Kenaikan PPN 1 Persen Lebih Baik daripada Kenaikan PPh, Begini Pendapat Ekonom
loading...
A
A
A
“Di sisi yang lain, kelompok berpenghasilan tinggi cenderung memiliki lebih banyak akses ke strategi perencanaan pajak untuk menghindari kewajiban, yang dapat mengurangi efektivitas kebijakan kenaikan tarif PPh,” katanya.
Selain itu, imbuhnya, kenaikan tarif PPh dapat mempengaruhi daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi, karena dianggap membebani perusahaan atau investor dengan pajak penghasilan yang lebih tinggi.
“Lalu, basis pajak PPh lebih kecil dibandingkan PPN, karena hanya dikenakan pada wajib pajak tertentu. Hal ini membuat potensi penerimaan negara dari PPh lebih terbatas dibandingkan PPN yang berlaku luas,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pemerintah lebih mempertimbangkan kenaikan PPN dibandingkan kenaikan PPh karena PPN mencakup semua lapisan masyarakat melalui konsumsi barang dan jasa, sehingga penerimaan negara lebih stabil dan berkelanjutan.
Pardede menambahkan, dengan tidak menaikkan PPh secara signifikan, pemerintah dapat menjaga daya saing dan menarik investasi, sekaligus mempertahankan lapangan kerja di sektor formal.
“Kenaikan PPh juga dapat menciptakan persepsi negatif di masyarakat dan investor, karena langsung menyasar pendapatan individu dan perusahaan. Terakhir, pemerintah memberikan berbagai insentif dan pengecualian PPN, khususnya untuk kebutuhan pokok dan UMKM, yang lebih mudah diterapkan dibandingkan reformasi tarif PPh,” tuturnya.
Dengan demikian, pemerintah menilai kenaikan PPN sebagai langkah yang lebih efektif dan berimbang untuk mencapai tujuan fiskal tanpa memberikan tekanan yang signifikan pada ekonomi dan masyarakat tertentu.
Kenaikan PPN Indonesia Lebih Rendah dari Negara-negara Lain
Ia juga mengungkapkan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering kali terjadi di negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi karena warga negara dengan pendapatan tinggi memiliki daya beli lebih baik, sehingga dampak kenaikan PPN terhadap konsumsi cenderung lebih moderat.
“PPN sering digunakan sebagai sumber utama pendapatan pemerintah untuk mendanai program sosial dan pembangunan yang melibatkan redistribusi kekayaan. Tarif PPN di negara maju seperti Prancis (20 persen), Inggris (20 persen), dan Jerman (19 persen) lebih tinggi dibandingkan rata-rata global dan juga Indonesia (12 persen per 2025),” ucapnya.
Sementara, Indonesia merupakan negara berpenghasilan menengah, dengan GDP per kapita tahun 2024 diperkirakan mencapai USD5,039 dan diharapkan meningkat menjadi USD5,444 pada 2025.
Selain itu, imbuhnya, kenaikan tarif PPh dapat mempengaruhi daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi, karena dianggap membebani perusahaan atau investor dengan pajak penghasilan yang lebih tinggi.
“Lalu, basis pajak PPh lebih kecil dibandingkan PPN, karena hanya dikenakan pada wajib pajak tertentu. Hal ini membuat potensi penerimaan negara dari PPh lebih terbatas dibandingkan PPN yang berlaku luas,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pemerintah lebih mempertimbangkan kenaikan PPN dibandingkan kenaikan PPh karena PPN mencakup semua lapisan masyarakat melalui konsumsi barang dan jasa, sehingga penerimaan negara lebih stabil dan berkelanjutan.
Pardede menambahkan, dengan tidak menaikkan PPh secara signifikan, pemerintah dapat menjaga daya saing dan menarik investasi, sekaligus mempertahankan lapangan kerja di sektor formal.
“Kenaikan PPh juga dapat menciptakan persepsi negatif di masyarakat dan investor, karena langsung menyasar pendapatan individu dan perusahaan. Terakhir, pemerintah memberikan berbagai insentif dan pengecualian PPN, khususnya untuk kebutuhan pokok dan UMKM, yang lebih mudah diterapkan dibandingkan reformasi tarif PPh,” tuturnya.
Dengan demikian, pemerintah menilai kenaikan PPN sebagai langkah yang lebih efektif dan berimbang untuk mencapai tujuan fiskal tanpa memberikan tekanan yang signifikan pada ekonomi dan masyarakat tertentu.
Kenaikan PPN Indonesia Lebih Rendah dari Negara-negara Lain
Ia juga mengungkapkan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering kali terjadi di negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi karena warga negara dengan pendapatan tinggi memiliki daya beli lebih baik, sehingga dampak kenaikan PPN terhadap konsumsi cenderung lebih moderat.
“PPN sering digunakan sebagai sumber utama pendapatan pemerintah untuk mendanai program sosial dan pembangunan yang melibatkan redistribusi kekayaan. Tarif PPN di negara maju seperti Prancis (20 persen), Inggris (20 persen), dan Jerman (19 persen) lebih tinggi dibandingkan rata-rata global dan juga Indonesia (12 persen per 2025),” ucapnya.
Sementara, Indonesia merupakan negara berpenghasilan menengah, dengan GDP per kapita tahun 2024 diperkirakan mencapai USD5,039 dan diharapkan meningkat menjadi USD5,444 pada 2025.