Waktu Libur dalam UU Cipta Kerja Cuma Hari Minggu? Airlangga Bilang Apa Ya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait polemik Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang menimbulkan banyak kesimpang siuran. Salah satunya adalah mengenai waktu kerja buruh atau pekerja .
Menurut Airlangga, waktu kerja tetap mengacu pada aturan lama. Sementara untuk pekerjaan yang mebutuhkan fleksibilitas seperti e-commerce diatur sesuai dengan pasal 77 dalam UU Cipta Kerja.
(Baca Juga: UU Cipta Kerja Sudah Sah, Karyawan Jangan Ngarep Dapat Jatah Libur Panjang )
Sebagai gambaran, berdasarkan pasal 78 ayat (1) poin b UU Cipta Kerja, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Sebelumnya pada pasal 78 ayat (1) poin b UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam waktu 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Selain itu ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur yang sebelumnya diatur dengan Keputusan Menteri menjadi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sementara dalam UU Cipta Kerja juga menghilangkan poin a pada pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 terkait waktu kerja.
(Baca Juga: UU Cipta Kerja Potong Hari Libur Karyawan, Menaker Ida Tidak Mengelak )
Seperti tercantum pada pasal 77 ayat 2 UU Cipta Kerja, waktu kerja paling lama 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu. Terlebih, terdapat tambahan pasal 77 A pada UU Cipta Kerja yang menyatakan jika pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan pada pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.
Disebutkan pada pasal 77 A ayat (2) bahwa waktu kerja ini dilaksanakan berdasarkan skema periode kerja. Dengan demikian, pekerja pada sektor tertentu bisa saja bekerja lebih dari delapan jam per hari.
“Kemudian yang terkait dengan waktu kerja istirahat minggu tetap seperti UU lama sementara yang sifatnya tertentu dan membutuhkan fleksibilitas seperti e-commerce itu diatur Sesuai dengan pasal 77,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Airlangga menambahkan, perusahaan juga wajib memberikan cuti dan waktu istirahat kepada para pekerjanya. Cuti yang dimaksud termasuk juga melahirkan menyusui hingga haid.
“Kemudian ditegaskan perusahaan wajib memberikan cuti dan waktu istirahat, wajib memberikan waktu ibadah, demikian juga dengan terkait dengan cuti-cuti baik untuk melahirkan menyusui dan haid tetap sesuai dengan undang-undang tidak dihapus,” jelasnya.
Menurut Airlangga, waktu kerja tetap mengacu pada aturan lama. Sementara untuk pekerjaan yang mebutuhkan fleksibilitas seperti e-commerce diatur sesuai dengan pasal 77 dalam UU Cipta Kerja.
(Baca Juga: UU Cipta Kerja Sudah Sah, Karyawan Jangan Ngarep Dapat Jatah Libur Panjang )
Sebagai gambaran, berdasarkan pasal 78 ayat (1) poin b UU Cipta Kerja, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Sebelumnya pada pasal 78 ayat (1) poin b UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam waktu 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Selain itu ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur yang sebelumnya diatur dengan Keputusan Menteri menjadi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sementara dalam UU Cipta Kerja juga menghilangkan poin a pada pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 terkait waktu kerja.
(Baca Juga: UU Cipta Kerja Potong Hari Libur Karyawan, Menaker Ida Tidak Mengelak )
Seperti tercantum pada pasal 77 ayat 2 UU Cipta Kerja, waktu kerja paling lama 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu. Terlebih, terdapat tambahan pasal 77 A pada UU Cipta Kerja yang menyatakan jika pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan pada pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.
Disebutkan pada pasal 77 A ayat (2) bahwa waktu kerja ini dilaksanakan berdasarkan skema periode kerja. Dengan demikian, pekerja pada sektor tertentu bisa saja bekerja lebih dari delapan jam per hari.
“Kemudian yang terkait dengan waktu kerja istirahat minggu tetap seperti UU lama sementara yang sifatnya tertentu dan membutuhkan fleksibilitas seperti e-commerce itu diatur Sesuai dengan pasal 77,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Airlangga menambahkan, perusahaan juga wajib memberikan cuti dan waktu istirahat kepada para pekerjanya. Cuti yang dimaksud termasuk juga melahirkan menyusui hingga haid.
“Kemudian ditegaskan perusahaan wajib memberikan cuti dan waktu istirahat, wajib memberikan waktu ibadah, demikian juga dengan terkait dengan cuti-cuti baik untuk melahirkan menyusui dan haid tetap sesuai dengan undang-undang tidak dihapus,” jelasnya.
(akr)