Perang Bunga Kredit Bukti Persaingan Sengit Industri Perbankan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat perbankan Binus University Doddy Ariefianto mengatakan, dinamika persaingan industri perbankan di Indonesia cukup tinggi. Persaingan itu tampak dengan adanya perang suku bunga antar-bank.
"Sering sekali adanya episode-episode perang suku bunga dan biasanya terjadi ketika ada pengetatan moneter seperti suku bunga BI naik. Nah di situ ada perang bunga, namanya perang jadi kompetitif," ujar dia secara virtual di Jakarta, Rabu (6/1/2021). ( Baca juga:Kondisi Perbankan Tak Akan Terguncang Seperti Krisis 1998 )
Menurut Doddy, sebenarnya ada suatu leadership di industri perbankan, baik dari sisi simpanan atau pinjaman meskipun tidak stabil. "Jadi ada pemimpin-pemimpin industri, bank besar, seperti bank buku IV, tapi pengaruh mereka untuk mengendalikan industrinya tidak terlalu kuat," ucapnya.
Dia memaparkan, ketika terjadi pengetatan moneter dan likuditas bank tiba tiba mengering namun perbankan tetap saja saling berebutan untuk mengambil dana yang ada. Ditambah lagi dengan jumlah bank yang masih banyak.
"Itu jumlah bank buku III dan buku IV masih sekitar 35. Dan dengan jumlah tersebut intensitas persiangan masih tinggi," katanya.
Lebih lanjut Doddy mengatakan, untuk bank kecil memperoleh modal sebenarnya tidak terlalu susah. Sebab, industri perbankan di Indonesia merupakan salah satu yang paling profitable di dunia. ( Baca juga:Koruptor Ramai-ramai Ajukan PK, KPK: Seharusnya Jadi Perhatian Khusus MA )
"Kalau dalan kondisi normal ya bukan kondisi sekarang itu kita punya NIM 5%, ROA di atas 2%, ekuity itu sekitar 20% dan di dunia tidak sampai 10 negara yang seperti ini. Makanya bank dari global yang ingin masuk ke Indonesia itu banyak," tandasnya.
"Sering sekali adanya episode-episode perang suku bunga dan biasanya terjadi ketika ada pengetatan moneter seperti suku bunga BI naik. Nah di situ ada perang bunga, namanya perang jadi kompetitif," ujar dia secara virtual di Jakarta, Rabu (6/1/2021). ( Baca juga:Kondisi Perbankan Tak Akan Terguncang Seperti Krisis 1998 )
Menurut Doddy, sebenarnya ada suatu leadership di industri perbankan, baik dari sisi simpanan atau pinjaman meskipun tidak stabil. "Jadi ada pemimpin-pemimpin industri, bank besar, seperti bank buku IV, tapi pengaruh mereka untuk mengendalikan industrinya tidak terlalu kuat," ucapnya.
Dia memaparkan, ketika terjadi pengetatan moneter dan likuditas bank tiba tiba mengering namun perbankan tetap saja saling berebutan untuk mengambil dana yang ada. Ditambah lagi dengan jumlah bank yang masih banyak.
"Itu jumlah bank buku III dan buku IV masih sekitar 35. Dan dengan jumlah tersebut intensitas persiangan masih tinggi," katanya.
Lebih lanjut Doddy mengatakan, untuk bank kecil memperoleh modal sebenarnya tidak terlalu susah. Sebab, industri perbankan di Indonesia merupakan salah satu yang paling profitable di dunia. ( Baca juga:Koruptor Ramai-ramai Ajukan PK, KPK: Seharusnya Jadi Perhatian Khusus MA )
"Kalau dalan kondisi normal ya bukan kondisi sekarang itu kita punya NIM 5%, ROA di atas 2%, ekuity itu sekitar 20% dan di dunia tidak sampai 10 negara yang seperti ini. Makanya bank dari global yang ingin masuk ke Indonesia itu banyak," tandasnya.
(uka)