Dorong Tenaga kerja Lokal Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Senin, 13 Juli 2020 - 10:20 WIB
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya mendongkrak investasi asing agar mau menanamkan modalnya di Tanah Air. Kedatangan investor luar negeri ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lokal dan bukan hanya memanfaatkan tenaga kerja asing. Untuk itu, sudah saatnya tenaga kerja lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri.
Problematika ketenagakerjaan yang acap terjadi yaitu lemahnya daya saing. Penggunaan tenaga kerja asing (TKA) khususnya asal China, kerap dimunculkan menjadi isu hangat. Namun, solusi untuk menyelesaikan kelemahan para pekerja lokal juga tidak kunjung ditemukan.
Belun lama ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sempat dipanggil oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menteri Ida memperjuangkan agar investasi yang masuk Indonesia agar lebih serius mengembangkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di Tanah Air.
Sikap Menteri Ida sangat sejalan dengan pendapat pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira. Menurut Bhima, permasalahan utama yang harus dibereskan terletak pada screening investasi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, proses seleksi investasi yang berorientasi kepentingan nasional Indonesia masih terhitung lemah. (Baca: Perlakukan Khusus ke TKA China Bisa Jadi Bumerang)
“Sebaiknya diperketat pengawasan di awal. Bila ada investasi yang mau masuk, pastikan berapa banyak kebutuhan TKA-nya. Apa benar tidak ada tenaga kerja lokal yang skill-nya setara dengan TKA tersebut,” ujar Bhima saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Hal ini bisa saja diakibatkan dengan cara berpikir yang aneh. Pasalnya, jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia mencapai angka 137 juta orang. Bahkan untuk skill tertentu seperti di sektor konstruksi dan pertambangan, sudah sangat umum bila SDM Indonesia banyak yang dipekerjakan oleh perusahaan internasional. “Kenapa tidak mendahulukan SDM yang ada di dalam negeri saja,” ujarnya.
Untuk itu, harus ada jaminan TKA yang datang harus memiliki skill. Ini pun perlu diperketat, bahkan harus memiliki validasi. Dia mengkhawatirkan ada beberapa temuan di mana TKA di perusahaan pengolahan nikel ternyata memiliki skill yang rendah. “Ini masalah serius. Bagaimana pemerintah memverifikasi persyaratan selama ini sehingga benar-benar skill TKA yang masuk memang tidak ada di Indonesia,” tegasnya.
Dengan porsi yang besar, Bhima mempertanyakan derasnya arus TKA asal China yang terus masuk di tengah situasi pandemi Covid-19. Hal ini bisa saja menjadi bumerang karena jadi catatan negatif di mata para investor negara lain.
“Investasi kan bukan cuma China, tapi kenapa mereka yang mendapat perlakuan spesial? Perusahaan asing negara lain saja patuh menunggu sampai situasi pandemi berakhir untuk melakukan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia. Jangan ada special treatment ke satu negara tertentu, karena dampaknya pada kepercayaan investor dari negara selain China,” paparnya.
Problematika ketenagakerjaan yang acap terjadi yaitu lemahnya daya saing. Penggunaan tenaga kerja asing (TKA) khususnya asal China, kerap dimunculkan menjadi isu hangat. Namun, solusi untuk menyelesaikan kelemahan para pekerja lokal juga tidak kunjung ditemukan.
Belun lama ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sempat dipanggil oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menteri Ida memperjuangkan agar investasi yang masuk Indonesia agar lebih serius mengembangkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di Tanah Air.
Sikap Menteri Ida sangat sejalan dengan pendapat pengamat ekonomi dari Indef Bhima Yudhistira. Menurut Bhima, permasalahan utama yang harus dibereskan terletak pada screening investasi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, proses seleksi investasi yang berorientasi kepentingan nasional Indonesia masih terhitung lemah. (Baca: Perlakukan Khusus ke TKA China Bisa Jadi Bumerang)
“Sebaiknya diperketat pengawasan di awal. Bila ada investasi yang mau masuk, pastikan berapa banyak kebutuhan TKA-nya. Apa benar tidak ada tenaga kerja lokal yang skill-nya setara dengan TKA tersebut,” ujar Bhima saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Hal ini bisa saja diakibatkan dengan cara berpikir yang aneh. Pasalnya, jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia mencapai angka 137 juta orang. Bahkan untuk skill tertentu seperti di sektor konstruksi dan pertambangan, sudah sangat umum bila SDM Indonesia banyak yang dipekerjakan oleh perusahaan internasional. “Kenapa tidak mendahulukan SDM yang ada di dalam negeri saja,” ujarnya.
Untuk itu, harus ada jaminan TKA yang datang harus memiliki skill. Ini pun perlu diperketat, bahkan harus memiliki validasi. Dia mengkhawatirkan ada beberapa temuan di mana TKA di perusahaan pengolahan nikel ternyata memiliki skill yang rendah. “Ini masalah serius. Bagaimana pemerintah memverifikasi persyaratan selama ini sehingga benar-benar skill TKA yang masuk memang tidak ada di Indonesia,” tegasnya.
Dengan porsi yang besar, Bhima mempertanyakan derasnya arus TKA asal China yang terus masuk di tengah situasi pandemi Covid-19. Hal ini bisa saja menjadi bumerang karena jadi catatan negatif di mata para investor negara lain.
“Investasi kan bukan cuma China, tapi kenapa mereka yang mendapat perlakuan spesial? Perusahaan asing negara lain saja patuh menunggu sampai situasi pandemi berakhir untuk melakukan perjalanan dari luar negeri ke Indonesia. Jangan ada special treatment ke satu negara tertentu, karena dampaknya pada kepercayaan investor dari negara selain China,” paparnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda