Terperangkap Utang, China Kubur Uang Triliunan Dolar di Jalur Sutra
Selasa, 06 Juni 2023 - 18:34 WIB
Hal tersebut terjadi meskipun Zambia menjadi tuan rumah bagi jumlah perusahaan konstruksi China terbesar kedua setelah Angola yang bekerja dan mengoperasikan proyek-proyek yang didanai oleh pinjaman China. Selain itu, Zambia telah menyetujui jalur kredit dengan setidaknya 18 pemberi pinjaman China yang berbeda.
Namun, akses ke pemberi pinjaman ini justru membuat kompleks bagi negara tuan rumah dan pemberi pinjaman untuk mengkoordinasikan proyek dan pembayaran utang. Dengan kata lain, akses ke pinjaman bukan mejadi solusi. Oleh karena itu, terjadi kegagalan pembayaran utang.
Ethiopia adalah negara Afrika lainnya yang saat ini sedang dalam pembicaraan dengan China untuk operasi penyelamatan. Kisah Ethiopia adalah salah satu negara yang mengambil pinjaman berlebihan selama bertahun-tahun, namun tidak berhasil mengatasi kemajuan ekonomi.
Antara tahun 2009 dan 2019, Ethiopia meminjam lebih dari USD13 miliar dari pemberi pinjaman China. Namun, bukannya melihat situasinya membaik, pemerintah Ethiopia kembali meminta bantuan dari Beijing.
Situasinya tidak berubah di sebagian besar negara lain seperti Pakistan, Sri Lanka, Zambia, Ethiopia, dan lainnya, terutama karena sebagian besar pinjaman yang dinegosiasikan ulang ini digunakan bukan untuk melayani proyek-proyek, tetapi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti listrik dan bahan bakar, serta pembayaran gaji pegawai pemerintah untuk menghindari kegagalan pembayaran utang.
Kegagalan pembayaran utang negara justru berdampak buruk bagi China, karena hal ini membuat China dianggap sebagai penyebab utama dari situasi tersebut. Namun, negara-negara penghutang tetap dalam kesulitan, karena semakin banyak pinjaman berarti semakin banyak pendapatan yang dialokasikan untuk pembayaran utang.
Pakistan berhutang lebih dari sepertiga dari total utang eksternalnya kepada China. Pada tahun fiskal 2022-2023, pembayaran utang eksternal menyumbang 56,4 persen dari total penerimaan pajak.
Jumlah sebenarnya, bagaimanapun, meningkat secara signifikan akibat depresiasi rupee, sesuatu yang dua kali pergantian pinjaman sejak awal 2023 gagal mencegahnya. Angola, kasus menarik lainnya yang berhutang lebih dari 40 persen dari total pinjaman eksternalnya USD73 miliar kepada China, menghabiskan sekitar 70 persen pendapatannya untuk pembayaran utang.
Situasi ekonomi negara-negara ini semakin terancam oleh kenyataan bahwa banyak proyek yang dibiayai oleh pinjaman China tidak menghasilkan pendapatan yang cukup. Baik itu pelabuhan Hambantota di Sri Lanka, pelabuhan strategis Gwadar, atau seluruh CPEC di Pakistan, atau bahkan Uganda yang belajar dari kegagalan proyek SRG yang didanai oleh China di Kenya, mereka mulai membatalkan kerja sama dengan proyek kereta api China dan beralih ke negara-negara lain untuk terhubung dengan Kenya.
Mereka semakin menyadari bahwa kemitraan dengan China tidak berarti transisi otomatis menuju keuntungan dan pembangunan. Bahkan, 128 operasi penyelamatan menunjukkan bahwa keuntungan dan pembangunan jauh dari kemungkinan terjadi.
Namun, akses ke pemberi pinjaman ini justru membuat kompleks bagi negara tuan rumah dan pemberi pinjaman untuk mengkoordinasikan proyek dan pembayaran utang. Dengan kata lain, akses ke pinjaman bukan mejadi solusi. Oleh karena itu, terjadi kegagalan pembayaran utang.
Ethiopia adalah negara Afrika lainnya yang saat ini sedang dalam pembicaraan dengan China untuk operasi penyelamatan. Kisah Ethiopia adalah salah satu negara yang mengambil pinjaman berlebihan selama bertahun-tahun, namun tidak berhasil mengatasi kemajuan ekonomi.
Antara tahun 2009 dan 2019, Ethiopia meminjam lebih dari USD13 miliar dari pemberi pinjaman China. Namun, bukannya melihat situasinya membaik, pemerintah Ethiopia kembali meminta bantuan dari Beijing.
Situasinya tidak berubah di sebagian besar negara lain seperti Pakistan, Sri Lanka, Zambia, Ethiopia, dan lainnya, terutama karena sebagian besar pinjaman yang dinegosiasikan ulang ini digunakan bukan untuk melayani proyek-proyek, tetapi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti listrik dan bahan bakar, serta pembayaran gaji pegawai pemerintah untuk menghindari kegagalan pembayaran utang.
Kegagalan pembayaran utang negara justru berdampak buruk bagi China, karena hal ini membuat China dianggap sebagai penyebab utama dari situasi tersebut. Namun, negara-negara penghutang tetap dalam kesulitan, karena semakin banyak pinjaman berarti semakin banyak pendapatan yang dialokasikan untuk pembayaran utang.
Pakistan berhutang lebih dari sepertiga dari total utang eksternalnya kepada China. Pada tahun fiskal 2022-2023, pembayaran utang eksternal menyumbang 56,4 persen dari total penerimaan pajak.
Jumlah sebenarnya, bagaimanapun, meningkat secara signifikan akibat depresiasi rupee, sesuatu yang dua kali pergantian pinjaman sejak awal 2023 gagal mencegahnya. Angola, kasus menarik lainnya yang berhutang lebih dari 40 persen dari total pinjaman eksternalnya USD73 miliar kepada China, menghabiskan sekitar 70 persen pendapatannya untuk pembayaran utang.
Situasi ekonomi negara-negara ini semakin terancam oleh kenyataan bahwa banyak proyek yang dibiayai oleh pinjaman China tidak menghasilkan pendapatan yang cukup. Baik itu pelabuhan Hambantota di Sri Lanka, pelabuhan strategis Gwadar, atau seluruh CPEC di Pakistan, atau bahkan Uganda yang belajar dari kegagalan proyek SRG yang didanai oleh China di Kenya, mereka mulai membatalkan kerja sama dengan proyek kereta api China dan beralih ke negara-negara lain untuk terhubung dengan Kenya.
Mereka semakin menyadari bahwa kemitraan dengan China tidak berarti transisi otomatis menuju keuntungan dan pembangunan. Bahkan, 128 operasi penyelamatan menunjukkan bahwa keuntungan dan pembangunan jauh dari kemungkinan terjadi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda