Mengejar Travel Bubble

Rabu, 27 Januari 2021 - 06:10 WIB
Namun demikian, travel bubble tetap memiliki risiko besar. Seperti diungkapkan Amir Attaran, profesor hukum dan epidemiologi di Universitas Ottawa, Kanada, mengungkapkan mengukur kesuksesan dalam penanganan pandemi merupakan hal sulit. "Saya tidak berpikir Kanada sukses jika dibandingkan Amerika Serikat. Kita juga gagal," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Budijanto Ardiansjah menilai implementasi travel bubble akan bergantung dari grafik Covid-19 Indonesia. Dalam konteks saat ini, dia melihat langkah tersebut sulit diterapkan.

“Saya rasanya kita belum bisa bicara travel bubble kalau grafik Covid-19 masih 10.000-an per hari. Siapa yang mau (datang)? Ini kan harus ada asas resiprokal. Negara yang sparing dengan kita pasti enggak mau kalau masih tinggi,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO, Selasa (26/1/2021).

Budijanto lantas menuturkan, selain tiga daerah di atas, travel bubble akan difokuskan pada lima destinasi super prioritas. Kelima wilayah itu adalah Danau Toba, Likupang, Borobudur, Mandalika, dan Labuan Bajo. Dia menjelaskan beberapa negara Eropa, Asia, dan Timur Tengah, sudah menyatakan ketertarikan untuk segera berwisata ke Tanah Air. “Eropa itu market klasik, seperti Jerman, Belanda, dan Spanyol. Timur Tengah itu Arab Saudi, Bahrain. Juga ada Maroko dan Mesir,” paparnya.
(ynt)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More