Memotong Rantai Kemiskinan Dampak dari Pandemi Covid-19

Jum'at, 06 November 2020 - 08:08 WIB
loading...
Memotong Rantai Kemiskinan...
Pandemi corona (Covid-19) telah membuat angka pengangguran melonjak tajam. Jika masalah ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan angka kemiskinan akan bertambah banyak. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Pandemi corona (Covid-19) telah membuat angka pengangguran melonjak tajam. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada sekitar 3,5 juta pekerja yang terkena PHK. Jika masalah ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan angka kemiskinan di Indonesia akan semakin bertambah banyak.



Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Agustus 2020 jumlah pengangguran naik 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang. Perinciannya, terdapat 29,12 juta orang (14,28% penduduk usia kerja) yang terdampak Covid-19. Jumlah tersebut terdiri atas pengangguran karena Covid-19 2,56 juta orang, bukan angkatan kerja (BAK) karena Covid-19 760.000 orang. Adapun yang tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,77 juta orang dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 mencapai 24,03 juta orang. (Baca: Amalan Ringan Ini Bisa Menjadi Pembuka Berkah)

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 7,07% atau meningkat 1,84% poin bila dibandingkan dengan Agustus 2019. "Ini meningkat 1,84% poin dibandingkan dengan Agustus 2019," kata Suhariyanto dalam video virtual kemarin.

Dalam setahun terakhir, persentase pekerja setengah penganggur dan persentase pekerja paruh waktu naik masing-masing sebesar 3,77% poin dan 3,42% poin.

Sementara itu angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 138,22 juta orang, naik 2,36 juta orang bila dibandingkan dengan Agustus 2019. Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,24% poin. "Penduduk yang bekerja sebanyak 128,45 juta orang, turun 0,31 juta orang dari Agustus 2019," paparnya.

Dari data BPS tersebut, untuk menekan angka kemiskinan bertambah besar seiring terjadinya PHK secara massal, pemerintah terus berupaya menggelontorkan berbagai program. Mulai dari bantuan langsung tunai (BLT), Kartu Prakerja hingga bantuan sembako.

Namun ada satu hal lagi yang bisa jadi teroboson bagi pemerintah untuk memerangi kemiskinan dan ketimpangan. Menurut pengamat ekonomi dari Indef Nailul Huda, salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah adalah menerbitkan aturan pajak kekayaan. (Baca juga: Mendikbud Sosialisasikan Perubahan Skema Dana Bos)

"Orang-orang kaya di Indonesia diberi pajak sebagai alat pengentasan (masyarakat dari) kemiskinan. Hal-hal seperti ini yang tidak ditangkap oleh pemerintah dalam reformasi perpajakan UU Cipta Kerja," ujar Nailul kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.

Nailul menjelaskan, usulan pajak kekayaan atau wealth tax sangat dibutuhkan Indonesia. Menurutnya selama ini orang kaya hanya diberikan pajak berupa pajak penghasilan ataupun pajak lainnya yang masih berupa aktivitas ekonomi.

"Namun belum ada pajak yang khusus untuk kekayaan baik bergerak maupun tidak bergerak yang dimiliki oleh seseorang. Semakin besar kekayaan seseorang akan semakin tinggi tarif wealth tax-nya. Jadi orang-orang kaya macam bos Djarum, bos TV akan dikenai pajak kekayaan di luar pajak penghasilan dan pajak yang sudah ada," paparnya.

Dia optimistis kebijakan ini sebagai salah satu instrumen memotong kemiskinan dan memperkecil ketimpangan. Indonesia harus mau berkaca selama ini para miliuner Indonesia bisa santai karena tidak dibebani oleh pajak kekayaan. "Mereka bisa saja bilang sudah setor pajak penghasilan, tetapi itu berkat dari kegiatan ekonomi yang berlangsung. Kekayaan yang selama ini dimiliki tidak dikenai pajak," tegasnya. (Baca juga: Deteksi Dini Penting untuk Antisipasi Diabetes)

Tidak hanya itu, dia juga mengusulkan akan lebih bagus bila instrumen itu diikuti dengan pajak warisan. Salah satu upaya memotong kemiskinan dan ketimpangan bisa dilakukan juga pajak warisan ini.

"Tentunya dengan batasan nominal tertentu. Jadi nanti anak dari konglomerat ketika memulai usaha dari harta warisan, kekuatan modal, pertamanya akan lebih rendah. Dengan begitu anak seorang toko kelontong yang tidak dikenakan pajak kekayaan dan warisan bisa bersaing dengan anak konglomerat tersebut," katanya.

Sementara itu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku bakal melakukan intervensi dalam mencegah peningkatan kemiskinan melalui instrumen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Menurut Menkeu jika tidak diintervensi dengan APBN, mata rantai kemiskinan sulit sekali diputus.

"Contohnya saja ada masyarakat paling miskin sebesar 20% itu kalau anaknya enggak imunisasi, kurang gizi, enggak sekolah, maka orang miskin akan menghasilkan anak-anak yang miskin juga. Jadi mereka enggak naik status sosialnya, maka harus dipotong tali kemiskinan antar generasi dengan menggunakan instrumen APBN," kata Sri Mulyani. (Baca juga: Resesi, Masyarakat Diminta Setop Belanja Kebutuhan Tak Penting)

Menurutnya, APBN merupakan kebijakan pemerintah yang diberikan kepada rakyat yang memiliki instrumen kebijakan mencapai mandat agar Indonesia bisa sejahtera. Apalagi saat ini pemerintah berikhtiar untuk menjalankan ekonomi dengan sehat dan tepat.

"Mandat dan tujuannya adalah mencapai masyarakat yang sejahtera, yang berkesinambungan. Jadi usahakan APBN enggak broken atau enggak rusak biar enggak jadi masalah," ungkapnya.

Terpisah, pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 ini, menekan angka kemiskinan bukanlah prioritas. Seharusnya yang menjadi fokus pemerintah adalah menanggulangi pandemi dan membantu mereka yang terdampak.

Khususnya yang terdampak masuk kelompok miskin. Karena di tengah pandemi kenaikan jumlah penduduk miskin sulit dielakkan. Akibat banyaknya PHK ataupun yang tidak bisa berusaha dan kehilangan pemasukan lalu jatuh miskin.

Kondisi ini tidak terelakkan semuanya karena pandemi. "Jadi fokusnya harus mengatasi sumber atau penyebab utamanya yaitu pandemi. Selama pandemi masih berlangsung, yang bisa dilakukan adalah memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak," bebernya. (Lihat videonya: Status Gunung Merapi Naik ke Level Siaga)

Anggota DPR Komisi XI Puteri Komarudin menambahkan potensi peningkatan angka kemiskinan sangat besar karena hampir semua sektor ekonomi terdampak pandemi. Namun program PEN yang dirumuskan saat ini dapat menjadi modal untuk menekan angka kemiskinan.

"Utamanya, bantuan sosial yang dialokasikan diharapkan dapat mencegah pelemahan daya beli bagi masyarakat yang rentan secara ekonomi," tandas Puteri. (Hafid Fuad/Rina Anggraeni)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2410 seconds (0.1#10.140)