Lelah Bertahan, Indonesia Akan Pakai Strategi Menyerang Hadapi Kampanye Hitam Sawit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menyebut, Indonesia akan offensive untuk melawan diskriminasi komoditas sawit di pasar Eropa. Sebab, Eropa dinilai gencar melakukan kampanye hitam (black campaign) terhadap produk sawit Indonesia.
"Selama ini strategi yang kita lakukan dalam rangka black campaign terhadap produk sawit ini selalu sifatnya defensif. Jadi kita akan mengubah strategi, kita attack seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden," katanya dalam Sabtu (6/2/2021). ( Baca juga:Balik Lagi ke Pertamina, Pahala Mansury Punya Tiga Misi Utama )
Dia menuturkan, perubahan strategi ini sangat penting untuk membela komoditas sawit Indonesia agar cita-cita untuk meluaskan pangsa pasar dan meningkatkan penjualan produk unggulan Indonesia itu dapat direalisasikan.
"Kalau defensif ini kita lakukan terus-menerus, tidak akan menang. Jadi kita harus ubah strategi untuk membela komoditas kita," katanya.
Langkah offensive Pemerintah Indonesia di antaranya dengan turut mempermasalahkan penggunaan minyak nabati dari jenis komoditas lain di pasar global. Baik dari rapeseed, soybean, hingga sunflower.
"Karena saat ini selalu yang dipermasalahkan itu sawit, tetapi tidak pernah itu didiskusikan terkait minyak nabati lainnya. Maka, kita mempermasalahkan juga minyak nabati lainnya," tutur dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa minyak sawit Indonesia telah berkontribusi sebesar 40% dari total minyak nabati dunia.
Dengan komposisi sebesar itu, tak ayal negara-negara Eropa yang memproduksi minyak nabati jenis lainnya merasa kalah saing. Lebih lagi kelapa sawit memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik. ( Baca juga:Tim Ilmuwan Sukses Membuat Berlian di Laboratorium, Mau Tahu Caranya? )
"Indonesia mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia. Produktivitas lebih tinggi, sehingga luasan lahan yang digunakan untuk memproduksi sawit lebih sedikit," ujar Airlangga.
Dia pun menjelaskan, untuk dapat menghasilkan 1 ton minyak sawit, hanya dibutuhkan lahan sebesar 0,3 hektare. Sementara rapeseed oil butuh 1,3 hektare, dan soybean 2,2 hektare.
"Selama ini strategi yang kita lakukan dalam rangka black campaign terhadap produk sawit ini selalu sifatnya defensif. Jadi kita akan mengubah strategi, kita attack seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden," katanya dalam Sabtu (6/2/2021). ( Baca juga:Balik Lagi ke Pertamina, Pahala Mansury Punya Tiga Misi Utama )
Dia menuturkan, perubahan strategi ini sangat penting untuk membela komoditas sawit Indonesia agar cita-cita untuk meluaskan pangsa pasar dan meningkatkan penjualan produk unggulan Indonesia itu dapat direalisasikan.
"Kalau defensif ini kita lakukan terus-menerus, tidak akan menang. Jadi kita harus ubah strategi untuk membela komoditas kita," katanya.
Langkah offensive Pemerintah Indonesia di antaranya dengan turut mempermasalahkan penggunaan minyak nabati dari jenis komoditas lain di pasar global. Baik dari rapeseed, soybean, hingga sunflower.
"Karena saat ini selalu yang dipermasalahkan itu sawit, tetapi tidak pernah itu didiskusikan terkait minyak nabati lainnya. Maka, kita mempermasalahkan juga minyak nabati lainnya," tutur dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa minyak sawit Indonesia telah berkontribusi sebesar 40% dari total minyak nabati dunia.
Dengan komposisi sebesar itu, tak ayal negara-negara Eropa yang memproduksi minyak nabati jenis lainnya merasa kalah saing. Lebih lagi kelapa sawit memiliki tingkat produktivitas yang lebih baik. ( Baca juga:Tim Ilmuwan Sukses Membuat Berlian di Laboratorium, Mau Tahu Caranya? )
"Indonesia mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia. Produktivitas lebih tinggi, sehingga luasan lahan yang digunakan untuk memproduksi sawit lebih sedikit," ujar Airlangga.
Dia pun menjelaskan, untuk dapat menghasilkan 1 ton minyak sawit, hanya dibutuhkan lahan sebesar 0,3 hektare. Sementara rapeseed oil butuh 1,3 hektare, dan soybean 2,2 hektare.
(uka)