Transaksi Single Day Meledak, Ekonomi China Positif Pulih
loading...
A
A
A
JAKARTA - Festival belanja Singles Day benar-benar Meledak. Acara hari belanja nasional China yang digelar tahunan itu menghasilkan nilai perdagangan hingga USD115 miliar (Rp1.630 triliun, kurs 14.175 per dolar) untuk ritel online Alibaba dan JD.com. Kenaikan ini menunjukkan ekonomi China telah pulih pascapandemi Covid-19.
Seperti dilansir CNN, nilai total transaksi (gross merchandise value/GMV) Alibaba saja mencapai USD75 miliar (Rp1.061 triliun). Jumlah ini jauh melampaui transaksi USD38,4 miliar (Rp540 triliun) untuk platform e-commerce Alibaba pada tahun sebelumnya. (Baca: Kenali Ciri-ciri Rumah Tangga Diganggu Setan Dasim)
Tahun ini program 11.11 itu diawali dengan pre-sale selama tiga hari pada 1-3 November lalu menyusul tingginya antusiasme konsumen. “Nilai perdagangan pre-sale dan 11.11 senilai USD75 miliar mengindikasikan tingkat belanja masyarakat masih kuat dan bahkan tumbuh positif di China. Penawaran terhadap barang impor juga mencapai titik tertinggi. Ekonomi China telah pulih ke tingkat sebelum pandemi,” ucap Wakil CEO Alibaba, Joe Tsai.
Ahli ekonomi dari Forrester, Xiaofeng, juga menegaskan ekonomi masyarakat telah pulih menyusul ada program bantuan pemerintah dan transformasi bisnis. China bahkan menjadi satu-satunya negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua (Q2) dan Q3 ketika negara lain resesi.
Dengan ekonomi yang kuat, Xiaofeng tak heran Alibaba sukses mengalami kenaikan penjualan sebesar 26% dibandingkan tahun lalu. Pesaing Alibaba, JD.com, juga mengumumkan laporan serupa. JD.com mengalami kenaikan nilai penjualan sebesar 90% atau menjadi USD41 miliar (Rp580 triliun) daripada tahun lalu.
Para pebisnis, baik atas, menengah, ataupun bawah, juga senang dengan volume transaksi Singles Day mengingat bisnis terpukul cukup kuat selama pandemi. Bahkan, tak sedikit yang sukses melipatgandakan penjualannya. Survei Olver Wyman menunjukkan sekitar 86% konsumen China juga amat “haus” untuk berbelanja.
“Mayoritas konsumen China berbelanja ini itu seperti tidak ingin kehilangan kesempatan mendapatkan diskon,” kata Jacques Penhirin, mitra Wyman. Uniknya, sekalipun dilanda ketidakpastian ekonomi global, hanya sekitar 14% konsumen China yang menahan tabungan mereka untuk berbelanja selama Singles Day. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet, Nadiem Minta Kepsek Segera Unggah Surat Pernyataan)
Masyarakat kelas menengah China menjadikan Singles Day sebagai tempat untuk menghabiskan uang. Kebanyakan dari mereka menabung uang itu selama pandemi karena tak dapat bepergian akibat ada lockdown di berbagai daerah dan negara. Biasanya, mereka akan menghabiskan uang itu untuk berwisata.
Tahun lalu Alibaba telah meraup hingga 213,5 miliar yuan (Rp428,5 triliun) selama Singles Day dalam 16,5 jam. Minat belanja konsumen tidak terbendung, terutama untuk barang smartphone, pakaian, dan kosmetik. “Singles Day menjadi festival untuk mengukur kekuatan ekonomi China,” ujar ahli ekonomi Benson Ng.
Seperti dilansir SCMP, Singles Day saat ini berbeda dengan sebelumnya. Biasanya, pangsa pasar Singles Day dikuasai dan dimonopoli Tmall dan Taobao. Namun, kali ini Alibaba membentuk platform e-commerce business-to-business untuk menjaring konsumen internasional dari Amerika, Australia, dan Jepang. (Baca juga: Manfaat Produk Herbal untuk Ibu Hamil dan Menyusui)
Seperti dilansir CNN, nilai total transaksi (gross merchandise value/GMV) Alibaba saja mencapai USD75 miliar (Rp1.061 triliun). Jumlah ini jauh melampaui transaksi USD38,4 miliar (Rp540 triliun) untuk platform e-commerce Alibaba pada tahun sebelumnya. (Baca: Kenali Ciri-ciri Rumah Tangga Diganggu Setan Dasim)
Tahun ini program 11.11 itu diawali dengan pre-sale selama tiga hari pada 1-3 November lalu menyusul tingginya antusiasme konsumen. “Nilai perdagangan pre-sale dan 11.11 senilai USD75 miliar mengindikasikan tingkat belanja masyarakat masih kuat dan bahkan tumbuh positif di China. Penawaran terhadap barang impor juga mencapai titik tertinggi. Ekonomi China telah pulih ke tingkat sebelum pandemi,” ucap Wakil CEO Alibaba, Joe Tsai.
Ahli ekonomi dari Forrester, Xiaofeng, juga menegaskan ekonomi masyarakat telah pulih menyusul ada program bantuan pemerintah dan transformasi bisnis. China bahkan menjadi satu-satunya negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua (Q2) dan Q3 ketika negara lain resesi.
Dengan ekonomi yang kuat, Xiaofeng tak heran Alibaba sukses mengalami kenaikan penjualan sebesar 26% dibandingkan tahun lalu. Pesaing Alibaba, JD.com, juga mengumumkan laporan serupa. JD.com mengalami kenaikan nilai penjualan sebesar 90% atau menjadi USD41 miliar (Rp580 triliun) daripada tahun lalu.
Para pebisnis, baik atas, menengah, ataupun bawah, juga senang dengan volume transaksi Singles Day mengingat bisnis terpukul cukup kuat selama pandemi. Bahkan, tak sedikit yang sukses melipatgandakan penjualannya. Survei Olver Wyman menunjukkan sekitar 86% konsumen China juga amat “haus” untuk berbelanja.
“Mayoritas konsumen China berbelanja ini itu seperti tidak ingin kehilangan kesempatan mendapatkan diskon,” kata Jacques Penhirin, mitra Wyman. Uniknya, sekalipun dilanda ketidakpastian ekonomi global, hanya sekitar 14% konsumen China yang menahan tabungan mereka untuk berbelanja selama Singles Day. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet, Nadiem Minta Kepsek Segera Unggah Surat Pernyataan)
Masyarakat kelas menengah China menjadikan Singles Day sebagai tempat untuk menghabiskan uang. Kebanyakan dari mereka menabung uang itu selama pandemi karena tak dapat bepergian akibat ada lockdown di berbagai daerah dan negara. Biasanya, mereka akan menghabiskan uang itu untuk berwisata.
Tahun lalu Alibaba telah meraup hingga 213,5 miliar yuan (Rp428,5 triliun) selama Singles Day dalam 16,5 jam. Minat belanja konsumen tidak terbendung, terutama untuk barang smartphone, pakaian, dan kosmetik. “Singles Day menjadi festival untuk mengukur kekuatan ekonomi China,” ujar ahli ekonomi Benson Ng.
Seperti dilansir SCMP, Singles Day saat ini berbeda dengan sebelumnya. Biasanya, pangsa pasar Singles Day dikuasai dan dimonopoli Tmall dan Taobao. Namun, kali ini Alibaba membentuk platform e-commerce business-to-business untuk menjaring konsumen internasional dari Amerika, Australia, dan Jepang. (Baca juga: Manfaat Produk Herbal untuk Ibu Hamil dan Menyusui)