Perbandingan Utang Luar Negeri Arab Saudi dan Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Arab Saudi yang mempunyai cadangan minyak mentah melimpah, ternyata juga tidak bisa lepas dari jeratan utang . Kondisi geopolitik kawasan hingga kejatuhan harga minyak, menjadi salah satu alasan kenapa negara kaya raya itu harus berutang.
Arab Saudi diketahui mengalami defisit APBN untuk pertama kalinya pada 2014 yakni sebesar 54 miliar riyal atau Rp203 triliun, dengan posisi utang pemerintah mencapai hingga 60,1 miliar riyal atau sekitar Rp225 triliun.
Melemahnya harga minyak mentah pada 2016, Arab Saudi akhirnya harus menarik utang di bank. Arab Saudi berencana meminjam USD10 miliar dari konsorsium bank global. Arab Saudi melakukan penerbitan utang internasional pertama, setelah 25 tahun tidak pernah mengambil utang, lantaran pendapatan Arab yang merosot akibat banjir pasokan minyak yang terjadi.
"Utang adalah cara bagi Arab Saudi untuk menguji pasar dan mengatur profil pinjaman internasional. Hal ini membuka jalan bagi kerajaan untuk mengubah dari negara kreditor menjadi bangsa debitur. Ini adalah perubahan yang signifikan dari pasar obligasi," tambah kepala strategi investasi di BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, Ewen Cameron Watt.
Strategi meningkatkan utang luar negeri bertujuan untuk memperlambat penarikan cadangan devisa dan mengurangi tekanan pada bank-bank lokal, yang telah mendukung perusahaan terkait negara dan membeli obligasi dalam negeri Saudi selama hampir satu tahun.
Pinjaman ini penerbitan utang Arab Saudi internasional pertama sejak tahun 1991, ketika mengangkat sekitar USD1 miliar setelah invasi Irak ke Kuwait.
Defisit Saudi pada 2017 mulai menyusut, yakni hanya sebesar 8,9% dari APBN. Jumlahnya menurun menjadi 230 miliar riyal atau setara dengan Rp863 triliun, sementara utang Arab Saudi menjadi 443,1 miliar riyal atau Rp1.663 triliun.
Guna mengatasi hal itu, diterapkan kenaikan pajak untuk produk seperti rokok dan minuman kemasan, serta merombak peraturan perpajakan. Ekonomi semakin membaik ketika memasuki 2018.
Arab Saudi diketahui mengalami defisit APBN untuk pertama kalinya pada 2014 yakni sebesar 54 miliar riyal atau Rp203 triliun, dengan posisi utang pemerintah mencapai hingga 60,1 miliar riyal atau sekitar Rp225 triliun.
Melemahnya harga minyak mentah pada 2016, Arab Saudi akhirnya harus menarik utang di bank. Arab Saudi berencana meminjam USD10 miliar dari konsorsium bank global. Arab Saudi melakukan penerbitan utang internasional pertama, setelah 25 tahun tidak pernah mengambil utang, lantaran pendapatan Arab yang merosot akibat banjir pasokan minyak yang terjadi.
"Utang adalah cara bagi Arab Saudi untuk menguji pasar dan mengatur profil pinjaman internasional. Hal ini membuka jalan bagi kerajaan untuk mengubah dari negara kreditor menjadi bangsa debitur. Ini adalah perubahan yang signifikan dari pasar obligasi," tambah kepala strategi investasi di BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, Ewen Cameron Watt.
Strategi meningkatkan utang luar negeri bertujuan untuk memperlambat penarikan cadangan devisa dan mengurangi tekanan pada bank-bank lokal, yang telah mendukung perusahaan terkait negara dan membeli obligasi dalam negeri Saudi selama hampir satu tahun.
Pinjaman ini penerbitan utang Arab Saudi internasional pertama sejak tahun 1991, ketika mengangkat sekitar USD1 miliar setelah invasi Irak ke Kuwait.
Defisit Saudi pada 2017 mulai menyusut, yakni hanya sebesar 8,9% dari APBN. Jumlahnya menurun menjadi 230 miliar riyal atau setara dengan Rp863 triliun, sementara utang Arab Saudi menjadi 443,1 miliar riyal atau Rp1.663 triliun.
Guna mengatasi hal itu, diterapkan kenaikan pajak untuk produk seperti rokok dan minuman kemasan, serta merombak peraturan perpajakan. Ekonomi semakin membaik ketika memasuki 2018.