Duh! Ternyata Begini Nasib Pesangon dalam PP Turunan UU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken aturan turunan UU Cipta Kerja , yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) beberapa waktu lalu.
Namun, PP ini berpotensi memiliki imbas pada jumlah pesangon yang diterima oleh buruh atau pegawai yang ter-PHK. Dalam PP ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan tidak membayar penuh uang pesangon kepada pegawai yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam kondisi tertentu. ( Baca juga:Efektivitas UU Cipta Kerja Tergantung Pelaksanaan PP )
Dalam Pasal 36, disebutkan bahwa PHK dapat terjadi karena sejumlah alasan, seperti perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja; perusahaan melakukan efisiensi karena mengalami kerugian; perusahaan tutup akibat mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun; perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure); perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang; atau perusahaan pailit.
Dalam Pasal 40 ayat (1) ditegaskan bahwa dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Selanjutnya, Pasal 40 ayat (2) mengatur bahwa uang pesangon diberikan dengan ketentuan sebagai berikut; masa kerja kurang dari 1 tahun 1 bulan upah, masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun 2 bulan upah, masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun 3 bulan upah, masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun 4 bulan upah, masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun 5 bulan upah, masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun 6 bulan upah, masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun 7 bulan upah, masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun 8 bulan upah, dan masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
Kemudian, di Pasal 43 diatur bahwa dalam hal PHK terjadi karena alasan efisiensi akibat mengalami kerugian, perusahaan dapat membayar pesangon separuh dari ketentuan. Tercantum bahwa pengusaha dapat melakukan PHK pekerja/buruh karena alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/buruh berhak atas: a. uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); b. uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4). ( Baca juga:Kontraktor Jalan Tol Padang Sicincin di Padangpariaman Resah dengan Pungli dan Blokade Jalan )
PP 35/2021 turut mengatur hal yang serupa berlaku apabila PHK terjadi karena perusahaan tutup akibat mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun; perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure); perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang; atau perusahaan pailit. Sisanya, pesangon dibayar penuh.
Namun, PP ini berpotensi memiliki imbas pada jumlah pesangon yang diterima oleh buruh atau pegawai yang ter-PHK. Dalam PP ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan tidak membayar penuh uang pesangon kepada pegawai yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam kondisi tertentu. ( Baca juga:Efektivitas UU Cipta Kerja Tergantung Pelaksanaan PP )
Dalam Pasal 36, disebutkan bahwa PHK dapat terjadi karena sejumlah alasan, seperti perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja; perusahaan melakukan efisiensi karena mengalami kerugian; perusahaan tutup akibat mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun; perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure); perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang; atau perusahaan pailit.
Dalam Pasal 40 ayat (1) ditegaskan bahwa dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Selanjutnya, Pasal 40 ayat (2) mengatur bahwa uang pesangon diberikan dengan ketentuan sebagai berikut; masa kerja kurang dari 1 tahun 1 bulan upah, masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun 2 bulan upah, masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun 3 bulan upah, masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun 4 bulan upah, masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun 5 bulan upah, masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun 6 bulan upah, masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun 7 bulan upah, masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun 8 bulan upah, dan masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
Kemudian, di Pasal 43 diatur bahwa dalam hal PHK terjadi karena alasan efisiensi akibat mengalami kerugian, perusahaan dapat membayar pesangon separuh dari ketentuan. Tercantum bahwa pengusaha dapat melakukan PHK pekerja/buruh karena alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/buruh berhak atas: a. uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); b. uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4). ( Baca juga:Kontraktor Jalan Tol Padang Sicincin di Padangpariaman Resah dengan Pungli dan Blokade Jalan )
PP 35/2021 turut mengatur hal yang serupa berlaku apabila PHK terjadi karena perusahaan tutup akibat mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun; perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure); perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang; atau perusahaan pailit. Sisanya, pesangon dibayar penuh.
(uka)