Duh, YLKI Sebut Banyak Kemasan Air Minum Belum SNI
loading...
A
A
A
Firdaus Ali mengatakan di beberapa negara maju masih memberikan toleransi penggunaan kemasan plastik untuk pangan (air dan makanan). Kendati demikian, lanjut Firdaus, mereka memberikan restriksi yang ketat dan mewajibkan pihak produsen mencantumkan label notifikasi pada kemasan yang menerangkan bahwa kemasan yang terbuat dari plastik mungkin mengandung BPA dalam kadar yang relatif rendah.
Meski demikian, tetap harus dihindari untuk konsumen usia belia dan ibu hamil atau menyusui yang biasanya memanaskan air pada wadah plastik dengan peralatan pemanas elektronik atau mengisi air panas ke dalam botol plastik atau bahkan mengkomsumsi AMDK yang ditinggal dalam kendaraan yang terpapar dengan temperatur cukup tinggi.
“Dengan demikian otoritas harusnya bisa mencerdaskan konsumen melalui informasi dan peringatan pada label misalnya,” tegas Firdaus Ali.
Firdaus Ali menambahkan, beberapa pakar juga mengkuatirkan potensi kontaminasi BPA pada AMDK dan makanan karena cukup signifikannya potensi cemaran mikro dan nano plastik yang berasal dari plastik kemasan yang diproduksi di bawah standar, serta AMDK tidak disimpan di tempat yang aman. ( Baca juga:Parlemen AS Berencana Bentuk Komisi Independen, Selidiki Penyerangan Capitol Hill )
“Temperatur tinggi dalam penyimpanan di gudang atau dalam kendaraan atau jika botol diisi air panas berpotensi larutnya BPA dari plastik ke cairan dalam kemasan tersebut,” imbuhnya.
Di tengah pro dan kontra terkait keberadaan dan resiko kesehatan BPA dalam makanan minuman khususnya AMDK, IWI meminta pemerintah harus dengan sangat hati-hati dan cerdas merumuskan sebuah regulasi yang tujuannya melindungi jangka panjang terhadap masyarakat.
"Karena dampak kesehatan dari keberadaan pencemar kimia seperti BPA baru akan terlihat dikemudian hari," tandasnya.
Meski demikian, tetap harus dihindari untuk konsumen usia belia dan ibu hamil atau menyusui yang biasanya memanaskan air pada wadah plastik dengan peralatan pemanas elektronik atau mengisi air panas ke dalam botol plastik atau bahkan mengkomsumsi AMDK yang ditinggal dalam kendaraan yang terpapar dengan temperatur cukup tinggi.
“Dengan demikian otoritas harusnya bisa mencerdaskan konsumen melalui informasi dan peringatan pada label misalnya,” tegas Firdaus Ali.
Firdaus Ali menambahkan, beberapa pakar juga mengkuatirkan potensi kontaminasi BPA pada AMDK dan makanan karena cukup signifikannya potensi cemaran mikro dan nano plastik yang berasal dari plastik kemasan yang diproduksi di bawah standar, serta AMDK tidak disimpan di tempat yang aman. ( Baca juga:Parlemen AS Berencana Bentuk Komisi Independen, Selidiki Penyerangan Capitol Hill )
“Temperatur tinggi dalam penyimpanan di gudang atau dalam kendaraan atau jika botol diisi air panas berpotensi larutnya BPA dari plastik ke cairan dalam kemasan tersebut,” imbuhnya.
Di tengah pro dan kontra terkait keberadaan dan resiko kesehatan BPA dalam makanan minuman khususnya AMDK, IWI meminta pemerintah harus dengan sangat hati-hati dan cerdas merumuskan sebuah regulasi yang tujuannya melindungi jangka panjang terhadap masyarakat.
"Karena dampak kesehatan dari keberadaan pencemar kimia seperti BPA baru akan terlihat dikemudian hari," tandasnya.
(uka)