Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bebani Kelas Menengah, Ekonom Sebut Dilematis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai akan membebani kelas bawah dan menengah, meski Ekonom Core Piter Abdullah mengakui langkah tersebut sangat dilematis. Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, yang sekaligus merevisi Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran ini ditujukan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Naiknya iuran BPJS bagi mereka akan menambah beban. Jadi kebijakan pemerintah saya kira tidak tepat," kata Piter saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
( )
Lebih lanjut Ia menerangkan, BPJS yang dinaikkan adalah kelas 1 dan 2 membuat pemerintah mengasumsikan kelompok menengah tidak mengalami penurunan daya beli. Padahal terang Piter, penurunan daya beli bakal terjadi juga pada kelombok bawah.
"Biasanya daya beli turun hanya kelompok bawah. Asumsi ini kurang tepat, Karena sebagian dari kelompok menengah juga terkena PHK atau tidak bisa buka usaha sehingga mengalami penurunan income," jelasnya.
Namun menurutnya jika kenaikan ini bisa menutup defisit BPJS Kesehatan bisa menjadi langkah tepat, tapi Ia meragukan hal itu. "Memang dilematis, tapi kalau menurut saya sekarang ini defisit BPJS Lebih baik ditutup tidak dengan menaikkan iuran. BPJS diminta melakukan efisiensi dan setelahnya seluruh defisit ditutup oleh APBN," pungkasnya.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, yang sekaligus merevisi Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran ini ditujukan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Naiknya iuran BPJS bagi mereka akan menambah beban. Jadi kebijakan pemerintah saya kira tidak tepat," kata Piter saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
( )
Lebih lanjut Ia menerangkan, BPJS yang dinaikkan adalah kelas 1 dan 2 membuat pemerintah mengasumsikan kelompok menengah tidak mengalami penurunan daya beli. Padahal terang Piter, penurunan daya beli bakal terjadi juga pada kelombok bawah.
"Biasanya daya beli turun hanya kelompok bawah. Asumsi ini kurang tepat, Karena sebagian dari kelompok menengah juga terkena PHK atau tidak bisa buka usaha sehingga mengalami penurunan income," jelasnya.
Namun menurutnya jika kenaikan ini bisa menutup defisit BPJS Kesehatan bisa menjadi langkah tepat, tapi Ia meragukan hal itu. "Memang dilematis, tapi kalau menurut saya sekarang ini defisit BPJS Lebih baik ditutup tidak dengan menaikkan iuran. BPJS diminta melakukan efisiensi dan setelahnya seluruh defisit ditutup oleh APBN," pungkasnya.
(akr)