Memanen Keuntungan dari Hidroponik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berada di lahan yang sempit, bukan berarti bisnis tanaman hidroponik tidak menjanjikan. Jika ditekuni dengan baik, usaha bercocok tanam dengan media air ini mampu menghasilkan keuntungan besar.
Bisnis tanaman hidroponik merupakan bisnis tanaman sayur atau buah-buahan yang dilakukan pada lahan yang sempit. Berbeda dengan bisnis? tanaman pada lahan konvensional, hidroponik bisa menggunakan media tanam khusus agar dapat tumbuh dengan baik di lahan terbatas.
Modal pembuatan hidroponik ini sangat tergantung dengan model yang diinginkan. Semakin tinggi atau banyaknya tingkat, biayanya tentu akan semakin mahal dan tergantung jumlah pipa PVC yang dipakai. Kisaran biayanya bisa menghabiskan Rp1juta hingga Rp1,5 juta. (Baca: Penjelasan Satgas Soal Angka Kematian Corona Simpang Siur)
"Kalau untuk pemula, sekadar hobi dan memenuhi kebutuhan sayuran untuk dapur sendiri, bisa mulai dengan ukuran 1x4 meter. Bahkan bisa 1x2 meter dengan dibuat meninggi ke atas. Untuk biaya instalasinya bisa habis sekitar Rp1,5 juta," ujar Putri Dewi Guna, pemilik Kaya Hidrofarm.
Dalam satu bulan Putri mampu menjual 300 sampai 700 produk. Sebagian besar pembelinya berasal dari luar kota seperti Makassar, Banjarmasin, Bali, Surabaya, dan Jakarta dengan omzet per bulannya mencapai Rp 50 juta.
Pengusaha lainnya yang juga jeli memanfaatkan peluang usaha hidroponik ini adalah Rudi Setiawan. Pemilik Sanggar Hidroponik Jaya itu menjual kebutuhan budi daya hidroponik mulai dari media tanam, bibit, nutrisi hingga tanaman hidroponik baik buah-buahan maupun sayuran dengan harga Rp13.000 sampai Rp138.000. Dari usahanya tersebut ia mampu meraih omzet hingga Rp15 juta per bulan.
Dari banyaknya omzet yang diperoleh, tidak aneh bila urban farming seperti hidroponik sudah banyak dikembangkan di berbagai negara. Australia, Jepang, dan Belanda sudah sangat maju menggunakan sistem ini. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Di Indonesia sendiri pembudidayaan hidroponik sebenarnya sudah pernah digagas Presiden Joko Widodo pada awal tahun 2014 lalu. Pada saat itu Rusunawa Marunda menjadi lokasi pertama proyek Rumah Hidroponik. Lewat program ini beberapa petani yang berada di dalam Rumah Hidroponik tersebut mampu mendapatkan omzet hingga Rp15 juta per bukan. Namun, pada Desember 2017, Rumah Hidroponik tersebut tidak lagi dilanjutkan karena kurangnya perawatan. (Baca juga: Inilah Tips Melawan Rasa Malas Beribadah)
Pengembangan bisnis hidroponik pun kini dilanjutkan dengan adanya program yang dicanangkan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), yaitu program Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP).
"Anak muda yang mau terjun di bidang pertanian bisa punya peluang kehidupan dan ekonomi yang lebih baik. Apalagi dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia," ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri.
Selain itu hidroponik dapat menjadi sebuah model alternatif yang bisa diandalkan. Karena tanaman yang dihasilkan memiliki kualitas yang bisa lebih menjamin daya saing. "Artinya pertanian ini bisa jadi alternatif untuk daya saing. Terlebih lagi semua negara berkembang sudah menerapkan system hidroponik, khususnya yang memiliki tanah sempit seperti Singapura," jelasnya.
Di Singapura, hampir 50% model pertaniannya sudah memakai sistem hidroponik sehingga apabila ingin mengekspor sayuran hidroponik ke negara tersebut akan lebih mudah daripada mengekspor sayuran yang dihasilkan secara konvensional. Bahkan di Singapura dan Jepang pertanian hidroponik sudah mencapai tahap plant factory, yaitu keakurasian bentuk serta rasa bisa dikontrol dengan baik.
Salah satu kelebihan dari pertanian hidroponik adalah lebih mudah dan bisa dilakukan kapan saja tanpa mengenal musim. Hal ini sangat berbeda dengan sistem pertanian menggunakan tanah sebagai media tanam yang memerlukan berbagai persiapan seperti mengolah tanah dan persiapan lain. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Memiliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
Karena kepraktisan dan keuntungan yang dijanjikan dari hidroponik, tidak aneh bila saat ini banyak ?marketplace yang menawarkan paket instalasi hidroponik? pipa paralon dengan harga bervariasi. Sebagai contoh, media tanam dengan menggunakan pipa 2,5 tipe D, panjang 100 cm, lebar 50 cm, tinggi 90 cm, serta jumlah lubang 44 dijual seharga Rp 1,1 juta.
Sementara itu banyak juga yang menawarkan paket instalasi hidroponik lengkap yang dijual di bawah harga Rp1 juta, tetapi dihadirkan dengan spesifikasi yang lebih sederhana. "Kini semakin banyak masyarakat yang mengenal sayuran hidroponik dan merasakan kelebihannya, makanya permintaan juga mulai banyak sehingga pertanian sistem hidroponik ini juga semakin dilirik sebagai sebuah peluang usaha yang menjanjikan," ujar praktisi hidroponik Ginanjar Ibnu Tamimi.
Kualitas sayur yang lebih baik membuat harga sayuran hidroponik relatif lebih mahal. Namun faktor itulah yang membuat sayur-mayur yang dihasilkan dari kebun hidroponik memiliki segmen pasar tersendiri.
Terlebih lagi saat pandemi seperti ini, kesadaran akan hidup sehat meningkat sehingga permintaan pasar sayur hidroponik pun meningkat hingga 50%. Hal ini karena sayur hidroponik berbeda dengan sayur yang di jual di pasar.
"Selain dari perseorangan, peminat sayur hidroponik banyak juga dari restoran dan hotel. Kalau untuk persentasenya restoran sekitar 30%, hotel 60%, perseorangan 10%,”ujar Ginanjar. (Baca juga: 4 Jenis Olahraga Ini Efektif Turunkan Kadar Kolesterol)
Dia mengungkapkan, di swalayan sudah ada yang memasok, tetapi belum terlalu banyak karena para petani hidroponik masih terkendala volume saat panen, juga keterbatasan biaya karena sayur hidroponik tidak bisa bertahan lama. Begitu juga bila kita ingin melakukan ekspor masih terkendala masalah pengemasan dan pengirimannya," ungkap dia.
Selada, kale, dan berbagai jenis sawi seperti pakchoy, caisim, dan sawi putih masih menjadi sayuran hidroponik yang banyak diminati. Untuk satu kilogram kale harga jualnya bisa mencapai Rp120.000, ?selada Rp40.000, dan sawi Rp35.000.
"Kale menjadi komoditas utama para petani hidroponik. Selain nilai jualnya tinggi, permintaan akan sayuran ini masih sangat tinggi, baik lokal ataupun pasar luar negeri," tambah Ginanjar. (Lihat videonya: Istana Para Raja di Wilayah Sulses Berusia Ratusan Tahun)
Di sisi lain pemerintah terus mendorong pengembangan budi daya hidroponik di beberapa area terbuka seperti di ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) sebagai pencapaian ketahanan pangan di tingkat lokal. Anggota DPR Ahmad Syaikhu mengatakan, hidroponik dapat menjadi alternatif dalam mencapai ketahanan pangan di tingkat keluarga. Tapi harus ada inovasi teknologi agar hasilnya bisa benar-benar tercukupi. Sebab masyarakat kita masih memanfaatkan hidroponik sebatas hobi, hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya sebagai usaha pertanian.
"Kendalanya masih cukup banyak terkait dana untuk membuat hidroponik dan meningkatkan pengetahuan untuk meracik larutan hidroponik serta pemilihan jenis sayuran yang tepat," ungkapnya. (Aprilia S Andyna)
Bisnis tanaman hidroponik merupakan bisnis tanaman sayur atau buah-buahan yang dilakukan pada lahan yang sempit. Berbeda dengan bisnis? tanaman pada lahan konvensional, hidroponik bisa menggunakan media tanam khusus agar dapat tumbuh dengan baik di lahan terbatas.
Modal pembuatan hidroponik ini sangat tergantung dengan model yang diinginkan. Semakin tinggi atau banyaknya tingkat, biayanya tentu akan semakin mahal dan tergantung jumlah pipa PVC yang dipakai. Kisaran biayanya bisa menghabiskan Rp1juta hingga Rp1,5 juta. (Baca: Penjelasan Satgas Soal Angka Kematian Corona Simpang Siur)
"Kalau untuk pemula, sekadar hobi dan memenuhi kebutuhan sayuran untuk dapur sendiri, bisa mulai dengan ukuran 1x4 meter. Bahkan bisa 1x2 meter dengan dibuat meninggi ke atas. Untuk biaya instalasinya bisa habis sekitar Rp1,5 juta," ujar Putri Dewi Guna, pemilik Kaya Hidrofarm.
Dalam satu bulan Putri mampu menjual 300 sampai 700 produk. Sebagian besar pembelinya berasal dari luar kota seperti Makassar, Banjarmasin, Bali, Surabaya, dan Jakarta dengan omzet per bulannya mencapai Rp 50 juta.
Pengusaha lainnya yang juga jeli memanfaatkan peluang usaha hidroponik ini adalah Rudi Setiawan. Pemilik Sanggar Hidroponik Jaya itu menjual kebutuhan budi daya hidroponik mulai dari media tanam, bibit, nutrisi hingga tanaman hidroponik baik buah-buahan maupun sayuran dengan harga Rp13.000 sampai Rp138.000. Dari usahanya tersebut ia mampu meraih omzet hingga Rp15 juta per bulan.
Dari banyaknya omzet yang diperoleh, tidak aneh bila urban farming seperti hidroponik sudah banyak dikembangkan di berbagai negara. Australia, Jepang, dan Belanda sudah sangat maju menggunakan sistem ini. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Di Indonesia sendiri pembudidayaan hidroponik sebenarnya sudah pernah digagas Presiden Joko Widodo pada awal tahun 2014 lalu. Pada saat itu Rusunawa Marunda menjadi lokasi pertama proyek Rumah Hidroponik. Lewat program ini beberapa petani yang berada di dalam Rumah Hidroponik tersebut mampu mendapatkan omzet hingga Rp15 juta per bukan. Namun, pada Desember 2017, Rumah Hidroponik tersebut tidak lagi dilanjutkan karena kurangnya perawatan. (Baca juga: Inilah Tips Melawan Rasa Malas Beribadah)
Pengembangan bisnis hidroponik pun kini dilanjutkan dengan adanya program yang dicanangkan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), yaitu program Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP).
"Anak muda yang mau terjun di bidang pertanian bisa punya peluang kehidupan dan ekonomi yang lebih baik. Apalagi dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia," ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri.
Selain itu hidroponik dapat menjadi sebuah model alternatif yang bisa diandalkan. Karena tanaman yang dihasilkan memiliki kualitas yang bisa lebih menjamin daya saing. "Artinya pertanian ini bisa jadi alternatif untuk daya saing. Terlebih lagi semua negara berkembang sudah menerapkan system hidroponik, khususnya yang memiliki tanah sempit seperti Singapura," jelasnya.
Di Singapura, hampir 50% model pertaniannya sudah memakai sistem hidroponik sehingga apabila ingin mengekspor sayuran hidroponik ke negara tersebut akan lebih mudah daripada mengekspor sayuran yang dihasilkan secara konvensional. Bahkan di Singapura dan Jepang pertanian hidroponik sudah mencapai tahap plant factory, yaitu keakurasian bentuk serta rasa bisa dikontrol dengan baik.
Salah satu kelebihan dari pertanian hidroponik adalah lebih mudah dan bisa dilakukan kapan saja tanpa mengenal musim. Hal ini sangat berbeda dengan sistem pertanian menggunakan tanah sebagai media tanam yang memerlukan berbagai persiapan seperti mengolah tanah dan persiapan lain. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Memiliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
Karena kepraktisan dan keuntungan yang dijanjikan dari hidroponik, tidak aneh bila saat ini banyak ?marketplace yang menawarkan paket instalasi hidroponik? pipa paralon dengan harga bervariasi. Sebagai contoh, media tanam dengan menggunakan pipa 2,5 tipe D, panjang 100 cm, lebar 50 cm, tinggi 90 cm, serta jumlah lubang 44 dijual seharga Rp 1,1 juta.
Sementara itu banyak juga yang menawarkan paket instalasi hidroponik lengkap yang dijual di bawah harga Rp1 juta, tetapi dihadirkan dengan spesifikasi yang lebih sederhana. "Kini semakin banyak masyarakat yang mengenal sayuran hidroponik dan merasakan kelebihannya, makanya permintaan juga mulai banyak sehingga pertanian sistem hidroponik ini juga semakin dilirik sebagai sebuah peluang usaha yang menjanjikan," ujar praktisi hidroponik Ginanjar Ibnu Tamimi.
Kualitas sayur yang lebih baik membuat harga sayuran hidroponik relatif lebih mahal. Namun faktor itulah yang membuat sayur-mayur yang dihasilkan dari kebun hidroponik memiliki segmen pasar tersendiri.
Terlebih lagi saat pandemi seperti ini, kesadaran akan hidup sehat meningkat sehingga permintaan pasar sayur hidroponik pun meningkat hingga 50%. Hal ini karena sayur hidroponik berbeda dengan sayur yang di jual di pasar.
"Selain dari perseorangan, peminat sayur hidroponik banyak juga dari restoran dan hotel. Kalau untuk persentasenya restoran sekitar 30%, hotel 60%, perseorangan 10%,”ujar Ginanjar. (Baca juga: 4 Jenis Olahraga Ini Efektif Turunkan Kadar Kolesterol)
Dia mengungkapkan, di swalayan sudah ada yang memasok, tetapi belum terlalu banyak karena para petani hidroponik masih terkendala volume saat panen, juga keterbatasan biaya karena sayur hidroponik tidak bisa bertahan lama. Begitu juga bila kita ingin melakukan ekspor masih terkendala masalah pengemasan dan pengirimannya," ungkap dia.
Selada, kale, dan berbagai jenis sawi seperti pakchoy, caisim, dan sawi putih masih menjadi sayuran hidroponik yang banyak diminati. Untuk satu kilogram kale harga jualnya bisa mencapai Rp120.000, ?selada Rp40.000, dan sawi Rp35.000.
"Kale menjadi komoditas utama para petani hidroponik. Selain nilai jualnya tinggi, permintaan akan sayuran ini masih sangat tinggi, baik lokal ataupun pasar luar negeri," tambah Ginanjar. (Lihat videonya: Istana Para Raja di Wilayah Sulses Berusia Ratusan Tahun)
Di sisi lain pemerintah terus mendorong pengembangan budi daya hidroponik di beberapa area terbuka seperti di ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) sebagai pencapaian ketahanan pangan di tingkat lokal. Anggota DPR Ahmad Syaikhu mengatakan, hidroponik dapat menjadi alternatif dalam mencapai ketahanan pangan di tingkat keluarga. Tapi harus ada inovasi teknologi agar hasilnya bisa benar-benar tercukupi. Sebab masyarakat kita masih memanfaatkan hidroponik sebatas hobi, hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya sebagai usaha pertanian.
"Kendalanya masih cukup banyak terkait dana untuk membuat hidroponik dan meningkatkan pengetahuan untuk meracik larutan hidroponik serta pemilihan jenis sayuran yang tepat," ungkapnya. (Aprilia S Andyna)
(ysw)