Menakar Potensi Ekonomi dari Hutan Mangrove Bintuni
loading...
A
A
A
BINTUNI - Hutan mangrove Teluk Bintuni , Papua Barat menyimpan kekayaan yang luar biasa. Dengan luasan yang mencakup 10% dari seluruh wilayah mangrove di Indonesia, potensi ekonomi yang dimiliki oleh kandungan hutan mangrove Teluk Bintuni mampu memberikan nilai lebih bagi masyarakatnya.
Ada tiga biota mangrove yang menjadi tumpuan masyarakat sekitar: Udang jerbung (Penaeidae), kepiting bakau (Geryonidae) dan kakap (Scianidae). Ketiga biota ini memberikan kontribusi besar bagi nilai ekspor produk perikanan di Teluk Bintuni.
(Baca Juga: Menunggu Asa Manis Biji Kopi Bintuni )
Namun, produk perikanan ini masih minim pengolahan menjadi produk makanan yang dapat memberikan nilai tambah. Pengolahan produk perikanan dapat menjadi nilai tambah bagi perekonomian masyarakat. Tentunya dengan memperhatikan aspek kebersihan, pengolahan yang apik, serta kemasan yang menarik.
Kepiting bakau, sebagai salah satu komoditas andalan dari Teluk Bintuni, terutama di Pulau Babo atau yang lebih dikenal sebagai Distrik Babo, bisa memberikan nilai tambah jika bentuk komoditas ini menjadi makanan olahan dengan berbagai variasi yang menarik. Kerupuk salah satunya.
Bupati Teluk Bintuni, Ir Petrus Kasihiw, MT pada sejumlah kunjungan kerjanya mengungkapkan keinginan mengembangkan produk-produk perikanan ini menjadi processed food atau produk makanan olahan.
“Hasil perikanan kita mulai dari kepiting, udang dan ikan kakap ini punya potensi menjadi produk ekspor makanan olahan ke depannya. Saya ingin menggeliatkan UMKM sebagai core business dari produk makanan olahan ini. Contohnya Kerupuk ikan, kepiting dan udang,” kata Petrus.
Kepiting yang ditemui di Teluk Bintuni hanya dihargai Rp10 ribu per ekornya. Menilik dari penjualan mentah ini, tentunya tidak akan memberikan nilai tambah yang begitu signifikan bagi masyarakat dan nelayan.
Demikian pula udang dan ikan kakap. Oleh karena itu, Petrus mulai mengajak peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk memberikan penyuluhan atau pelatihan mengenai bagaimana pengolahan kepiting udang dan ikan, agar menjadi produk makanan siap saji yang dapat bertahan sebagai komoditas ekspor maupun distribusi skala nasional.
(Baca Juga: Kabar Gembira, Ekspor Perikanan ke Jepang Kini Bisa Langsung dari Manado )
Ada tiga biota mangrove yang menjadi tumpuan masyarakat sekitar: Udang jerbung (Penaeidae), kepiting bakau (Geryonidae) dan kakap (Scianidae). Ketiga biota ini memberikan kontribusi besar bagi nilai ekspor produk perikanan di Teluk Bintuni.
(Baca Juga: Menunggu Asa Manis Biji Kopi Bintuni )
Namun, produk perikanan ini masih minim pengolahan menjadi produk makanan yang dapat memberikan nilai tambah. Pengolahan produk perikanan dapat menjadi nilai tambah bagi perekonomian masyarakat. Tentunya dengan memperhatikan aspek kebersihan, pengolahan yang apik, serta kemasan yang menarik.
Kepiting bakau, sebagai salah satu komoditas andalan dari Teluk Bintuni, terutama di Pulau Babo atau yang lebih dikenal sebagai Distrik Babo, bisa memberikan nilai tambah jika bentuk komoditas ini menjadi makanan olahan dengan berbagai variasi yang menarik. Kerupuk salah satunya.
Bupati Teluk Bintuni, Ir Petrus Kasihiw, MT pada sejumlah kunjungan kerjanya mengungkapkan keinginan mengembangkan produk-produk perikanan ini menjadi processed food atau produk makanan olahan.
“Hasil perikanan kita mulai dari kepiting, udang dan ikan kakap ini punya potensi menjadi produk ekspor makanan olahan ke depannya. Saya ingin menggeliatkan UMKM sebagai core business dari produk makanan olahan ini. Contohnya Kerupuk ikan, kepiting dan udang,” kata Petrus.
Kepiting yang ditemui di Teluk Bintuni hanya dihargai Rp10 ribu per ekornya. Menilik dari penjualan mentah ini, tentunya tidak akan memberikan nilai tambah yang begitu signifikan bagi masyarakat dan nelayan.
Demikian pula udang dan ikan kakap. Oleh karena itu, Petrus mulai mengajak peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk memberikan penyuluhan atau pelatihan mengenai bagaimana pengolahan kepiting udang dan ikan, agar menjadi produk makanan siap saji yang dapat bertahan sebagai komoditas ekspor maupun distribusi skala nasional.
(Baca Juga: Kabar Gembira, Ekspor Perikanan ke Jepang Kini Bisa Langsung dari Manado )