Respons Permintaan IMF Soal Pencabutan Hilirisasi, Hipmi: Indonesia Tak Bisa Didikte!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai kebijakan hilirisasi yang dilakukan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat bermanfaat. Mulai dari peningkatan investasi, lapangan pekerjaan, dan neraca dagang Indonesia.
Ketua Umum Hipmi, Akbar Himawan Buchari menganggap bahwa yang dilakukan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund ( IMF ) terkait kebijakan Indonesia tidak tepat. Selain sebagai negara berdaulat, hilirisasi juga upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjadi negara maju.
"Lihat saja ketika hilirisasi diterapkan. Realisasi investasi meningkat, dan berhasil menciptakan lapangan kerja. Neraca dagang kita juga surplus dari kebijakan ini," ujar Akbar dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (2/7/2023).
Sebagai informasi, realisasi investasi di sektor industri logam dasar meningkat pesat. Pada 2019, realisasi investasi di sektor tersebut hanya sebesar Rp61,6 triliun. Sementara tahun lalu, realisasi investasinya tembus Rp171,2 triliun.
“Dengan investasi yang meningkat pesat, lapangan pekerjaan otomatis terbuka khususnya di sektor pertambangan dan industri logam dasar,” kata Akbar.
Melansir data Kementerian Investasi, terjadi pertumbuhan penciptaan lapangan kerja di sektor tersebut sebesar 26,9% selama empat tahun terakhir, begitu juga dengan neraca dagang Indonesia. Setelah kebijakan hilirisasi digalakkan, neraca dagang menjadi surplus USD54,5 miliar.
Akbar menilai bahwa kebijakan hilirisasi yang dilakukan Presiden Jokowi benar-benar bermanfaat bagi perekonomian dalam negeri. Sebab itu ia mendukung, dan meminta kepada pemerintah untuk mengabaikan rekomendasi yang diberikan IMF.
"Indonesia tidak bisa didikte. Apalagi soal urusan kebijakan yang tujuannya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju," imbuh Akbar.
Sebagaimana diketahui, IMF memberikan catatan tentang rencana hilirisasi nikel di Indonesia dalam dokumen 'IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia'.
Dalam dokumen tersebut, IMF menyampaikan kebijakan Indonesia seharusnya berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kebijakan juga harus mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Atas alasan itu, IMF lantas mengimbau Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap terhadap pembatasan ekspor nikel. Bahkan tidak memperluas pembatasan ekspor ke komoditas lainnya.
Ketua Umum Hipmi, Akbar Himawan Buchari menganggap bahwa yang dilakukan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund ( IMF ) terkait kebijakan Indonesia tidak tepat. Selain sebagai negara berdaulat, hilirisasi juga upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjadi negara maju.
"Lihat saja ketika hilirisasi diterapkan. Realisasi investasi meningkat, dan berhasil menciptakan lapangan kerja. Neraca dagang kita juga surplus dari kebijakan ini," ujar Akbar dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (2/7/2023).
Sebagai informasi, realisasi investasi di sektor industri logam dasar meningkat pesat. Pada 2019, realisasi investasi di sektor tersebut hanya sebesar Rp61,6 triliun. Sementara tahun lalu, realisasi investasinya tembus Rp171,2 triliun.
“Dengan investasi yang meningkat pesat, lapangan pekerjaan otomatis terbuka khususnya di sektor pertambangan dan industri logam dasar,” kata Akbar.
Melansir data Kementerian Investasi, terjadi pertumbuhan penciptaan lapangan kerja di sektor tersebut sebesar 26,9% selama empat tahun terakhir, begitu juga dengan neraca dagang Indonesia. Setelah kebijakan hilirisasi digalakkan, neraca dagang menjadi surplus USD54,5 miliar.
Akbar menilai bahwa kebijakan hilirisasi yang dilakukan Presiden Jokowi benar-benar bermanfaat bagi perekonomian dalam negeri. Sebab itu ia mendukung, dan meminta kepada pemerintah untuk mengabaikan rekomendasi yang diberikan IMF.
"Indonesia tidak bisa didikte. Apalagi soal urusan kebijakan yang tujuannya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju," imbuh Akbar.
Sebagaimana diketahui, IMF memberikan catatan tentang rencana hilirisasi nikel di Indonesia dalam dokumen 'IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia'.
Dalam dokumen tersebut, IMF menyampaikan kebijakan Indonesia seharusnya berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kebijakan juga harus mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Atas alasan itu, IMF lantas mengimbau Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap terhadap pembatasan ekspor nikel. Bahkan tidak memperluas pembatasan ekspor ke komoditas lainnya.
(akr)