Utamakan Pasar Produk Halal Dalam Negeri
Selasa, 24 Agustus 2021 - 10:03 WIB
“Nah, kalau berbicara untuk penguasaan produk luar negeri, saya memandang bahwa industri halal telah menjadi tren global dan berkembang menjadi salah satu bisnis global dengan pertumbuhan paling cepat di seluruh dunia. Hal tersebut seiring dengan semakin banyaknya negara yang menerima konsep halal sebagai salah satu faktor penentu mutu produk,” ujarnya kepada Koran SINDO, Senin (23/8).
Agus menjelaskan paradigma halal saat ini tidak lagi hanya berkaitan dengan umat muslim dalam konsumsi. Akan tetapi, produk halal bisa diperuntukan dan telah digunakan oleh orang-orang non-muslim. Untuk memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri, saat ini sudah ada tiga kawasan industri halal (KIH), yakni Modern Cikande Industrial Estate, Bintan Inti Industrial Estate, dan Kawasan Industri Halal Safe dan Lock Sidoardjo.
KIH tersebut didesain dengan sistem dan fasilitas untuk pengembangan produk halal yang sesuai syariah. Pemerintah, kata Agus, ke depan menargetkan jumlahnya akan bertambah sehingga terus didorong agar kawasan industri yang existing atau yang akan dikembangkan dapat mempertimbangkan dan bertransformasi menjadi KIH.
“Ini mengingat potensi dari ekonomi halal ini sangat besar,” paparnya.
Plt Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Mastuki mengatakan, lembaganya siap mendukung pengembangan produk halal di Tanah Air dengan menjadi ‘peran antara’ (intermediary role) yang dalam hal ini turut melaksanakan sertifikasi produk halal.
Menurut dia, ada banyak kementerian dan lembaga lain yang juga berperan mendorong Indonesia sebagai pusat produk halal dunia.
“Misalnya Kemenperin untuk industri halal, Kemendag orientasi ekspor produk halal, Kemenkop UKM menggarap koperasi dan UKM agar berstandar halal,” kata dia.
Selain itu, ucap Mastuki, ada juga Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan Bank Indonesia (BI) yang berkontribusi dengan kewenangan masing-masing. Yang tak ketinggalan adalah adanya lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang bisa menyediakan hasil-hasil penelitian mulai dari bahan sediaan halal, pengembangan produk halal, dan lainnya.
Lebih lanjut, kata dia, harus ada sinergi dari hulu ke hilir agar mewujudkan agar Indonesia bisa menjadi pusat halal dunia. Sinergi ini harus dilakukan bersama tanpa terkecuali, termasuk pelaku usaha.
“KNEKS misalnya, sebagai lembaga yang mengkordinasi beberapa kementerian kerap melakukan sinergi-sinergi ini, termasuk dengan pelaku usaha, perbankan dan lembaga keuangan, dunia industri, dan sebagainya,” ungkapnya.
Agus menjelaskan paradigma halal saat ini tidak lagi hanya berkaitan dengan umat muslim dalam konsumsi. Akan tetapi, produk halal bisa diperuntukan dan telah digunakan oleh orang-orang non-muslim. Untuk memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri, saat ini sudah ada tiga kawasan industri halal (KIH), yakni Modern Cikande Industrial Estate, Bintan Inti Industrial Estate, dan Kawasan Industri Halal Safe dan Lock Sidoardjo.
KIH tersebut didesain dengan sistem dan fasilitas untuk pengembangan produk halal yang sesuai syariah. Pemerintah, kata Agus, ke depan menargetkan jumlahnya akan bertambah sehingga terus didorong agar kawasan industri yang existing atau yang akan dikembangkan dapat mempertimbangkan dan bertransformasi menjadi KIH.
“Ini mengingat potensi dari ekonomi halal ini sangat besar,” paparnya.
Plt Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Mastuki mengatakan, lembaganya siap mendukung pengembangan produk halal di Tanah Air dengan menjadi ‘peran antara’ (intermediary role) yang dalam hal ini turut melaksanakan sertifikasi produk halal.
Menurut dia, ada banyak kementerian dan lembaga lain yang juga berperan mendorong Indonesia sebagai pusat produk halal dunia.
“Misalnya Kemenperin untuk industri halal, Kemendag orientasi ekspor produk halal, Kemenkop UKM menggarap koperasi dan UKM agar berstandar halal,” kata dia.
Selain itu, ucap Mastuki, ada juga Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan Bank Indonesia (BI) yang berkontribusi dengan kewenangan masing-masing. Yang tak ketinggalan adalah adanya lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang bisa menyediakan hasil-hasil penelitian mulai dari bahan sediaan halal, pengembangan produk halal, dan lainnya.
Lebih lanjut, kata dia, harus ada sinergi dari hulu ke hilir agar mewujudkan agar Indonesia bisa menjadi pusat halal dunia. Sinergi ini harus dilakukan bersama tanpa terkecuali, termasuk pelaku usaha.
“KNEKS misalnya, sebagai lembaga yang mengkordinasi beberapa kementerian kerap melakukan sinergi-sinergi ini, termasuk dengan pelaku usaha, perbankan dan lembaga keuangan, dunia industri, dan sebagainya,” ungkapnya.
tulis komentar anda