eropa yang tergantung dengan gas Rusia . Sanksi yang diberikan Eropa pada Rusia, membuat Rusia enggan kembali mengekspor persediaan gasnya dan mengganggu perusahaan industri Eropa.
Melansir dari acer.europa.eu, Eropa mengimpor 80% dari total kebutuhan gasnya. Produksi dalam negeri telah berkurang setengahnya dalam 10 tahun terakhir.
Sektor perumahan menyumbang sebagian besar permintaan gas UE (40%), diikuti oleh industri dan penggunaan gas untuk pembangkit listrik.
Baca juga : Vatikan Dikabarkan Beli Gas Rusia Pakai Rubel, Benarkah?
Dari data tersebut bisa dilihat bahwa beberapa industri yang berada di Eropa juga bergantung pada gas Rusia. Meskipun memiliki persentase yang kecil, tetap saja peran gas tersebut besar untuk beberapa perusahaan ini.
Berikut tiga industri Eropa yang bergantung kepada gas Rusia :
1. Shell (Belanda)
Perusahaan minyak dan gas multinasional dan jadi salah satu industri terbesar di eropa. Salah satu anak perusahaan Shell yang berada di Jerman sempat menolak pembayaran menggunakan rubel sehingga jatah gas yang diberikan untuk industri tersebut dipotong.
Sebagai sebuah industri yang bergerak di bahan bakar, mereka tentunya mengalami kesulitan ketika Rusia membuat semacam kebijakan yang sewenang-wenang.
Sebuah pernyataan juga muncul dari situs resmi shell.com, dimana mereka cukup menyesal telah membeli gas dan minyak Rusia yang tak sesuai harapan.
Tak hanya itu Shell juga menghimbau untuk para masyarakat teruntuk warga Eropa supaya mencari energi lain dan jangan terfokus pada ekspor Rusia. Mereka juga siap menutup stasiun bahan bakar yang berada di Rusia, ini disampaikan oleh Chief Executive Officer Shell, Ben van Beurden..
2. SKW Piesteritz (Jerman)
Produsen amonia dan urea SKW Piesteritz merupakan salah satu perusahaan yang berada di Jerman dan sangat bergantung pada gas Rusia. Industri kimia ini khawatir akan Rusia yang hendak menerapkan force majeure.
Jerman sangat bergantung pada gas Rusia – dari 50% pasokan tahun lalu menjadi sekitar 35% sekarang dan sektor kimianya menghadapi prospek tidak hanya penjatahan, tetapi juga kenaikan tajam dalam harga gas yang dapat memicu resesi industri dan kebangkrutan.
Dimana produksi bahan kimia ini kesulitan ketika musim dingin karena jatah pasokan gas Rusia yang turun sebanyak 60% selama Juni. Padahal sekitar 80% dari biaya produksi perusahaan terkait dengan gas alam.
3. Orsted
Perusahaan listrik multinasional yang berbasis di Frederica, Denmark ini merupakan perusahaan energi terbesar di negara tersebut.
Denmark mendapat sanksi berupa pemotongan jatah gas karena gagal melakukan pembayaran menggunakan rubel. Hal ini juga berdampak pada perusahaan ini.
Meskipun dampaknya tidak begitu signifikan karena perusahaan berfokus pada energi terbarukan dengan pembangkitan angin lepas pantai 75% dan angin darat 6% dari EBITDA yang dilaporkan pada tahun 2021.
Meskipun begitu perusahaan ini mungkin mengalami beberapa kerugian pada tahun 2022 karena penghentian pasokan gas Rusia, tetapi ini seharusnya tidak secara substansial.
Melansir dari acer.europa.eu, Eropa mengimpor 80% dari total kebutuhan gasnya. Produksi dalam negeri telah berkurang setengahnya dalam 10 tahun terakhir.
Sektor perumahan menyumbang sebagian besar permintaan gas UE (40%), diikuti oleh industri dan penggunaan gas untuk pembangkit listrik.
Baca juga : Vatikan Dikabarkan Beli Gas Rusia Pakai Rubel, Benarkah?
Dari data tersebut bisa dilihat bahwa beberapa industri yang berada di Eropa juga bergantung pada gas Rusia. Meskipun memiliki persentase yang kecil, tetap saja peran gas tersebut besar untuk beberapa perusahaan ini.
Berikut tiga industri Eropa yang bergantung kepada gas Rusia :
1. Shell (Belanda)
Perusahaan minyak dan gas multinasional dan jadi salah satu industri terbesar di eropa. Salah satu anak perusahaan Shell yang berada di Jerman sempat menolak pembayaran menggunakan rubel sehingga jatah gas yang diberikan untuk industri tersebut dipotong.
Sebagai sebuah industri yang bergerak di bahan bakar, mereka tentunya mengalami kesulitan ketika Rusia membuat semacam kebijakan yang sewenang-wenang.
Sebuah pernyataan juga muncul dari situs resmi shell.com, dimana mereka cukup menyesal telah membeli gas dan minyak Rusia yang tak sesuai harapan.
Tak hanya itu Shell juga menghimbau untuk para masyarakat teruntuk warga Eropa supaya mencari energi lain dan jangan terfokus pada ekspor Rusia. Mereka juga siap menutup stasiun bahan bakar yang berada di Rusia, ini disampaikan oleh Chief Executive Officer Shell, Ben van Beurden..
2. SKW Piesteritz (Jerman)
Produsen amonia dan urea SKW Piesteritz merupakan salah satu perusahaan yang berada di Jerman dan sangat bergantung pada gas Rusia. Industri kimia ini khawatir akan Rusia yang hendak menerapkan force majeure.
Jerman sangat bergantung pada gas Rusia – dari 50% pasokan tahun lalu menjadi sekitar 35% sekarang dan sektor kimianya menghadapi prospek tidak hanya penjatahan, tetapi juga kenaikan tajam dalam harga gas yang dapat memicu resesi industri dan kebangkrutan.
Dimana produksi bahan kimia ini kesulitan ketika musim dingin karena jatah pasokan gas Rusia yang turun sebanyak 60% selama Juni. Padahal sekitar 80% dari biaya produksi perusahaan terkait dengan gas alam.
3. Orsted
Perusahaan listrik multinasional yang berbasis di Frederica, Denmark ini merupakan perusahaan energi terbesar di negara tersebut.
Denmark mendapat sanksi berupa pemotongan jatah gas karena gagal melakukan pembayaran menggunakan rubel. Hal ini juga berdampak pada perusahaan ini.
Meskipun dampaknya tidak begitu signifikan karena perusahaan berfokus pada energi terbarukan dengan pembangkitan angin lepas pantai 75% dan angin darat 6% dari EBITDA yang dilaporkan pada tahun 2021.
Meskipun begitu perusahaan ini mungkin mengalami beberapa kerugian pada tahun 2022 karena penghentian pasokan gas Rusia, tetapi ini seharusnya tidak secara substansial.
(bim)