Tingkat Risiko Wanprestasi Debitur Jadi Tantangan Bagi Industri Penjaminan
Senin, 09 Agustus 2021 - 14:44 WIB
JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyatakan bahwa tingkat risiko wanprestasi para debitur yang kesulitan membayar pinjaman menjadi tantangan bagi industri penjaminan di tengah pandemi Covid-19.
"Dari satu sisi antara opportunity dan tantangan sama-sama besar, karena opportunity dilihat dari sisi kebutuhan akan penjaminan itu meningkat, tapi di sisi lain tantangannya sendiri besar juga karena risiko wanprestasinya juga akan lebih tinggi," jelas Rating Analyst Pefindo Kreshna Armand, dalam Market Review, Senin (9/8/2021).
Namun, Kreshna menilai Peraturan Otoritas Jasa Keungan No. 48 (POJK 48) yang memperpanjang restrukturisasi kredit, cukup memberikan keamanan. Sebab, dengan demikian lembaga perbankan masih ada kesempatan untuk melakukan restrukturisasi pinjaman-pinjaman yang tidak bisa dibayar.
"Sejauh ini karena ada POJK 48 itu cukup memberikan tingkat keamanan karena memang yang wanprestasi itu langsung bisa diklaim karena kan memang adanya kesempatan bagi bank untuk merestrukturisasi pinjaman yang tidak bisa dibayar, jadi masih bisa dianggap non-wanprestasi," ungkap Kreshna.
Sejalan dengan kebutuhan penjaminan yang meningkat, Kreshna memahami bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar yakni melemahnya kemampuan debitur secara umum baik perorangan maupun korporasi. Hal ini diakibatkan karena ikut merosotnya kondisi usaha dan tempat kerja.
"Situasi tersebut menunjukkan peran penting industri penjaminan karena dapat memberikan bantalan bagi kreditur atau bank jika debitur mengalami wanprestasi," pungkasnya.
"Dari satu sisi antara opportunity dan tantangan sama-sama besar, karena opportunity dilihat dari sisi kebutuhan akan penjaminan itu meningkat, tapi di sisi lain tantangannya sendiri besar juga karena risiko wanprestasinya juga akan lebih tinggi," jelas Rating Analyst Pefindo Kreshna Armand, dalam Market Review, Senin (9/8/2021).
Namun, Kreshna menilai Peraturan Otoritas Jasa Keungan No. 48 (POJK 48) yang memperpanjang restrukturisasi kredit, cukup memberikan keamanan. Sebab, dengan demikian lembaga perbankan masih ada kesempatan untuk melakukan restrukturisasi pinjaman-pinjaman yang tidak bisa dibayar.
"Sejauh ini karena ada POJK 48 itu cukup memberikan tingkat keamanan karena memang yang wanprestasi itu langsung bisa diklaim karena kan memang adanya kesempatan bagi bank untuk merestrukturisasi pinjaman yang tidak bisa dibayar, jadi masih bisa dianggap non-wanprestasi," ungkap Kreshna.
Baca Juga
Sejalan dengan kebutuhan penjaminan yang meningkat, Kreshna memahami bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar yakni melemahnya kemampuan debitur secara umum baik perorangan maupun korporasi. Hal ini diakibatkan karena ikut merosotnya kondisi usaha dan tempat kerja.
"Situasi tersebut menunjukkan peran penting industri penjaminan karena dapat memberikan bantalan bagi kreditur atau bank jika debitur mengalami wanprestasi," pungkasnya.
(fai)
tulis komentar anda