Urban Farming, Bertani di Lahan Mini Solusi Ketahanan Pangan
loading...
A
A
A
Minat besar warga Jakarta menekuni urban farming juga terlihat dari tingginya permintaan bibit tanaman. Suharini mengatakan, sejak April 2020 lalu Dinas KPKP DKI Jakarta berupaya memenuhi permintaan bibit tersebut dengan menyalurkannya lewat jasa transportasi online. “Syaratnya hanya ber-KTP DKI, kami kasih bibitnya. Kawan-kawan pegiat urban farming cukup di rumah saja, bibit akan sampai. Semua layanan kami gratis,” ujarnya.
Di gedung-gedung tinggi di Jakarta pun kini cukup mudah menjumpai kebun dengan aneka tanaman khas urban farming. Sebagian memanfaatkan ruang kosong di dalam gedung, sebagian lagi menggunakan roof top atau atap gedung. Konsepnya ada yang berupa green roof garden, balcony garden,terrace garden, atau window garden.
Di perkantoran-perkantoran pemerintah maupun swasta juga sudah menerapkan konsep urban farming. “Di kantor wali kota DKI Jakarta kami punya ‘Walkot Farm’, itu memanfaatkan ruang yang ada untuk aktivitas pertanian, di sana ada kolam ikan juga. Demiian pula di Balai Kota, ada yang namanya ‘Balkot Farm’,” kata Suharini mencontohkan.
Banyak Manfaat
Tren urban farming yang meningkat selama pandemi juga dibenarkan oleh peneliti urban farming yang juga dosen IPB University, Bogor Hadi Susilo Arifin. “Ketika orang WHF (work from home) mereka kan perlu salurkan hobi demi menghindari stres. Mungkin dimulai dengan hobi gardening dulu, dari situ lalu beralih jadi urban farming, akhirnya produktif dan bisa menghasilkan,” ujarnya, Sabtu (3/4).
Hadi menjelaskan, ketika hobi berkebun sudah bisa memproduksi sesuatu untuk dimakan sendiri, maka itu sudah masuk kategori praktik urban farming. Terlebih kalau sampai hasil pertaniannya bisa dijual ke tetangga, ke pasar, atau dipasarkan lewat online. Namun dia mengingatkan bahwa urban farming tidak hanya sebatas aktivitas berkebun. Memelihara ternak atau ikan di kolam juga termasuk urban farming.
Hadi memaparkan, dengan urban farming lanskap jadi lebih produktif dalam arti luas. “Bisa menghasilkan pangan, apakah itu sumber karbohidrat, protein, vitamin, zat besi. Artinya bisa menyuplai kebutuhan dari keluarga yang mempraktikkan,” jelasnya.
Dia menyebut, banyak manfaat dan keunggulan dari produk urban farming. Pertama, produk yang dihasilkan pasti lebih segar dibandingkan produk pertanian konvensional yang harus menggunakan jasa angkutan dari desa ke kota dan melalui proses pengemasan sebelum sampai ke pasar. “Tapi kalau dihasilkan dari urban farming, produk pertanian itu bisa sampai ke kita hanya beberapa jam saja setelah dipetik, masuk ke supermarket lebih cepat, sehingga produk lebih segar,” ujar Ketua Prodi Magister Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB ini.
Kedua, praktik urban farming juga bisa memberi gaya hidup sehat. Itu karena produk pertanian yang dihasilkan sudah terencana dengan baik. Sebagai contoh, pada umumnya tanaman tidak menggunakan pupuk berlebihan. Kalaupun menggunakan pupuk kimaiwi, itu digunakan secara tepat.
Ketiga, urban farming juga memberi manfaat ekonomi. Ketika dikerjakan secara profesional dengan menggunakan luas lahan tertentu, produk yang dihasilkan akan lebih banyak, sehingga bisa dijual dan menambah income keluarga.
Di gedung-gedung tinggi di Jakarta pun kini cukup mudah menjumpai kebun dengan aneka tanaman khas urban farming. Sebagian memanfaatkan ruang kosong di dalam gedung, sebagian lagi menggunakan roof top atau atap gedung. Konsepnya ada yang berupa green roof garden, balcony garden,terrace garden, atau window garden.
Di perkantoran-perkantoran pemerintah maupun swasta juga sudah menerapkan konsep urban farming. “Di kantor wali kota DKI Jakarta kami punya ‘Walkot Farm’, itu memanfaatkan ruang yang ada untuk aktivitas pertanian, di sana ada kolam ikan juga. Demiian pula di Balai Kota, ada yang namanya ‘Balkot Farm’,” kata Suharini mencontohkan.
Banyak Manfaat
Tren urban farming yang meningkat selama pandemi juga dibenarkan oleh peneliti urban farming yang juga dosen IPB University, Bogor Hadi Susilo Arifin. “Ketika orang WHF (work from home) mereka kan perlu salurkan hobi demi menghindari stres. Mungkin dimulai dengan hobi gardening dulu, dari situ lalu beralih jadi urban farming, akhirnya produktif dan bisa menghasilkan,” ujarnya, Sabtu (3/4).
Hadi menjelaskan, ketika hobi berkebun sudah bisa memproduksi sesuatu untuk dimakan sendiri, maka itu sudah masuk kategori praktik urban farming. Terlebih kalau sampai hasil pertaniannya bisa dijual ke tetangga, ke pasar, atau dipasarkan lewat online. Namun dia mengingatkan bahwa urban farming tidak hanya sebatas aktivitas berkebun. Memelihara ternak atau ikan di kolam juga termasuk urban farming.
Hadi memaparkan, dengan urban farming lanskap jadi lebih produktif dalam arti luas. “Bisa menghasilkan pangan, apakah itu sumber karbohidrat, protein, vitamin, zat besi. Artinya bisa menyuplai kebutuhan dari keluarga yang mempraktikkan,” jelasnya.
Dia menyebut, banyak manfaat dan keunggulan dari produk urban farming. Pertama, produk yang dihasilkan pasti lebih segar dibandingkan produk pertanian konvensional yang harus menggunakan jasa angkutan dari desa ke kota dan melalui proses pengemasan sebelum sampai ke pasar. “Tapi kalau dihasilkan dari urban farming, produk pertanian itu bisa sampai ke kita hanya beberapa jam saja setelah dipetik, masuk ke supermarket lebih cepat, sehingga produk lebih segar,” ujar Ketua Prodi Magister Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB ini.
Kedua, praktik urban farming juga bisa memberi gaya hidup sehat. Itu karena produk pertanian yang dihasilkan sudah terencana dengan baik. Sebagai contoh, pada umumnya tanaman tidak menggunakan pupuk berlebihan. Kalaupun menggunakan pupuk kimaiwi, itu digunakan secara tepat.
Ketiga, urban farming juga memberi manfaat ekonomi. Ketika dikerjakan secara profesional dengan menggunakan luas lahan tertentu, produk yang dihasilkan akan lebih banyak, sehingga bisa dijual dan menambah income keluarga.