Mengejar Travel Bubble

Rabu, 27 Januari 2021 - 06:10 WIB
Dia menuturkan kehadiran wisatawan asing sangat diharapkan sejumlah daerah yang selama ini menjadi destinasi seperti Bali. Selama pandemi, okupansi hotel di Bali hanya 25-30 %. Kondisi ini terjadi karena 60% penginapan atau hotel di daerah tersebut berasal dari wisatawan asing.

“Intinya, kalau kita hanya sekadar gerakkan domestik ke Bali, okupansi hotel di sana paling tinggi hanya 25-30 persen. Tidak mungkin akan mencapai lebih dari itu karena jumlah hotel atau suplai kamar yang ada dengan beragam kelasnya, mayoritas yang menghuni adalah wisman,” terang dia.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Yusran mendukung rencana kebijakan travel bubble yang dikeluarkan atas kesepakatan antarnegara tertentu untuk sektor pariwisata dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. “Itu cukup baik. Kita sangat berharap. Kita justru menunggu itu,” ujarnya.

Khusus wilayah yang menjadi konsentrasi travel bubble ini, PHRI mendorong penanganan kasus Covid-19 dan pengawasan protokol kesehatan harus ditingkatkan. Dengan begitu, ada kepercayaan dari wisman untuk kembali datang ke Indonesia.“Jadi harus ada strategi yang dibuat ke destinasi khusus. Itu yang kita harapkan dengan adanya travel bubble. Jadi tidak dipukul rata seluruh Indonesia. Bisa repot,” tambah dia.

Dia pun menegaskan hotel dan restoran sudah siap mengikuti bila nantinya travel bubble jadi dilakukan. Hanya saja, PHRI ingin mendapatkan kepastian kapan kebijakan tersebut dijalankan.’’Semua pelaku akomodasi ini kan investasinya gede juga, jadi kita selalu wait and see dulu terhadap suatu kebijakan tertentu. Misalnya, sudah kepastian kebijakan dari pemerintah. Harus ada jarak, enggak bisa dadakan, semua terencana. Jangan sampai market jadi enggak trust sehingga reservasi jadi drop,” tegasnya

Untuk diketahui, konsep travel bubble awalnya diterapkan di antara anggota Uni Eropa (UE). Munculnya varian baru Covid-19 di Inggris, menjadikan travel bubble di UE menjadi kacau balau.

Namun konsep ini ternyata masih relevan diterapkan dalam kondisi pandemi, melalui kesepakatan yang diambil antar-negara yang relatif sukses mengendalikan pandemi. Seperti Hong Kong, pada awal September lalu membuka travel bubble dengan enam negara yakni Jerman, Prancis, Swiss, Vietnam, Malaysia dan Singapura.

Ke depannya, Hong Kong juga akan membuka travel bubble dengan Jepang, Thailand, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru. Hong Kong beranggapan bahwa negara tersebut sukses dalam mengendalikan virus korona seperti Hong Kong.

Taiwan yang juga disebut sukses mengatasi pandemi juga membuka travel bubble dengan sekutunya yakni negara Pasifik, Palau. Taiwan sudah mengirimkan delegasi ke Palau untuk menjajaki kemungkinan travel bubble untuk menghidupkan kembali industri pariwisata di kedua belah pihak.

"Ide untuk memulai mengizinkan perjalanan bukan untuk membuka semua perbatasan bagi semua orang, tetapi negara membentuk zona perjalanan bebas," kata Per Block, peneliti mobilitas sosial dari Universitas Oxford. Syarat paling umum untuk travel bubble adalah negara yang tidak lagi memiliki kasus baru Covid-19.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More