Lembaga Pengelola Investasi, Strategi Baru Pembiayaan Nasional

Kamis, 07 Januari 2021 - 06:28 WIB
loading...
Lembaga Pengelola Investasi, Strategi Baru Pembiayaan Nasional
Para gubernur perlu tahu bahwa SWF adalah salah satu terobosan dalam rangka pembiayaan nasional. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan lembaga pengelola investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF) kepada para gubernur. Para gubernur perlu tahu bahwa SWF adalah salah satu terobosan dalam rangka pembiayaan nasional karena pembiayaan pembangunan tidak bisa hanya mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan badan usaha milik negara (BUMN).

“Ini juga agar para gubernur mengetahui sehingga kita memiliki sebuah terobosan dalam rangka pembiayaan nasional kita tidak hanya tergantung kepada APBN, tidak tergantung hanya dari bantuan, pinjaman. Tetapi kita juga akan memiliki satu instrumen lagi, yaitu SWF yang namanya adalah Indonesia Investment Authority (INA),” katanya saat membuka rapat terbatas di Jakarta kemarin. (Baca: Buru Investasi ke Jepang, Jokowi Terjunkan Duet Maut Erick dan Luhut)

Jokowi menyampaikan beberapa alasan dibentuknya SWF . Salah satunya adalah tingginya kebutuhan pembiayaan pembangunan ke depan. “Rasio utang pemerintah terhadap PDB juga terus meningkat. Kapasitas pembiayaan dari BUMN juga ada keterbatasan sehingga terdapat kesenjangan antara kemampuan pendanaan domestik dan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan nasional. Karena itu, pada bulan ini telah terbentuk yang namanya sovereign wealth fund,” paparnya.

Lebih lanjut Presiden mengatakan, semua pihak harus mengetahui SWF agar, misalnya jika menyangkut pelaksanaan di daerah, gubernur dapat membantu. “Supaya kita semuanya nanti bisa kenal yang namanya ’barang’ ini sehingga nanti dalam pelaksanaan di lapangan, apabila nanti menyangkut daerah, ini juga saya minta para gubernur bisa membantu,” ujarnya.

Menurut Jokowi, sudah ada beberapa negara yang menyatakan tertarik bergabung. "Saat ini sudah ada beberapa negara menyampaikan ketertarikan. Dari AS, Jepang, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Kanada," katanya.

Presiden menyatakan, pembiayaan pembangunan baru tidak berbasis pinjaman, tetapi berbentuk penyertaan modal yang diyakini akan menyehatkan ekonomi Indonesia. "Modal atau ekuitas menyehatkan ekonomi kita, menyehatkan BUMN kita di sektor infrastruktur dan energi," imbuhnya. (Baca juga: Pandangan Islam Terhadap Syiah dan Ahmadiyah)

Di sisi lain, Jokowi meminta semua kementerian dan lembaga bergerak cepat memulihkan ekonomi. "Dalam situasi pandemi seperti ini kita semuanya harus mampu bergerak cepat, mampu memperkuat kerja sama dan sinergi. Saya optimistis kita akan bangkit, ekonomi kita akan pulih, kembali normal," harapnya.

Chief Economist Tanam Duit, Ferry Latuhihin, menilai kinerja INA sangat tergantung pada bagaimana strategi pemerintah dalam penawarannya nanti kepada negara-negara potensial. Sekalipun perekonomian dunia lesu, menurut dia, itu tidak akan jadi masalah. "Karena yang penting likuiditas global masih tinggi. Untuk suku bunga pun masih sangat rendah untuk waktu yang sangat lama, terutama di negara-negara maju yang setelah pandemi ini akan mengalami secular stagnation seperti Jepang dari 1992 sampai hari ini," ujar Ferry.

Poin kedua yang perlu dicermati adalah ekspektasi return yang ditawarkan oleh SWF nanti kepada investor. Investor potensial sepertinya kategori institusi pengelolaan dana seperti endowment funds, pension funds, dan pengelola dana besar dengan horizon investasi jangka panjang. "Tentu akan lebih menarik kalau ada secondary market bagi penyertaan investor di SWF sehingga investasi mereka tidak terkunci," kata Ferry. (Baca juga: Akhirnya, Mendikbud Nadiem Pastikan Formasi CPNS Guru Akan Tetap Ada)

Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia, Piter Abdullah, menjelaskan bahwa LPI ini merupakan ide bagus yang sudah diwacanakan sejak bertahun-tahun lalu, tapi belum berani dieksekusi hingga sekarang. Selama ini investasi di Indonesia hanya sebatas menawarkan. Sekarang beda karena investor menaruh modal dan pemerintah ikut berinvestasi. "Sehingga investor akan lebih yakin karena pemerintah ikut. Tentu akan berbeda bila investor ditawari model seperti itu," katanya.

Menurut Piter, sekarang justru ada dana-dana di luar negeri yang menganggur atau disebut sebagai likuiditas global yang berlimpah. "Pengelola dana ini akan membutuhkan tempat untuk menempatkan investasi dengan imbalan yang menarik. Dana-dana tersebut tidak terpengaruh pandemi Covid-19. Karena itulah, sudah tepat pemerintah mengambil kesempatan ini," ujarnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengungkapkan komitmen investasi dari Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Maeda Tadashi untuk pembentukan SWF di Indonesia atau yang dikenal dengan Indonesia Investment Authority (INA).

“JBIC siap mendukung pendanaan SWF Indonesia sebesar USD4 miliar (Rp57 triliun), dua kali lipat lebih besar dari yang disampaikan the US International Development Finance Corporation (DFC) – Lembaga pembiayaan asal Amerika Serikat (AS)," katanya. (Baca juga: Pakai Setelan Mirip Seragam Polisi, Satpam Lebih Pede)

Luhut menjamin INA akan memberikan fleksibilitas bagi investor untuk menanamkan investasi dalam bentuk ekuitas atau aset dengan pengelolaan yang transparan dan profesional.

Duta Besar RI untuk Jepang, Heri Akhmadi, mengungkapkan, JBIC akan menjadi salah satu lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam INA. "Dukungan dari JBIC dan Pemerintah Jepang akan memperkuat ikatan kerja sama strategis Indonesia-Jepang dan semakin menarik sektor swasta Jepang lain berinvestasi di Indonesia," tuturnya.

Komitmen yang disampaikan oleh Gubernur JBIC tersebut akan segera ditindaklanjuti di tingkat teknis dan harapannya investasi JBIC dapat mulai masuk ke Indonesia pada kuartal pertama 2021. “Peraturan pemerintah (PP) yang mengatur SWF Indonesia selesai pada pertengahan Desember lalu dan aturan tersebut akan semakin mempercepat pembentukan lembaga dana abadi Indonesia," sebut Menteri BUMN Erick Thohir.

Erick menambahkan, SWF diharapkan dapat menjadi mitra bagi investor asing untuk berinvestasi di sektor-sektor yang atraktif dan prioritas di Indonesia, antara lain jalan tol, bandara, dan pelabuhan. "Kita ingin aset-aset yang dimiliki BUMN dapat dioptimalkan nilainya," ucapnya. (Baca juga: Tips Merawat Layar Ponsel Agar Tidak Cepat Rusak)

Di lain pihak, penasihat Perdana Menteri Jepang, Izumi Hiroto, menegaskan, Pemerintah Jepang melalui JBIC berjanji untuk ikut partisipasi dalam SWF Indonesia.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Isa Rachmatawarta mengatakan, tugas INA akan berbeda, misalnya bila dibandingkan dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang merupakan badan layanan umum (BLU) Kemenkeu. "BLU yang saat ini mengelola dana untuk membantu dan membiayai kegiatan usaha mikro. Bentuknya BLU bukan kekayaan umum dipisahkan, jadi perlu disesuaikan dengan ketentuan keuangan negara," tuturnya.

Bila dibandingkan dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI, maka keberadaan INA juga berbeda. Sebab PT SMI, yang merupakan BUMN di bawah Kemenkeu, hanya bertugas pada pembiayaan untuk proyek infrastruktur. "Itu PT, tunduk pada UU PT, kalau BUMN ya tunduk pada UU BUMN. Salah satu yang penting, tujuan PT SMI pembiayaan infrastruktur hanya untuk itu, kemudian cara investasi dan tentu sebagian besar investasi berutang walaupun PT SMI mempunyai cara creative financing," papar Isa. (Lihat videonya: Berkah Pandemi, Ikan Patin Makin Digemari)

INA juga sering kali dibandingkan dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Menurut Isa, BKPM hanya bertugas untuk mengurus masalah perizinan sehingga terbatas hanya sebagai regulator bukan pelaksana investasi.

"Ini (INA) yang paling penting bahwa lembaga yang sifatnya khusus menyelenggarakan investasi, diatur satu undang-undang, dan bertanggung jawab langsung ke Presiden. Fungsi komersial aktif dan bisa memilih berbagai bidang usaha sektor sebagai target investor dan ini berbagai kelincahan disertai satu pengaturan, governance, yang cukup ketat dengan standar internasional," paparnya. (Dita Angga/Indah Susanti/Hafid Fuad)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1616 seconds (0.1#10.140)