Pandemi Percepat Disrupsi Digital

Kamis, 09 Juli 2020 - 06:25 WIB
loading...
Pandemi Percepat Disrupsi Digital
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) mendorong semakin terbukanya proses disrupsi di berbagai sektor. Sejumlah perubahan perilaku konsumen semakin terlihat di sekitar, mulai sektor ritel, pendidikan, hingga hiburan.

Bagi pelaku usaha, perubahan perilaku konsumen pada masa pandemi ini menjadi pertanda perlunya terobosan baru jika tidak ingin kehilangan pasar. Kian cepatnya proses disrupsi, juga mendorong siapa saja untuk bisa memanfaatkannya agar bisnis terus berjalan di tengah segala keterbatasan.

Beberapa perubahan yang sangat kentara selama masa pandemi ini adalah kian maraknya penjualan secara daring. Hal ini diakui sejumlah pengelola e-commerce di Tanah Air. Pemicunya tak lain karena alasan keamanan dan kesehatan. Imbauan agar tetap menjaga jarak pun kini menjadi standar baku jika ingin tetap berinteraksi secara fisik. (Baca: Perizinan Satu Atap, Masa Depan Industri Perikanan di Era New Normal)

Di sektor pendidikan pun demikian. Masih diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah membuat unit-unit pendidikan yang sedang melaksanakan masa penerimaan siswa baru menggelar tes masuk secara daring.

“Dengan adanya Covid-19 ini, memang membuat disrupsi bakal berjalan lebih cepat. Namun, kecepatan itu akan bergantung pada konsumen juga,” ujar pakar marketing Yuswohady di Jakarta kemarin.

Artinya, kata dia, sejauh mana konsumen menganggap bahwa pada masa pandemi Covid-19 contact less memberikan banyak manfaat dalam berbagai sendi kehidupan.

Yuswo, panggilan akrab Yuswohady, menyebutkan bahwa sebelum adanya pandemi, para ahli meramalkan era disrupsi baru akan terjadi dalam 5–10 tahun ke depan. Namun, sejak adanya pandemi Covid-19, disrupsi bisa berjalan lebih cepat dua atau tiga tahun.

Saat ini memang banyak konsumen yang memanfaatkan teknologi ringkas tanpa keluar rumah melalui aplikasi digital yang tersedia. Apalagi, perangkat teknologi pendukungnya sudah ada jauh sebelum Covid-19 menjadi pandemi global. (Baca juga: Korban Meninggal Akibat Covid di Iran Tembus 12.000 Orang)

Menurut Yuswo, aktivitas working from home, telemedicine, atau pengantaran makanan via daring benar-benar terasa manfaatnya oleh masyarakat. “Dengan kata lain, tidak ada hambatan teknologi sebab sudah ada jauh sebelum Covid-19,” ungkapnya.

Untuk sektor layanan publik lainnya, kata Yuswo, ke depan diperkirakan akan banyak perusahaan yang menggunakan robot sebagai layanan contact less di masyarakat.

“Bahkan sektor pariwisata sekalipun, virtual tourism bakal lahir karena masyarakat ingin mencari wisata tanpa sentuhan langsung secara fisik,” ujarnya. Ketakutan masyarakat karena pandemi Covid-19 membuat masyarakat menghindari kontak fisik secara langsung

Di dalam negeri sendiri, era disrupsi telah melanda Tanah Air sejak ramainya platform e-commerce, pembayaran digital, Gojek, Grab, dan layanan lain yang memungkinkan terjadinya sentuhan secara fisik. Dia menambahkan, tidak ada jaminan ketika vaksin Covid-19 ditemukan, masyarakat akan kembali ke era lama.

“Sebab ketika sudah nyaman dan permanen, saya rasa perilaku kembali ke era lama juga sulit. Bahkan ketika vaksin ditemukan, tidak langsung bisa dirasakan manfaatnya, kecuali vaksin itu semudah kita mendapatkan obat sakit kepala di apotek,” jelasnya.

Serbadigital

Di sektor keuangan, perlahan tapi pasti disrupsi juga terjadi. Kendati di sektor ini sejak dua tahun terakhir sudah mulai melakukan perubahan-perubahan layanan untuk efisiensi, pada masa pandemi ini mereka membuat terobosan demi menggaet konsumen.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyatakan, selama pandemi Covid-19 perusahaan-perusahaan asuransi, terutama jiwa, tidak melakukan penjualan secara tatap muka. Mereka mengandalkan penjualan secara digital melalui web dan tenaga pemasaran melakukan komunikasi telepon. (Baca juga: Kapal China Simpan jenazah Seorang WNI di Dalam Freezer)

“Yang enggak ada lain, teknologi. Jadi dijual melalui video conference, video call, telepon. Tapi tetap itu enggak bisa cepat prosesnya karena masyarakatnya banyak tanya, butuh ini dan itu. Perlu waktu karena ketemuannya enggak langsung. Strategi lainnya, produk baru,” ujar Togar saat dihubungi SINDO Media kemarin.

Togar menerangkan, AAJI belum bisa melihat efektivitas penjualan melalui digital karena strategi ini sesuatu yang baru diterapkan. Perkembangannya kemungkinan baru bisa diketahui pada kuartal III tahun ini. Dia menjelaskan, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap asuransi belum terlalu tinggi sehingga penjualan dengan teknologi membutuhkan usaha lebih.

“Jangan lupa masyarakat Indonesia sejauh ini masih ingin ditemui. Dikasih tahu atau dijelaskannya secara langsung. Mereka prefer-nya begitu. Namun, situasi PSBB dan ada Covid-19 tidak mungkin atau calon klien juga ogah ketemu,” tutur Togar.

Sekadar diketahui, berdasarkan data AAJI, premi asuransi jiwa kuartal/I mencapai Rp44,1 triliun atau turun 4,9% dari tahun sebelumnya. “Asuransi jiwa turun. Enggak mungkin enggak. Itu dialami oleh semua industri. Bukan hanya asuransi, semua industri mengalami itu dan berlaku secara global,” katanya.

Sementara di industri automotif, pada masa pandemi sejumlah merek mobil juga melakukan penjualan secara daring. Selain menggunakan platform digital yang dikembangkan sendiri, penjualan mobil juga dilakukan dengan menggandeng marketplace seperti Tokopedia, OLX, Blibli.

Menurut 4W Marketing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) Donny Saputra, sejak Maret 2020, Suzuki mengembangkan platform penjualan secara daring dan mampu memberikan kontribusi sebesar 15% dari penjualan pabrikan itu selama masa pandemi. (Baca juga: PT KAI Tambah Perjalanan Kereta Api Jarak Jauh dari dan ke Jakarta)

“Layanan itu kami kembangkan mulai Maret 2020 lalu, dan kontribusinya cukup menggembirakan,’’ tegasnya.

Tak hanya menjual mobil, suku cadang dan jasa servis pun kini dijual melalui platform daring. ’’Jadi, konsumen bisa melakukan order home service,” ujarnya.

Bukan hanya Suzuki, Toyota pun melakukan hal yang sama. Bahkan melalui salah satu dealernya,Tunas Toyota, pabrikan mobil ini menggandeng Tokopedia untuk menjual produknya. Sementara main dealer lainnya yakni Auto2000, mengembangkan platform penjualan daring berlabel Digiroom.

Konsumen bisa melakukan pembelian dari melakukan simulasi pembayaran dan cicilan, mengunggah dokumen yang dibutuhkan, kemudian menunggu konfirmasi dalam satu jam. Selanjutnya, mobil akan dikirimkan kepada konsumen. Platform digital tersebut tidak hanya mobil baru, tetapi juga mobil bekas.

"Untuk penjualan dengan marketplace dilakukan oleh dealer, karena kami tidak boleh menjual langsung," ujar General Manager Marketing Planning and New Business PT Toyota Astra Motor (TAM) Lina Agustina.

Masa pandemi juga membuat industri konsumer melakukan inovasi dengan melakukan penjualan melalui platform daring. Seperti jaringan Transmart yang meluncurkan layanan pesan antar Transmart Home Dailivery (THD) yang dapat diakses melalui laman maupun dengan cara pindai QR code yang terdapat pada seluruh sosial media Transmart Carrefour. (Lihat videonya: Kapal Tak Bisa Sandar, Sapi Dilempar ke Laut)

Vice President Corporate Communication PT Trans Retail Indonesia Satria Hamid mengatakan, pelanggan cukup memesan melalui laman, lalu tim Transmart Carrefour akan mengantarkan pesanan sampai rumah pelanggan. Pelanggan tetap bisa memenuhi kebutuhannya meski tetap di rumah. Industri perlengkapan, baik itu perlengkapan rumah tangga maupun komponen kendaraan bermotor, juga mulai menggenjot penjualan daring melalui platform digitalnya ataupun menggandeng marketplace. (Fahmi W Bahtiar/Ichsan Amin/Anton C)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1820 seconds (0.1#10.140)