Usulan Ahok Soal Pembubaran Kementerian BUMN, Bukan 'Barang' Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga merespons usulan Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok , terkait Kementerian BUMN harus dibubarkan dan diganti menjadi superholding. Arya mengatakan, gagasan Ahok harus dipikirkan matang-matang sebelum dieksekusi.
"Jadi kita uji dulu ini semua. Kita jangan buru-buru mau superholding. Itu ide besar memang, tapi kita lihat dulu apakah ini efektif enggak? Sekarang ini kan masih sendiri-sendiri. Masih jauh dari pemikiran superholding, jauh sekali," kata Arya, Rabu (16/9/2020).
Sebelum sampai pada pembentukan superholding, rantai pasok (supply-chain) antar-BUMN harus berjalan dengan baik terlebih dahulu. Ide superholding juga sebenarnya sudah dicanangkan Kementerian BUMN sejak lama. ( Baca juga:Lampaui Target, Pengerjaan Proyek Jargas PGN Capai 73,8% )
Namun saat ini, rantai pasok antar-BUMN masih perlu diperbaiki. Maka itu, pihaknya saat ini bakal terus fokus memastikan rantai pasok tersebut bisa sejalan.
"Jadi nanti kita lihat dengan kondisi supply chain antara klaster-klaster, misalnya klaster pertanian. Itu adalah cara-cara kita untuk membangun supply chain end-to-end dari BUMN yang satu sampai akhir. BUMN farmasi, bagaimana kita gabungkan rumah sakit yang tercecer dan bergabung jadi RS BUMN dengan IHC," kata dia.
Arya bilang, Erick (Menteri BUMN) akan memastikan hal tersebut berjalan sesuai rencana terlebih dahulu, baru Kementerian BUMN bisa melangkah ke arah pembentukan superholding.
"Itu yang kita sampaikan juga di DPR. Di Komisi VI sudah kita sampaikan mengenai strategi kita mengenai klaster-klaster, dan DPR juga melihat itu adalah cara kita untuk bisa mendapatkan kondisi yang terbaik," kata Arya.
Sebelumnya, Ahok menyebut, Kementerian BUMN harus digantikan menjadi superholding yang dinamai Indonesian in Corporation seperti halnya Temasek di Singapura. Karena itu, dia menilai Kementerian BUMN harus dibubarkan. ( Baca juga:Sekda DKI Jakarta Meninggal, Mendagri Sampaikan Duka Cita )
Ahok mengatakan, pembubaran sebaiknya segera dilakukan sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) selesai dari masa jabatannya.
"Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum Pak Jokowi turun sebenarnya. Itu sudah ada semacam indonesian in corporation atau Temasek di Singapura," ujar Ahok dalam sebuah video yang diunggah akun Youtube Poin, dikutip Sindo Media.
Dia bahkan beranggapan tak seorang pun mampu mengontrol sikap para manajemen sejumlah perseroan pelat merah, termasuk Menteri BUMN Erick Thohir dan Presiden Jokowi. Dia menilai hal itu yang menjadi faktor munculnya persoalan di sejumlah perseroan pelat merah karena perkara pengelolaan.
Salah satu persoalan yang disentil Ahok adalah Perum Percetakan Uang (Peruri). Ahok bilang, perseroan pelat merah ini meminta uang sebesar Rp500 miliar kepada Pertamina untuk proses paperless.
"Persoalannya Presiden tidak bisa mengontrol manajemen BUMN, kita gak ada orang sebetulnya. Masa Peruri minta Rp500 miliar, itu BUMN juga. Sama halnya sudah dapat Pertamina tak mau kerja lagi, tidur 10 tahun, jadi ular sanca, ular piton. Ini mau nawar lagi, saya pikir ini gak masuk akal kalau dikelola seperti itu," kata Ahok.
"Jadi kita uji dulu ini semua. Kita jangan buru-buru mau superholding. Itu ide besar memang, tapi kita lihat dulu apakah ini efektif enggak? Sekarang ini kan masih sendiri-sendiri. Masih jauh dari pemikiran superholding, jauh sekali," kata Arya, Rabu (16/9/2020).
Sebelum sampai pada pembentukan superholding, rantai pasok (supply-chain) antar-BUMN harus berjalan dengan baik terlebih dahulu. Ide superholding juga sebenarnya sudah dicanangkan Kementerian BUMN sejak lama. ( Baca juga:Lampaui Target, Pengerjaan Proyek Jargas PGN Capai 73,8% )
Namun saat ini, rantai pasok antar-BUMN masih perlu diperbaiki. Maka itu, pihaknya saat ini bakal terus fokus memastikan rantai pasok tersebut bisa sejalan.
"Jadi nanti kita lihat dengan kondisi supply chain antara klaster-klaster, misalnya klaster pertanian. Itu adalah cara-cara kita untuk membangun supply chain end-to-end dari BUMN yang satu sampai akhir. BUMN farmasi, bagaimana kita gabungkan rumah sakit yang tercecer dan bergabung jadi RS BUMN dengan IHC," kata dia.
Arya bilang, Erick (Menteri BUMN) akan memastikan hal tersebut berjalan sesuai rencana terlebih dahulu, baru Kementerian BUMN bisa melangkah ke arah pembentukan superholding.
"Itu yang kita sampaikan juga di DPR. Di Komisi VI sudah kita sampaikan mengenai strategi kita mengenai klaster-klaster, dan DPR juga melihat itu adalah cara kita untuk bisa mendapatkan kondisi yang terbaik," kata Arya.
Sebelumnya, Ahok menyebut, Kementerian BUMN harus digantikan menjadi superholding yang dinamai Indonesian in Corporation seperti halnya Temasek di Singapura. Karena itu, dia menilai Kementerian BUMN harus dibubarkan. ( Baca juga:Sekda DKI Jakarta Meninggal, Mendagri Sampaikan Duka Cita )
Ahok mengatakan, pembubaran sebaiknya segera dilakukan sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) selesai dari masa jabatannya.
"Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum Pak Jokowi turun sebenarnya. Itu sudah ada semacam indonesian in corporation atau Temasek di Singapura," ujar Ahok dalam sebuah video yang diunggah akun Youtube Poin, dikutip Sindo Media.
Dia bahkan beranggapan tak seorang pun mampu mengontrol sikap para manajemen sejumlah perseroan pelat merah, termasuk Menteri BUMN Erick Thohir dan Presiden Jokowi. Dia menilai hal itu yang menjadi faktor munculnya persoalan di sejumlah perseroan pelat merah karena perkara pengelolaan.
Salah satu persoalan yang disentil Ahok adalah Perum Percetakan Uang (Peruri). Ahok bilang, perseroan pelat merah ini meminta uang sebesar Rp500 miliar kepada Pertamina untuk proses paperless.
"Persoalannya Presiden tidak bisa mengontrol manajemen BUMN, kita gak ada orang sebetulnya. Masa Peruri minta Rp500 miliar, itu BUMN juga. Sama halnya sudah dapat Pertamina tak mau kerja lagi, tidur 10 tahun, jadi ular sanca, ular piton. Ini mau nawar lagi, saya pikir ini gak masuk akal kalau dikelola seperti itu," kata Ahok.
(uka)