Pengusaha Mamin: Nilai Impor Garam Kecil, Tapi Menghasilkan Nilai Ekspor Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana impor garam sebanyak 3,07 juta ton. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengatakan, industri makanan dan minuman membutuhkan 747 ribu ton garam impor di tahun 2021.
Ketua GAPMMI, Adhi S. Lukman mengatakan, industri berbahan baku garam terus meningkat setiap tahunnya, maka kebutuhan garam industri terus meningkat, peningkatan kebutuhan garam dipenuhi oleh impor garam. Pasalnya garam industri belum dapat dipenuhi oleh garam lokal.
"Industri makanan dan minuman sendiri tumbuh 1,8% pada tahun 2020, belum industri yang lain," ucapnya pada Indonesia Business Forum.
Adhi menjelaskan, garam yang dipakai oleh industri memiliki syarat kualitas tertentu. Kadar NaCl pada garam harus minimal 97%. Serta kadar pengotor pada garam harus rendah, seperti zat kalsium dan magnesium.
"Garam yang digunakan harus berdasarkan kriteria industri. Kita dituntut untuk membuat produk yang baik dan masa simpan yang panjang, kalau garam dengan kadar pengotornya banyak, maka produk kita kalah saing dengan produk negara lain," terangnya.
Dia membandingkan sisi ekonomi adanya impor garam. Industri makanan minuman pada tahun 2020 mengimpor garam sebesar USD19 juta. Dibandingkan dengan nilai ekspor produk bahan baku garam impor menghasilkan nilai ekspor mencapai USD31 milyar. "Nilai impor garam kecil, tapi menghasilkan nilai ekspor yang besar," ucapnya.
Lebih lanjut Adhi menyarankan, kepada pemerintah untuk mencontoh India. Petani garam di India memperoleh keuntungan walaupun harga jualnya lebih murah dibanding Indonesia. Pasalnya petani garam di India mampu produksi garam lebih banyak daripada di dalam negeri.
"India produksinya 21 juta ton pertahun, sedangkan di dalam negeri baru 1,5 juta ton pada 2020," jelasnya.
Diterangkan juga olehnya, industri makanan minuman (mamin) ikut andil menyerap garam lokal. Kebutuhan garam untuk industri sebanyak 743 ribu ton diantaranya dipenuho garam lokal sebanyak 131 ribu ton pada 2021. "Penyerapan garam lokal secara berkala terus meningkat," tutupnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fridy Juwono mengatakan impor garam berdasarkan audit untuk verifikasi kebutuhan garam pada pengguna industri. "Kebutuhan impor meningkat karena ada tambahan investasi di industri pengguna garam, belum lagi ada kebutuhan peningkatan produksi bagi industri yang sudah ada," ujarnya.
Ketua GAPMMI, Adhi S. Lukman mengatakan, industri berbahan baku garam terus meningkat setiap tahunnya, maka kebutuhan garam industri terus meningkat, peningkatan kebutuhan garam dipenuhi oleh impor garam. Pasalnya garam industri belum dapat dipenuhi oleh garam lokal.
"Industri makanan dan minuman sendiri tumbuh 1,8% pada tahun 2020, belum industri yang lain," ucapnya pada Indonesia Business Forum.
Adhi menjelaskan, garam yang dipakai oleh industri memiliki syarat kualitas tertentu. Kadar NaCl pada garam harus minimal 97%. Serta kadar pengotor pada garam harus rendah, seperti zat kalsium dan magnesium.
"Garam yang digunakan harus berdasarkan kriteria industri. Kita dituntut untuk membuat produk yang baik dan masa simpan yang panjang, kalau garam dengan kadar pengotornya banyak, maka produk kita kalah saing dengan produk negara lain," terangnya.
Dia membandingkan sisi ekonomi adanya impor garam. Industri makanan minuman pada tahun 2020 mengimpor garam sebesar USD19 juta. Dibandingkan dengan nilai ekspor produk bahan baku garam impor menghasilkan nilai ekspor mencapai USD31 milyar. "Nilai impor garam kecil, tapi menghasilkan nilai ekspor yang besar," ucapnya.
Lebih lanjut Adhi menyarankan, kepada pemerintah untuk mencontoh India. Petani garam di India memperoleh keuntungan walaupun harga jualnya lebih murah dibanding Indonesia. Pasalnya petani garam di India mampu produksi garam lebih banyak daripada di dalam negeri.
"India produksinya 21 juta ton pertahun, sedangkan di dalam negeri baru 1,5 juta ton pada 2020," jelasnya.
Diterangkan juga olehnya, industri makanan minuman (mamin) ikut andil menyerap garam lokal. Kebutuhan garam untuk industri sebanyak 743 ribu ton diantaranya dipenuho garam lokal sebanyak 131 ribu ton pada 2021. "Penyerapan garam lokal secara berkala terus meningkat," tutupnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fridy Juwono mengatakan impor garam berdasarkan audit untuk verifikasi kebutuhan garam pada pengguna industri. "Kebutuhan impor meningkat karena ada tambahan investasi di industri pengguna garam, belum lagi ada kebutuhan peningkatan produksi bagi industri yang sudah ada," ujarnya.
(akr)