Musim Dingin Terberat Eropa: Deindustrialisasi Mengancam Jerman

Minggu, 25 September 2022 - 07:56 WIB
loading...
Musim Dingin Terberat Eropa: Deindustrialisasi Mengancam Jerman
Sebagian besar industri di Jerman bergantung pada gas Rusia untuk bahan bakar ekonomi, namun deindustrialisasi mengancam seiring krisis pasokan gas. Foto/Dok
A A A
BERLIN - Di Jerman , sebagian besar industri bergantung pada gas Rusia untuk bahan bakar ekonomi yang dipimpin ekspor. Namun belakangan industri baja menghadapi biaya energi tambahan sebesar 10 miliar euro, sekitar seperempat dari omzet tahunan rata-rata semua sektor, dengan biaya tambahan untuk transisi hijau Uni Eropa.

"Jika kita tidak menarik pelatuknya sekarang, musim dingin deindustrialisasi mengancam kita di Jerman," kata presiden federasi baja Jerman WV Stahl, Hans Juergen Kerkhoff.



ThyssenKrupp Steel Europe telah memangkas produksi, saat pelanggan ragu-ragu dalam menghadapi resesi yang muncul dan harga energi yang mahal menggerus daya saing internasionalnya.

ArcelorMittal, pembuat baja terbesar kedua di dunia, juga telah menghentikan blast furnace di Jerman, bersama dengan yang lainnya seperti di Prancis, Polandia dan Spanyol, dan memperkirakan produksi kuartal keempat Eropa akan sekitar 17% lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Wakil direktur federasi baja Eropa Eurofer, Adolfo Aiello mengatakan, bahwa jika krisis energi tidak ditangani dalam jangka pendek, penghentian sementara bisa menjadi lebih permanen. Berlaku juga untuk sektor padat energi lainnya seperti logam lain, pupuk dan bahan kimia.

Eurofer mengatakan, situasinya telah memburuk secara nyata sejak diperkirakan Agustus mengalami penurunan 1,7% dari konsumsi baja Eropa tahun ini, tetapi bakal ada rebound 5,6% yang solid pada tahun 2023.

Prospek triwulanan federasi berikutnya akan jatuh tempo pada akhir Oktober, tetapi direktur studi ekonomi Alessandro Sciamarelli mengatakan, penurunan 2022 akan lebih dalam dari perkiraan saat ini, dengan penurunan juga terlihat pada 2023.

"Peristiwa dua bulan terakhir benar-benar mengacaukan gambaran," katanya.



1.200 karyawan di pabrik Genk Aperam -produsen baja tahan karat- menghadapi risiko menjadi pengangguran, dengan gaji mengalami pemotongan setidaknya seperlima saat inflasi mencapai 10%. Pabrik tersebut telah mengalami penghentian sementara sebelumnya, terutama selama krisis keuangan global 2008-2009.

"Hari ini tidak ada yang tahu bagaimana harga energi (akan bergerak) ... bagaimana reaksi pelanggan kami, apakah kami mampu membayar tagihan, dan seterusnya," kata manajer produksi, Yves Dufrane menjelang penghentian tiga hari di fasilitas hilirnya.

"Saya pikir ini lebih buruk daripada yang kami alami pada 2009," tandasnya.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1545 seconds (0.1#10.140)