UU Cipta Kerja Lindungi Lahan dan Jadikan Petani Tuan Rumah di Negeri Sendiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagian pihak skeptis dan cenderung menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law tanpa membaca secara utuh kemanfaatannya. Namun, jika dicermati dengan baik, UU Cipta Kerja ini dinilai memberikan perlindungan terhadap lahan dan sektor pertanian serta bisa menyejahterahkan kalangan petani.
(Baca Juga: Simak! UU Cipta Kerja Tidak Merampas Tanah Rakyat )
Ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara menyatakan, meski semangat utama omnibus law itu adalah penciptaan lapangan kerja, namun jika aktivitas itu harus mengubah peruntukan lahan pertanian, maka pemerintah wajib menggantinya.
"Demi kepentingan terbukanya lapangan pekerjaan, alih fungsi lahan pertanian itu mungkin saja terjadi. Tapi pemerintah tetap diikat oleh aturan, bahwa (pemerintah) bertanggung jawab pada produksi pangan dalam negeri," kata Surya di Jakarta, Kamis (29/10/2020).
"Secara tidak langsung itu mewajibkan pemerintah harus membuka lahan pertanian baru untuk mengganti lahan yang sudah dialihfungsikan tadi," tambahnya.
Ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 31 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 19 UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Dan, pasal 124 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 44 UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
(Baca Juga: Jokowi: Jika Mau Sekolahkan Sertifikat di Bank Jangan Dipakai Beli Mobil )
Dengan ketentuan itu, lanjut Surya, maka penciptaan lapangan kerja dan perlindungan lahan pertanian dapat berjalan beriringan. Meskipun, harusnya pemerintah juga membuat masterplan antara mana kawasan pertanian dan mana kawasan industri.
Selain itu, Surya mengatakan, UU Cipta Kerja juga dinilai berdampak positif pada kesejahteraan petani. Pasalnya, pemerintah diwajibkan untuk memprioritaskan hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional, baru kemudian impor pangan, untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional.
"Jadi bukan impor yang menjadi prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi produksi dalam negeri," ungkap Alumni UIN Jakarta ini.
(Baca Juga: Simak! UU Cipta Kerja Tidak Merampas Tanah Rakyat )
Ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara menyatakan, meski semangat utama omnibus law itu adalah penciptaan lapangan kerja, namun jika aktivitas itu harus mengubah peruntukan lahan pertanian, maka pemerintah wajib menggantinya.
"Demi kepentingan terbukanya lapangan pekerjaan, alih fungsi lahan pertanian itu mungkin saja terjadi. Tapi pemerintah tetap diikat oleh aturan, bahwa (pemerintah) bertanggung jawab pada produksi pangan dalam negeri," kata Surya di Jakarta, Kamis (29/10/2020).
"Secara tidak langsung itu mewajibkan pemerintah harus membuka lahan pertanian baru untuk mengganti lahan yang sudah dialihfungsikan tadi," tambahnya.
Ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 31 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 19 UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Dan, pasal 124 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 44 UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
(Baca Juga: Jokowi: Jika Mau Sekolahkan Sertifikat di Bank Jangan Dipakai Beli Mobil )
Dengan ketentuan itu, lanjut Surya, maka penciptaan lapangan kerja dan perlindungan lahan pertanian dapat berjalan beriringan. Meskipun, harusnya pemerintah juga membuat masterplan antara mana kawasan pertanian dan mana kawasan industri.
Selain itu, Surya mengatakan, UU Cipta Kerja juga dinilai berdampak positif pada kesejahteraan petani. Pasalnya, pemerintah diwajibkan untuk memprioritaskan hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional, baru kemudian impor pangan, untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional.
"Jadi bukan impor yang menjadi prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi produksi dalam negeri," ungkap Alumni UIN Jakarta ini.