Industri Hilirisasi Nikel Dinilai Belum Siap
Kamis, 18 Februari 2021 - 19:31 WIB
JAKARTA - Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso menilai industri hilir nikel di dalam negeri belum siap untuk memaksimalkan potensi yang ada. Menurut dia, ada perubahan kebijakan yang begitu drastis, yakni penutupan keran ekspor bijih nikel sehingga membuat pelaku usaha tidak siap.
"Karena memang kondisi pertambangan kita yang seharusnya dari tahun 2009, kebijakan yang mewajibkan hilirisasi harusnya sustain, kontinu, dan tidak berubah. Ada kesan perubahan yang menyebabkan pengusaha kita menjadi tidak siap," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Kamis (18/2/2021). ( Baca juga:Bahlil Serius Kawal Hilirisasi Nikel di Malut )
Dia melanjutkan, kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor bijih nikel terkesan mendadak meskipun sudah diperingatkan sejak 10 tahun lalu. "Tetapi ketika pelaksanaan dari UU itu tidak konsisten. Itulah yang menjadi pengusaha kita tidak siap," ungkapnya.
Di sisi lain, masih banyak keluhan pengusaha pertambangan terkait perizinan dan juga masalah teknikal. Para pelaku usaha tambang juga harus menghadapi masalah finansial.
"Keluhan bagi pengusaha ini tidak hanya masalah teknikal tetapi mereka juga mengeluhkan masalah perizinan, di samping mereka juga menghadapi masalah finansial. Teknikal pun tantangannya cukup berat. Pertama, dari sisi mining-nya. Kedua, dari sisi teknologi pengolahannya," jelas Budi.
Budi menambahkan, banyak pengusaha tambang yang tidak berlatar belakang pertambangan sehingga mereka tidak punya banyak pengalaman. "Jadi ini yang menyebabkan industri hilir tidak siap. Pemerintah tidak siap dan juga pelaku bisnis tidak siap," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak juga mengatakan bahwa upaya optimalisasi komoditas mineral dan batu bara (minerba) belum bisa dilakukan secara maksimal karena industri hilir dalam negeri belum siap. ( Baca juga:Kapolsek Cantik dan 11 Anggotanya Ditangkap Saat Pesta Sabu, Polsek Astanaanyar Lengang )
"Kita semua mau di dalam negeri, tetapi yang hilir ini tidak siap. Berakibatkan kita sudah terlanjur semua di dalam," ujarnya.
Untuk itu, dia mendorong agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan koordinasi yang baik antar kementerian terkait.
"Karena memang kondisi pertambangan kita yang seharusnya dari tahun 2009, kebijakan yang mewajibkan hilirisasi harusnya sustain, kontinu, dan tidak berubah. Ada kesan perubahan yang menyebabkan pengusaha kita menjadi tidak siap," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Kamis (18/2/2021). ( Baca juga:Bahlil Serius Kawal Hilirisasi Nikel di Malut )
Dia melanjutkan, kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor bijih nikel terkesan mendadak meskipun sudah diperingatkan sejak 10 tahun lalu. "Tetapi ketika pelaksanaan dari UU itu tidak konsisten. Itulah yang menjadi pengusaha kita tidak siap," ungkapnya.
Di sisi lain, masih banyak keluhan pengusaha pertambangan terkait perizinan dan juga masalah teknikal. Para pelaku usaha tambang juga harus menghadapi masalah finansial.
"Keluhan bagi pengusaha ini tidak hanya masalah teknikal tetapi mereka juga mengeluhkan masalah perizinan, di samping mereka juga menghadapi masalah finansial. Teknikal pun tantangannya cukup berat. Pertama, dari sisi mining-nya. Kedua, dari sisi teknologi pengolahannya," jelas Budi.
Budi menambahkan, banyak pengusaha tambang yang tidak berlatar belakang pertambangan sehingga mereka tidak punya banyak pengalaman. "Jadi ini yang menyebabkan industri hilir tidak siap. Pemerintah tidak siap dan juga pelaku bisnis tidak siap," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak juga mengatakan bahwa upaya optimalisasi komoditas mineral dan batu bara (minerba) belum bisa dilakukan secara maksimal karena industri hilir dalam negeri belum siap. ( Baca juga:Kapolsek Cantik dan 11 Anggotanya Ditangkap Saat Pesta Sabu, Polsek Astanaanyar Lengang )
"Kita semua mau di dalam negeri, tetapi yang hilir ini tidak siap. Berakibatkan kita sudah terlanjur semua di dalam," ujarnya.
Untuk itu, dia mendorong agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan koordinasi yang baik antar kementerian terkait.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda