Aktivis Buruh Sebut Keputusan UMP Tak Naik Tidak Beralasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aktivis buruh menilai alasan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menaker perihal ketentuan upah minimum provinsi (UMP) 2021 ihwal standar upah tahun depan yang dipastikan tak naik alias tetap sama dengan 2020, tidak beralasan.
Aktivis buruh Mirah Sumirat membantah bahwa kondisi cash flow sejumlah perusahaan saat ini mengalami kontraksi. Artinya, ada sejumlah perusahaan justru mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19 .
Dia merinci korporasi yang mengalami kenaikan pendapatan selama masa pandemi Covid-19 adalah sektor perkebunan, sektor makanan, sektor kesehatan, sektor logistik, gas, dan air minum. Perseroan ini tersebar di beberapa daerah seperti di provinsi Aceh, Sumatera, Kalimantan, Riau, dan Jawa Barat.
"Saya mendapat data bahwa tidak semua perusahaan mengalami kerugian, sektor perkebunan, sektor makanan, sektor kesehatan, sektor logistik, gas, air minum itu justru malah stabil pendapatannya," ujar Mira dalam Webinar, Jumat (30/10/2020).
( )
Karena itu, kalangan buruh menilai SE Nomor M/11/HK.04/2020 yang ditujukan kepada gubernur se-Indonesia tersebut sangat merugikan buruh atau pekerja.
Bahkan, mereka menilai Pemerintah terkesan lebih mengakomodir kepentingan pengusaha dari pada para pekerjaan. Mirah Sumirat menyebut, harusnya, ada jalan tengah yang diambil oleh pemerintah terkait hal tersebut.
"Ini membuat kerugian bagi kalangan pekerja atau buruh. Pemerintah sepertinya hanya mengakomodir kepentingan kalangan pengusaha, sikap bijaksana ini sepertinya tidak ada," kata dia.
Sebelumnya, Ida Fauziyah memperkirakan penundaan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2021 bisa mempengaruhi daya beli pekerja ataupun buruh. Meski begitu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tetap menyiapkan strategi untuk mendorong daya beli para pekerja.
Ida mengatakan, salah satu langkah untuk mendorong daya beli dengan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi gaji Rp600.000 per bulan. Bahkan, pemerintah berencana memperpanjang program tersebut hingga tahun 2021.
"Konsumsi masyarakat menurun iya benar, itu memang UMP tidak dinaikan dalam Surat Edaran tersebut. Tapi kami meminta untuk tidak menaikan (UMP) bukan berarti pemerintah diam begitu saja karena sampai sekarang masih memberikan subsidi kepada para pekerja dalam bentuk subsidi upah atau gaji," ujar Ida.
Dia beralasan kebijakan tersebut diambil lantaran melihat kondisi cash flow sejumlah perusahaan saat ini. Mayoritas korporasi tidak mampu memenuhi pembayaran UMP bila dinaikkan.
( )
"Saya sampaikan bahwa perusahaan rata-rata tidak bisa memenuhi pembayaran UMP dan memang itu membuat daya beli para pekerja kita dan masyarakat secara keseluruhan menurun," kata dia.
Dengan begitu, kebijakan penundaan kenaikan UMP 2021 dinilai cukup efektif jika diiringi pemberian stimulus berupa subsidi gaji. "Jadi ini salah satu cara kita agar daya beli para pekerja kita tetap ada dan saya melihat sendiri teman teman pekerja kita terbantu dengan subsidi gaji ini," ujar Ida.
Simak Video: Tidak Ada Kenaikan UMP, Pemerintah Janji Beri Subsidi Gaji Buruh
Aktivis buruh Mirah Sumirat membantah bahwa kondisi cash flow sejumlah perusahaan saat ini mengalami kontraksi. Artinya, ada sejumlah perusahaan justru mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19 .
Dia merinci korporasi yang mengalami kenaikan pendapatan selama masa pandemi Covid-19 adalah sektor perkebunan, sektor makanan, sektor kesehatan, sektor logistik, gas, dan air minum. Perseroan ini tersebar di beberapa daerah seperti di provinsi Aceh, Sumatera, Kalimantan, Riau, dan Jawa Barat.
"Saya mendapat data bahwa tidak semua perusahaan mengalami kerugian, sektor perkebunan, sektor makanan, sektor kesehatan, sektor logistik, gas, air minum itu justru malah stabil pendapatannya," ujar Mira dalam Webinar, Jumat (30/10/2020).
( )
Karena itu, kalangan buruh menilai SE Nomor M/11/HK.04/2020 yang ditujukan kepada gubernur se-Indonesia tersebut sangat merugikan buruh atau pekerja.
Bahkan, mereka menilai Pemerintah terkesan lebih mengakomodir kepentingan pengusaha dari pada para pekerjaan. Mirah Sumirat menyebut, harusnya, ada jalan tengah yang diambil oleh pemerintah terkait hal tersebut.
"Ini membuat kerugian bagi kalangan pekerja atau buruh. Pemerintah sepertinya hanya mengakomodir kepentingan kalangan pengusaha, sikap bijaksana ini sepertinya tidak ada," kata dia.
Sebelumnya, Ida Fauziyah memperkirakan penundaan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2021 bisa mempengaruhi daya beli pekerja ataupun buruh. Meski begitu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tetap menyiapkan strategi untuk mendorong daya beli para pekerja.
Ida mengatakan, salah satu langkah untuk mendorong daya beli dengan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi gaji Rp600.000 per bulan. Bahkan, pemerintah berencana memperpanjang program tersebut hingga tahun 2021.
"Konsumsi masyarakat menurun iya benar, itu memang UMP tidak dinaikan dalam Surat Edaran tersebut. Tapi kami meminta untuk tidak menaikan (UMP) bukan berarti pemerintah diam begitu saja karena sampai sekarang masih memberikan subsidi kepada para pekerja dalam bentuk subsidi upah atau gaji," ujar Ida.
Dia beralasan kebijakan tersebut diambil lantaran melihat kondisi cash flow sejumlah perusahaan saat ini. Mayoritas korporasi tidak mampu memenuhi pembayaran UMP bila dinaikkan.
( )
"Saya sampaikan bahwa perusahaan rata-rata tidak bisa memenuhi pembayaran UMP dan memang itu membuat daya beli para pekerja kita dan masyarakat secara keseluruhan menurun," kata dia.
Dengan begitu, kebijakan penundaan kenaikan UMP 2021 dinilai cukup efektif jika diiringi pemberian stimulus berupa subsidi gaji. "Jadi ini salah satu cara kita agar daya beli para pekerja kita tetap ada dan saya melihat sendiri teman teman pekerja kita terbantu dengan subsidi gaji ini," ujar Ida.
Simak Video: Tidak Ada Kenaikan UMP, Pemerintah Janji Beri Subsidi Gaji Buruh
(ind)