Meski Pandemi Milenial Bisa Berinvestasi Sembari Rebahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jari Anisa Gita Putri (25) tampak cekatan memainkan layar telepon selulernya. Dengan cepat dia memencet tombol-tombol di aplikasi salah satu sekuritas yang sudah terpasang di telpon pintar Samsung Galaxy Note 20 Ultra yang baru dibelinya sebulan yang lalu. Raut wajahnya tampak serius, bahkan terkadang tak ada kedipan di matanya saat memainkan layar smartphone-nya. ”Harga saham lagi murah, saatnya nambah lagi nih,”ujar Gita kepada teman sekantornya Fajar Al Jufri (27) Senin (30/11/2020).
(Baca Juga : Biar Nggak Salah, Nih 5 Istilah bagi Investor Saham Pemula )
Antusiasme Gita membuat Fajar penasaran. Maklum, meskipun lebih senior, namun Fajar mengaku tak tahu seluk beluk berinvestasi di pasar modal . ”Saya enggak terlalu mengerti, selama ini uang habis buat jajan. Tolong ajari dong Git,”pintanya. Dua anak muda itu bekerja di kantor yang sama, di perusahaan real estate di kawasan Serpong, Tangerang, Banten. Jika Gita tinggal di Karawaci, di rumah yang sudah dibelinya secara kredit, lain halnya dengan Fajar. Anak muda berkacamata ini masih tinggal bersama orang tuanya di kawasan Cimone, Tangerang. Perbedaan lainnya, Fajar, lebih memilih menghabiskan uangnya untuk konsumtif, sedangkan Gita lebih memilih berinvestasi.
Bagi Gita, berinvestasi saat berusia muda memiliki banyak keuntungan. Sebab, dia bisa merencanakan kehidupannya sejak dini. ”Saya pilih emas dan saham , setiap gajian ada yang saya sisihkan untuk beli emas dan saham ,”ungkapnya. Awalnya, Gita beranggapan bahwa berinvestasi saham membutuhkan modal yang sangat besar. Kenyataanya, saat ini berinvestasi saham hanya perlu dana ratusan ribu rupiah saja. ”Bahkan harga satu lembar perusahaan blue chip jauh lebih murah dari segelas kopi merek terkenal,”cetusnya. Yang paling menyenangkan dari berinvestasi di pasar saham, lanjut Gita, dia bisa melakukan transaksi dimanapun dan kapanpun. ”Bahkan kadang saya melakukan transaksi jual atau beli sembari rebahan saat sedang work from home,”ungkapnya.
(Baca Juga : Tabungan Anak Bikin Wanita Cantik Ini Tertarik Investasi Saham Syariah )
Bagi Gita, potensi keuntungan yang dilakukan oleh golongan seusianya akan berbeda dengan keuntungan yang dihasilkan dari investasi oleh orang yang berumur 40 tahunan. Keuntungan tersebut tidak selalu tentang uang. Bagi dia, dengan berinvestasi sejak muda, dirinya memiliki lebih banyak kesempatan untuk mempelajari platform investasi yang sesuai dengan kebutuhannya, serta memberikan imbal hasil yang besar. ”Saya beli smartphone terbaru juga dari keuntungan investasi di saham,”kata Gita.
Dia mengungkapkan, saat pertama kali bekerja pada empat tahun silam, gaji yang didapatkan habis untuk menyenangkan dirinya saja. Namun, sejak dua tahun terakhir dia sadar bahwa uang yang didapatkan banyak yang terbuang sia-sia. ”Karenanya saya memutuskan berinvestasi dan memilih saham. Dengan berinvestasi saya bisa lebih disiplin menyisihkan sebagian gaji untuk masa depan,”urainya. Gita mengaku mendapat untung lumayan besar dari berinvestasi di saham PT Bank BRI Syariah, Tbk. (BRIS) . Gita pun memberikan saran kepada milenial lainnya yang berinvestasi di saham agar memperhatikan kinerja dan prospek perusahaan. ”Kalau saya lebih senang beli saham perusahaan BUMN, lebih tenang,”katanya.
(Baca Juga : Simak Keuntungan Investasi Saham dan Obligasi )
Senada dengan Gita, William Octavianus (29) merasakan pentingnya melakukan investasi sejak dini. Pria yang sudah memiliki dua orang anak ini menilai, berinvestasi sejak usia muda sangat penting bagi masa depan dirinya dan anak-anaknya. ”Semakin tua tentu semakin banyak tantangannya. Karena itu, saya memutuskan berinvestasi di saham dan reksadana sejak lima tahun lalu,”tuturnya. Dengan berinvestasi di pasar modal, lanjut Willy, sapaan akrabnya, dirinya tak perlu khawatir lagi jika suatu saat sudah tidak produktif. ”Karena sudah memiliki investasi yang bisa saya jadikan pegangan saat ada kebutuhan mendadak. Saham kan bisa dijual kapan saja,”tuturnya.
Bagi Gita dan Willy, berinvestasi di pasar modal saat ini tidaklah sesulit yang mereka bayangkan. Dengan dana yang tak terlalu besar, kalangan milenial kini sudah berinvestasi di pasar modal. Bahkan, dengan digitalisasi yang semakin pesat, mereka bisa melakukan transaksi, dan memantau investasinya kapan saja. ”Di masa pandemi sekarang justru sangat terasa keuntungan investasi di pasar modal. Saya bisa berinvestasi dari rumah, dan melakukan segalanya dari smartphone,”ucap Willy. Dia mengaku telah mendapatkan keuntungan lebih dari 50 % dari investasinya di saham PT Aneka Tambang, Tbk. (ANTM) . Namun, Willy mengaku belum akan merealisasikan keuntungannya itu dalam waktu dekat. ”Saya simpan untuk jangka panjang. Meskipun hari ini pasar terkoreksi toh nanti membaik lagi,”ujarnya.
(Baca Juga : Investasi Saham dan Obligasi Tetap Menguntungkan, Covid-19 Ada Batasnya )
Gita dan Willy adalah bukti bahwa saat ini literasi kalangan milenial terhadap pasar modal semakin meningkat. Meningkatnya literasi tersebut membuat semakin banyak generasi milenial yang berinvestasi di pasar modal. Dari catatatan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) jumlah investor di pasar modal terus meningkat dan mencapai 3,39 juta investor hingga Oktober 2020. Rinciannya, investor saham sebanyak 1,44 juta investor (naik 30% ), investor reksadana 2,70 juta investor (naik 52,2%) dan investor surat berharga negara 438.291 investor (naik 58%). Jumlah investor pada periode Januari-Oktober 2020 tersebut bertumbuh 36,82% dibandingkan 2019 yang hanya 2,48 juta investor.
Kalangan milenial berkontribusi terhadap pertumbuhan investor ritel, khususnya yang memiliki usia di bawah 30 tahun dengan porsi sekitar 65 %. Meningkatnya jumlah investor di pasar modal tersebut tak lepas dari upaya self regulatory organization (SRO) yakni Bursa Efek Indonesia (BEI) , PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang bersama-sama melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pasar modal dan peningkatan pengawasan yang terintegrasi.
Sukses Melakukan Edukasi dan Meningkatkan Literasi di Masa Pandemi
Bergairahnya pasar modal nasional meskipun di masa pandemi dinilai karena suksesanya self regulatory organization (SRO) melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat di berbagai platform. Termasuk platform media sosial yang menjadi ”dunia” kalangan milenial. ”Dengan sosialisasi dan edukasi yang selama ini dilakukan, kalangan milenial menjadi tertarik untuk menjadi investor,”tegas Perencana Keuangan dari Safir Senduk & Rekan, Ahmad Gozali.
Gozali menilai, meningkatnya literasi pasar modal di kalangan milenial tersebut karena edukasi dan sosialisasi yang dilakukan SRO bisa langsung menyentuh kelompok yang dikenal gadget addict ini. ”Dengan edukasi dan sosialisasi, termasuk semakin mudahnya melakukan akses ke pasar modal, membuat kalangan milenial semakin antusias,”ungkapnya. Dia menyebutkan, akses ke pasar modal pun saat ini semakin mudah dengan teknologi yang berkembang semakin pesat. ”Jika dulu harus datang ke sekuritas sekarang dari rumah dan darimana saja bisa diakses. Dana yang diperlukan juga tidak terlalu besar, cocok untuk kalangan milenial,”sebutnya.
(Baca Juga : Harapan 28 Tahun Perjalanan Bursa Efek Indonesia Jadi Pilar Memajukan Ekonomi )
Sedangkan Perencana Keuangan Melvin Mumpuni menilai , pasar modal merupakan tempat yang cocok bagi milenial untuk berinvestasi. ”Baik itu investasi di saham, reksadana, maupun surat utang,”ungkapnya. Dia juga memberikan saran kepada para milenial apabila ingin melakukan investasi, terlebih dahulu menetapkan tujuan investasinya. ”Misalnya investasi dilakukan agar bisa mencicil rumah lima tahun lagi,”ujarnya. Kemudian para milenial perlu memahami jenis investasi yang akan dipilih. Misalnya saham, reksadana atau surat utang. ”Kenali juga risikonya saat berinvestasi misalnya terkait dengan penurunan harga, masalah likuiditas dan sebagainya,”paparnya.
Yang terpenting, lanjut dia, jangan terjebak dengan pihak-pihak yang memiliki itikad tidak baik. ’’Misalnya grup-grup whatsapp ataupun individu-individu yang menawarkan untuk mengelola investasi,”paparnya.Melvin mengatakan, para milenial bisa menargetkan berapa tingkat pengembalian yang diinginkan dan berapa risiko dari investasi mereka. Setelah melakukan hal-hal tersebut, Melvin pun menyarankan investor untuk melakukan review portofolio mereka secara teratur, misalnya setiap tiga bulan. Hal itu perlu dilakukan agar sesuai dengan tujuan investasi yang ditetapkan.
Sementara itu, untuk meningkatkan literasi masyarakat termasuk kalangan milenial, BEI menggelar Sekolah Pasar Modal (SPM) yang merupakan program edukasi dan sosialisasi pasar modal yang diselenggarakan secara. Mengutip publikasi BEI, jenis Sekolah Pasar Modal yang diselenggarakan adalah Sekolah Pasar Modal Reguler (SPM Rutin dan SPM Syariah), Sekolah Pasar Modal Online dan Sekolah Pasar Modal Institusi dan Komunitas. Dalam menyelenggarakan SPM Reguler dan SPM Online, BEI bekerja sama dengan The Indonesia Capital Market Institute (TICMI). Seluruh masyarakat umum dapat menjadi peserta SPM apabila telah melakukan pendaftaran sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
(Baca Juga : Analis : Kebijakan OJK-BEI Efektif Atasi Tekanan di Pasar Saham )
BEI bersama KSEI, dan KPEI, bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyelenggarakan Sharia Investment Week (SIW) sebagai ajang bagi para investor syariah, baik pemula maupun yang sudah aktif, untuk belajar berinvestasi. ”SIW 2020 diharapkan dapat meyakinkan masyarakat untuk mulai berinvestasi syariah di pasar modal Indonesia. Selain itu, SIW 2020 juga diharapkan dapat berperan menjadi gerbang pembuka bagi para investor syariah, baik pemula maupun investor aktif, untuk lebih memahami pasar modal syariah di Indonesia dan menyebarkan semangat berinvestasi syariah di pasar modal,” ujar Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi saat membuka SIW 2020 yang dilakukan secara virtual beberapa waktu lalu.
Sebelum SIW 2020, self regulatory organization (SRO) juga menggelar acara tahunan Capital Market Summit & Expo (CMSE). Gelaran secara virtual itu memberikan pengalaman baru mengenai edukasi pasar modal di tengah pandemi. Dengan penyelenggaraan secara virtual, kegiatan tersebut dapat menjangkau target pasar masyarakat yang sangat luas. Termasuk segmen milenial sebagai basis investor yang kuat di masa mendatang.
Membangun Optimisme Melalui Pasar Modal
Ekonomi Indonesia dan global menghadapi tantangan di masa dengan pandemi Covid-19. Tantangan juga diakibatkan oleh masalah geopolitik yang menambah ketidakpastian di seluruh dunia, termasuk terhadap kondisi perekonomian, dunia usaha dan pasar keuangan global maupun domestik. Alhasil, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar -3,49% (year on year/yoy) pada kuartal III-2020. Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik dibandingkan dengan kuartal II-2020 dengan penurunan -5,32% (year on year /yoy).
Melihat kondisi tersebut, BEI, KPEI, dan KSEI bersama OJK terus berupaya meningkatkan kompetensi, wawasan, dan memberikan optimisme kepada para peserta agar bersinergi dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi yang berdampak pada iklim bisnis di Indonesia. “Berbagai kebijakan untuk menjaga pemulihan ekonomi nasional telah dikeluarkan OJK baik di sektor riil, moneter maupun keuangan mampu membantu perusahaan bangkit di era pandemi,”ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
(Baca Juga : Kolaborasi BRI Ventures Bersama BEI Jorokin Perusahaan Startup untuk Go Public )
Dia mengatakan, 2020 merupakan tahun yang penuh dengan dinamika dan tantangan bagi pelaku bisnis baik di Indonesia maupun secara global. Mulai dari adanya musibah bencana alam maupun kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di berbagai negara. Hal ini menyebabkan banyak pelaku usaha yang terkendala dalam memutuskan arah strategi perusahaan ke depan sehingga membuat investor di pasar finansial memiliki tantangan untuk menentukan arah investasinya. Namu demikian, ditengah berbagai tantangan tersbeut, pasar modal Indonesia berhasil melaluinya dengan gemilang. “Berbagai kebijakan OJK tersebut memberikan kepercayaan pada investor pasar modal,”imbuh Wimboh. Beberapa kebijakan tersebut yakni trading halt selama 30 menit jika perdagangan terkoreksi 5% dalam sehari, juga buy back oleh emiten boleh dilakukan tanpa mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
(Baca Juga : BEI Target Transaksi di 'Pasar Loak' Surat Utang Capai Rp1,2 Triliun )
Pandemi Covid-19 diakuinya memberikan tekanan bagi pasar saham yang membuat IHSG sempat menyentuh level terendahnya pada Maret 2020. Namun, dengan serangkaian kebijakan dan optimisme para pelaku pasar, indeks tidak turun terlalu dalam. Dengan serangkaian kebijakan yang diambil yang juga melibatkan self regulatory organization (SRO) tersebut, diyakini pasar modal Indonesia bisa menjadi cerminan maupun tolak ukur bagi kemajuan perekonomian nasional.
Klaim tersebut tentu tidaklah berlebihan, mengingat dari catatan BEI, pada pekan ke-4 November 2020, pasar modal nasional kembali mencatatkan peningkatan data perdagangan. Kapitalisasi pasar bursa mencapai Rp6.720,947 triliun dari Rp6.474,868 triliun pada pekan sebelumnya. Sementara itu, pada pekan ini peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi, yang meningkat signifikan sebesar 60,54% menjadi 29,245 miliar saham dari 18,217 miliar saham pada pekan sebelumnya.
Peningkatan selanjutnya terjadi pada rata-rata nilai transaksi harian selama sepekan, yaitu sebesar 19,85% atau Rp14,880 triliun dari Rp12,416 triliun pada penutupan pekan sebelumnya. Sedangkan rata-rata frekuensi harian meningkat sebesar 22,63% menjadi 1.163.863 ribu kali transaksi dibandingkan 949,073 ribu kali transaksi pada pekan sebelumnya.
(Baca Juga : Biar Nggak Salah, Nih 5 Istilah bagi Investor Saham Pemula )
Antusiasme Gita membuat Fajar penasaran. Maklum, meskipun lebih senior, namun Fajar mengaku tak tahu seluk beluk berinvestasi di pasar modal . ”Saya enggak terlalu mengerti, selama ini uang habis buat jajan. Tolong ajari dong Git,”pintanya. Dua anak muda itu bekerja di kantor yang sama, di perusahaan real estate di kawasan Serpong, Tangerang, Banten. Jika Gita tinggal di Karawaci, di rumah yang sudah dibelinya secara kredit, lain halnya dengan Fajar. Anak muda berkacamata ini masih tinggal bersama orang tuanya di kawasan Cimone, Tangerang. Perbedaan lainnya, Fajar, lebih memilih menghabiskan uangnya untuk konsumtif, sedangkan Gita lebih memilih berinvestasi.
Bagi Gita, berinvestasi saat berusia muda memiliki banyak keuntungan. Sebab, dia bisa merencanakan kehidupannya sejak dini. ”Saya pilih emas dan saham , setiap gajian ada yang saya sisihkan untuk beli emas dan saham ,”ungkapnya. Awalnya, Gita beranggapan bahwa berinvestasi saham membutuhkan modal yang sangat besar. Kenyataanya, saat ini berinvestasi saham hanya perlu dana ratusan ribu rupiah saja. ”Bahkan harga satu lembar perusahaan blue chip jauh lebih murah dari segelas kopi merek terkenal,”cetusnya. Yang paling menyenangkan dari berinvestasi di pasar saham, lanjut Gita, dia bisa melakukan transaksi dimanapun dan kapanpun. ”Bahkan kadang saya melakukan transaksi jual atau beli sembari rebahan saat sedang work from home,”ungkapnya.
(Baca Juga : Tabungan Anak Bikin Wanita Cantik Ini Tertarik Investasi Saham Syariah )
Bagi Gita, potensi keuntungan yang dilakukan oleh golongan seusianya akan berbeda dengan keuntungan yang dihasilkan dari investasi oleh orang yang berumur 40 tahunan. Keuntungan tersebut tidak selalu tentang uang. Bagi dia, dengan berinvestasi sejak muda, dirinya memiliki lebih banyak kesempatan untuk mempelajari platform investasi yang sesuai dengan kebutuhannya, serta memberikan imbal hasil yang besar. ”Saya beli smartphone terbaru juga dari keuntungan investasi di saham,”kata Gita.
Dia mengungkapkan, saat pertama kali bekerja pada empat tahun silam, gaji yang didapatkan habis untuk menyenangkan dirinya saja. Namun, sejak dua tahun terakhir dia sadar bahwa uang yang didapatkan banyak yang terbuang sia-sia. ”Karenanya saya memutuskan berinvestasi dan memilih saham. Dengan berinvestasi saya bisa lebih disiplin menyisihkan sebagian gaji untuk masa depan,”urainya. Gita mengaku mendapat untung lumayan besar dari berinvestasi di saham PT Bank BRI Syariah, Tbk. (BRIS) . Gita pun memberikan saran kepada milenial lainnya yang berinvestasi di saham agar memperhatikan kinerja dan prospek perusahaan. ”Kalau saya lebih senang beli saham perusahaan BUMN, lebih tenang,”katanya.
(Baca Juga : Simak Keuntungan Investasi Saham dan Obligasi )
Senada dengan Gita, William Octavianus (29) merasakan pentingnya melakukan investasi sejak dini. Pria yang sudah memiliki dua orang anak ini menilai, berinvestasi sejak usia muda sangat penting bagi masa depan dirinya dan anak-anaknya. ”Semakin tua tentu semakin banyak tantangannya. Karena itu, saya memutuskan berinvestasi di saham dan reksadana sejak lima tahun lalu,”tuturnya. Dengan berinvestasi di pasar modal, lanjut Willy, sapaan akrabnya, dirinya tak perlu khawatir lagi jika suatu saat sudah tidak produktif. ”Karena sudah memiliki investasi yang bisa saya jadikan pegangan saat ada kebutuhan mendadak. Saham kan bisa dijual kapan saja,”tuturnya.
Bagi Gita dan Willy, berinvestasi di pasar modal saat ini tidaklah sesulit yang mereka bayangkan. Dengan dana yang tak terlalu besar, kalangan milenial kini sudah berinvestasi di pasar modal. Bahkan, dengan digitalisasi yang semakin pesat, mereka bisa melakukan transaksi, dan memantau investasinya kapan saja. ”Di masa pandemi sekarang justru sangat terasa keuntungan investasi di pasar modal. Saya bisa berinvestasi dari rumah, dan melakukan segalanya dari smartphone,”ucap Willy. Dia mengaku telah mendapatkan keuntungan lebih dari 50 % dari investasinya di saham PT Aneka Tambang, Tbk. (ANTM) . Namun, Willy mengaku belum akan merealisasikan keuntungannya itu dalam waktu dekat. ”Saya simpan untuk jangka panjang. Meskipun hari ini pasar terkoreksi toh nanti membaik lagi,”ujarnya.
(Baca Juga : Investasi Saham dan Obligasi Tetap Menguntungkan, Covid-19 Ada Batasnya )
Gita dan Willy adalah bukti bahwa saat ini literasi kalangan milenial terhadap pasar modal semakin meningkat. Meningkatnya literasi tersebut membuat semakin banyak generasi milenial yang berinvestasi di pasar modal. Dari catatatan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) jumlah investor di pasar modal terus meningkat dan mencapai 3,39 juta investor hingga Oktober 2020. Rinciannya, investor saham sebanyak 1,44 juta investor (naik 30% ), investor reksadana 2,70 juta investor (naik 52,2%) dan investor surat berharga negara 438.291 investor (naik 58%). Jumlah investor pada periode Januari-Oktober 2020 tersebut bertumbuh 36,82% dibandingkan 2019 yang hanya 2,48 juta investor.
Kalangan milenial berkontribusi terhadap pertumbuhan investor ritel, khususnya yang memiliki usia di bawah 30 tahun dengan porsi sekitar 65 %. Meningkatnya jumlah investor di pasar modal tersebut tak lepas dari upaya self regulatory organization (SRO) yakni Bursa Efek Indonesia (BEI) , PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang bersama-sama melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai pasar modal dan peningkatan pengawasan yang terintegrasi.
Sukses Melakukan Edukasi dan Meningkatkan Literasi di Masa Pandemi
Bergairahnya pasar modal nasional meskipun di masa pandemi dinilai karena suksesanya self regulatory organization (SRO) melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat di berbagai platform. Termasuk platform media sosial yang menjadi ”dunia” kalangan milenial. ”Dengan sosialisasi dan edukasi yang selama ini dilakukan, kalangan milenial menjadi tertarik untuk menjadi investor,”tegas Perencana Keuangan dari Safir Senduk & Rekan, Ahmad Gozali.
Gozali menilai, meningkatnya literasi pasar modal di kalangan milenial tersebut karena edukasi dan sosialisasi yang dilakukan SRO bisa langsung menyentuh kelompok yang dikenal gadget addict ini. ”Dengan edukasi dan sosialisasi, termasuk semakin mudahnya melakukan akses ke pasar modal, membuat kalangan milenial semakin antusias,”ungkapnya. Dia menyebutkan, akses ke pasar modal pun saat ini semakin mudah dengan teknologi yang berkembang semakin pesat. ”Jika dulu harus datang ke sekuritas sekarang dari rumah dan darimana saja bisa diakses. Dana yang diperlukan juga tidak terlalu besar, cocok untuk kalangan milenial,”sebutnya.
(Baca Juga : Harapan 28 Tahun Perjalanan Bursa Efek Indonesia Jadi Pilar Memajukan Ekonomi )
Sedangkan Perencana Keuangan Melvin Mumpuni menilai , pasar modal merupakan tempat yang cocok bagi milenial untuk berinvestasi. ”Baik itu investasi di saham, reksadana, maupun surat utang,”ungkapnya. Dia juga memberikan saran kepada para milenial apabila ingin melakukan investasi, terlebih dahulu menetapkan tujuan investasinya. ”Misalnya investasi dilakukan agar bisa mencicil rumah lima tahun lagi,”ujarnya. Kemudian para milenial perlu memahami jenis investasi yang akan dipilih. Misalnya saham, reksadana atau surat utang. ”Kenali juga risikonya saat berinvestasi misalnya terkait dengan penurunan harga, masalah likuiditas dan sebagainya,”paparnya.
Yang terpenting, lanjut dia, jangan terjebak dengan pihak-pihak yang memiliki itikad tidak baik. ’’Misalnya grup-grup whatsapp ataupun individu-individu yang menawarkan untuk mengelola investasi,”paparnya.Melvin mengatakan, para milenial bisa menargetkan berapa tingkat pengembalian yang diinginkan dan berapa risiko dari investasi mereka. Setelah melakukan hal-hal tersebut, Melvin pun menyarankan investor untuk melakukan review portofolio mereka secara teratur, misalnya setiap tiga bulan. Hal itu perlu dilakukan agar sesuai dengan tujuan investasi yang ditetapkan.
Sementara itu, untuk meningkatkan literasi masyarakat termasuk kalangan milenial, BEI menggelar Sekolah Pasar Modal (SPM) yang merupakan program edukasi dan sosialisasi pasar modal yang diselenggarakan secara. Mengutip publikasi BEI, jenis Sekolah Pasar Modal yang diselenggarakan adalah Sekolah Pasar Modal Reguler (SPM Rutin dan SPM Syariah), Sekolah Pasar Modal Online dan Sekolah Pasar Modal Institusi dan Komunitas. Dalam menyelenggarakan SPM Reguler dan SPM Online, BEI bekerja sama dengan The Indonesia Capital Market Institute (TICMI). Seluruh masyarakat umum dapat menjadi peserta SPM apabila telah melakukan pendaftaran sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
(Baca Juga : Analis : Kebijakan OJK-BEI Efektif Atasi Tekanan di Pasar Saham )
BEI bersama KSEI, dan KPEI, bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyelenggarakan Sharia Investment Week (SIW) sebagai ajang bagi para investor syariah, baik pemula maupun yang sudah aktif, untuk belajar berinvestasi. ”SIW 2020 diharapkan dapat meyakinkan masyarakat untuk mulai berinvestasi syariah di pasar modal Indonesia. Selain itu, SIW 2020 juga diharapkan dapat berperan menjadi gerbang pembuka bagi para investor syariah, baik pemula maupun investor aktif, untuk lebih memahami pasar modal syariah di Indonesia dan menyebarkan semangat berinvestasi syariah di pasar modal,” ujar Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi saat membuka SIW 2020 yang dilakukan secara virtual beberapa waktu lalu.
Sebelum SIW 2020, self regulatory organization (SRO) juga menggelar acara tahunan Capital Market Summit & Expo (CMSE). Gelaran secara virtual itu memberikan pengalaman baru mengenai edukasi pasar modal di tengah pandemi. Dengan penyelenggaraan secara virtual, kegiatan tersebut dapat menjangkau target pasar masyarakat yang sangat luas. Termasuk segmen milenial sebagai basis investor yang kuat di masa mendatang.
Membangun Optimisme Melalui Pasar Modal
Ekonomi Indonesia dan global menghadapi tantangan di masa dengan pandemi Covid-19. Tantangan juga diakibatkan oleh masalah geopolitik yang menambah ketidakpastian di seluruh dunia, termasuk terhadap kondisi perekonomian, dunia usaha dan pasar keuangan global maupun domestik. Alhasil, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar -3,49% (year on year/yoy) pada kuartal III-2020. Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik dibandingkan dengan kuartal II-2020 dengan penurunan -5,32% (year on year /yoy).
Melihat kondisi tersebut, BEI, KPEI, dan KSEI bersama OJK terus berupaya meningkatkan kompetensi, wawasan, dan memberikan optimisme kepada para peserta agar bersinergi dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi yang berdampak pada iklim bisnis di Indonesia. “Berbagai kebijakan untuk menjaga pemulihan ekonomi nasional telah dikeluarkan OJK baik di sektor riil, moneter maupun keuangan mampu membantu perusahaan bangkit di era pandemi,”ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
(Baca Juga : Kolaborasi BRI Ventures Bersama BEI Jorokin Perusahaan Startup untuk Go Public )
Dia mengatakan, 2020 merupakan tahun yang penuh dengan dinamika dan tantangan bagi pelaku bisnis baik di Indonesia maupun secara global. Mulai dari adanya musibah bencana alam maupun kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di berbagai negara. Hal ini menyebabkan banyak pelaku usaha yang terkendala dalam memutuskan arah strategi perusahaan ke depan sehingga membuat investor di pasar finansial memiliki tantangan untuk menentukan arah investasinya. Namu demikian, ditengah berbagai tantangan tersbeut, pasar modal Indonesia berhasil melaluinya dengan gemilang. “Berbagai kebijakan OJK tersebut memberikan kepercayaan pada investor pasar modal,”imbuh Wimboh. Beberapa kebijakan tersebut yakni trading halt selama 30 menit jika perdagangan terkoreksi 5% dalam sehari, juga buy back oleh emiten boleh dilakukan tanpa mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
(Baca Juga : BEI Target Transaksi di 'Pasar Loak' Surat Utang Capai Rp1,2 Triliun )
Pandemi Covid-19 diakuinya memberikan tekanan bagi pasar saham yang membuat IHSG sempat menyentuh level terendahnya pada Maret 2020. Namun, dengan serangkaian kebijakan dan optimisme para pelaku pasar, indeks tidak turun terlalu dalam. Dengan serangkaian kebijakan yang diambil yang juga melibatkan self regulatory organization (SRO) tersebut, diyakini pasar modal Indonesia bisa menjadi cerminan maupun tolak ukur bagi kemajuan perekonomian nasional.
Klaim tersebut tentu tidaklah berlebihan, mengingat dari catatan BEI, pada pekan ke-4 November 2020, pasar modal nasional kembali mencatatkan peningkatan data perdagangan. Kapitalisasi pasar bursa mencapai Rp6.720,947 triliun dari Rp6.474,868 triliun pada pekan sebelumnya. Sementara itu, pada pekan ini peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi, yang meningkat signifikan sebesar 60,54% menjadi 29,245 miliar saham dari 18,217 miliar saham pada pekan sebelumnya.
Peningkatan selanjutnya terjadi pada rata-rata nilai transaksi harian selama sepekan, yaitu sebesar 19,85% atau Rp14,880 triliun dari Rp12,416 triliun pada penutupan pekan sebelumnya. Sedangkan rata-rata frekuensi harian meningkat sebesar 22,63% menjadi 1.163.863 ribu kali transaksi dibandingkan 949,073 ribu kali transaksi pada pekan sebelumnya.
(ton)