Bos Perusahaan Pupuk Serukan Negara-negara Kurangi Ketergantungan ke Rusia
loading...
A
A
A
Moskow meningkatkan, ekspor ke negara-negara seperti India dan Turki. Rusia juga menghasilkan sejumlah besar nutrisi, seperti kalium dan fosfat - bahan utama dalam pupuk, yang memacu tanaman untuk dapat tumbuh.
Holsether menyebut ketergantungan ini sebagai "senjata yang ampuh". Dia mencontohkan, setengah dari produksi pangan dunia bergantung pada pupuk. "Jika Anda melihat gangguan signifikan pada hal ini, maka itu bakal menjadi senjata yang sangat kuat."
Dampak Serius
Pekan lalu para ekonom melaporkan bahwa peningkatan tajam biaya pupuk dapat menurunkan hasil produksi pangan sedemikian rupa. Sehingga pada akhir dekade, peningkatan lahan pertanian yang setara dengan "ukuran sebagian besar Eropa Barat" akan diperlukan untuk memenuhi permintaan secara global.
Ini berarti "dampaknya serius" bagi deforestasi, keanekaragaman hayati, dan emisi karbon, tambah mereka. Dr Peter Alexander dari School of Geosciences di Universitas Edinburgh mengatakan: "Ini bisa menjadi akhir dari era makanan murah.
Sementara hampir semua orang akan merasakan dampaknya, kelompok termiskin di masyarakat, yang mungkin sudah berjuang untuk membeli makanan sehat yang cukup, bakal terkena tekanan paling berat.
"Sementara harga pupuk turun dari puncak awal tahun ini, mereka tetap tinggi dan ini mungkin masih mempengaruhi inflasi harga pangan yang terus tinggi pada tahun 2023."
Tingginya harga pupuk tinggi yang berkepanjangan dapat meningkatkan harga pangan sebesar 74% dari level 2021 pada akhir tahun ini. Studi tersebut memperkirakan, ada kekhawatiran bahwa "bisa meningkatkan angka kematian dan lebih dari 100 juta orang kekurangan gizi jika lonjakan harga pupuk terus berlanjut".
Bos Yara, Holsether memperingatkan, bahwa dampak dari semua ini dirasakan di seluruh dunia.
"Rusia adalah pengekspor pupuk terbesar di dunia, sehingga akan memiliki implikasi global. Kami telah melihat beberapa gangguan sudah terjadi dan ada kebutuhan pupuk Rusia untuk mempertahankan produksi pangan global," katanya.
Holsether menyebut ketergantungan ini sebagai "senjata yang ampuh". Dia mencontohkan, setengah dari produksi pangan dunia bergantung pada pupuk. "Jika Anda melihat gangguan signifikan pada hal ini, maka itu bakal menjadi senjata yang sangat kuat."
Dampak Serius
Pekan lalu para ekonom melaporkan bahwa peningkatan tajam biaya pupuk dapat menurunkan hasil produksi pangan sedemikian rupa. Sehingga pada akhir dekade, peningkatan lahan pertanian yang setara dengan "ukuran sebagian besar Eropa Barat" akan diperlukan untuk memenuhi permintaan secara global.
Ini berarti "dampaknya serius" bagi deforestasi, keanekaragaman hayati, dan emisi karbon, tambah mereka. Dr Peter Alexander dari School of Geosciences di Universitas Edinburgh mengatakan: "Ini bisa menjadi akhir dari era makanan murah.
Sementara hampir semua orang akan merasakan dampaknya, kelompok termiskin di masyarakat, yang mungkin sudah berjuang untuk membeli makanan sehat yang cukup, bakal terkena tekanan paling berat.
"Sementara harga pupuk turun dari puncak awal tahun ini, mereka tetap tinggi dan ini mungkin masih mempengaruhi inflasi harga pangan yang terus tinggi pada tahun 2023."
Tingginya harga pupuk tinggi yang berkepanjangan dapat meningkatkan harga pangan sebesar 74% dari level 2021 pada akhir tahun ini. Studi tersebut memperkirakan, ada kekhawatiran bahwa "bisa meningkatkan angka kematian dan lebih dari 100 juta orang kekurangan gizi jika lonjakan harga pupuk terus berlanjut".
Bos Yara, Holsether memperingatkan, bahwa dampak dari semua ini dirasakan di seluruh dunia.
"Rusia adalah pengekspor pupuk terbesar di dunia, sehingga akan memiliki implikasi global. Kami telah melihat beberapa gangguan sudah terjadi dan ada kebutuhan pupuk Rusia untuk mempertahankan produksi pangan global," katanya.