Resesi Boleh Datang, RI Masih Punya Ruang Kerek Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia diresmikan mengalami resesi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin merilis pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2020 tercatat minus 3,49%. Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Puteri Anetta Komaruddin meminta fokus untuk memulihkan agregat demand (permintaan total untuk barang dan jasa akhir dalam suatu ekonomi) akibat pandemi ini.
“APBN Tahun 2020 masih memiliki ruang yang dapat dimanfaatkan untuk terus mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Misalnya, penyerapan belanja pemerintah yang pada kuartal III ini masih tumbuh positif. Maka, perlu kita jaga terus trennya hingga akhir tahun nanti,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (6/11/2020).
(Baca Juga: Ekonomi RI Resesi Gara-gara Horang Kayah Belum Jorjoran Belanja )
Sebelumnya, pada kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah lebih dulu minus 5,32%. Dimana sebenarnya kedatangan resesi sudah diprediksi jauh-jauh hari mengingat ekonomi nasional dan dunia masih mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.
Salah satu penyebab ekonomi minus dalam dua kuartal adalah ambruknya konsumsi rumah tangga . Sektor ini menyumbang 56% terhadap produk domestik bruto (PDB). Pemerintah sebenarnya sudah berusaha membangkitkan dengan berbagai stimulus, seperti bantuan untuk usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar Rp2,4 juta dan subsidi upah sebesar Rp2,4 juta.
Puteri menyoroti realisasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang masih belum maksimal. Sampai saat ini, dana PEN baru digunakan sekitar 49,5%.
“Maka dari itu, penyerapan dalam setiap sektornya perlu terus dikejar agar maksimal. Sebab, performa dari masing-masing sektor, baik kesehatan, perlindungan sosial, maupun usaha, berdampak dan saling berkaitan satu sama lain,” tuturnya.
(Baca Juga: Hey Orang Tajir! Yuk Bantu Ekonomi Indonesia, Jangan Cuman Disimpen Duitnya )
Pemerintah menurut Lulusan Universitas Melbourne itu, perlu meyakinkan masyarakat untuk tidak menahan konsumsi. Banyak kalangan menilai kelas bawah terdampak cukup parah. Sementara itu, masyarakat ekonomi kelas atas menahan uangnya.
“Pemerintah justru perlu mendorong masyarakat untuk belanja produk dalam negeri, utamanya dari UMKM lokal. Dengan begitu, kita bisa saling bahu-membahu untuk bangkit di tengah tantangan ini,” pungkasnya.
Lihat Juga: Temui Bos Perusahaan Raksasa di AS, Presiden Prabowo: Mereka Percaya dengan Ekonomi Indonesia
“APBN Tahun 2020 masih memiliki ruang yang dapat dimanfaatkan untuk terus mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Misalnya, penyerapan belanja pemerintah yang pada kuartal III ini masih tumbuh positif. Maka, perlu kita jaga terus trennya hingga akhir tahun nanti,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (6/11/2020).
(Baca Juga: Ekonomi RI Resesi Gara-gara Horang Kayah Belum Jorjoran Belanja )
Sebelumnya, pada kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah lebih dulu minus 5,32%. Dimana sebenarnya kedatangan resesi sudah diprediksi jauh-jauh hari mengingat ekonomi nasional dan dunia masih mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.
Salah satu penyebab ekonomi minus dalam dua kuartal adalah ambruknya konsumsi rumah tangga . Sektor ini menyumbang 56% terhadap produk domestik bruto (PDB). Pemerintah sebenarnya sudah berusaha membangkitkan dengan berbagai stimulus, seperti bantuan untuk usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar Rp2,4 juta dan subsidi upah sebesar Rp2,4 juta.
Puteri menyoroti realisasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang masih belum maksimal. Sampai saat ini, dana PEN baru digunakan sekitar 49,5%.
“Maka dari itu, penyerapan dalam setiap sektornya perlu terus dikejar agar maksimal. Sebab, performa dari masing-masing sektor, baik kesehatan, perlindungan sosial, maupun usaha, berdampak dan saling berkaitan satu sama lain,” tuturnya.
(Baca Juga: Hey Orang Tajir! Yuk Bantu Ekonomi Indonesia, Jangan Cuman Disimpen Duitnya )
Pemerintah menurut Lulusan Universitas Melbourne itu, perlu meyakinkan masyarakat untuk tidak menahan konsumsi. Banyak kalangan menilai kelas bawah terdampak cukup parah. Sementara itu, masyarakat ekonomi kelas atas menahan uangnya.
“Pemerintah justru perlu mendorong masyarakat untuk belanja produk dalam negeri, utamanya dari UMKM lokal. Dengan begitu, kita bisa saling bahu-membahu untuk bangkit di tengah tantangan ini,” pungkasnya.
Lihat Juga: Temui Bos Perusahaan Raksasa di AS, Presiden Prabowo: Mereka Percaya dengan Ekonomi Indonesia
(akr)