Mengapa Ibu Kota Harus Pindah? Ini Penjelasan Stafsus Sri Mulyani

Jum'at, 16 April 2021 - 21:21 WIB
loading...
A A A
"Dari sumber yang saya peroleh, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota negara, yang penting saya angkat adalah pembiayaan. Di dalam pembiayaan disebut bahwa biayanya Rp466 triliun. Yang terbagi atas Rp89,4 triliun yang berasal dari APBN, Rp253,4 triliun dari KPBU kerja sama pemerintah dan badan usaha, dan Rp123,2 triliun dari swasta," katanya.

Kemenkeu cukup optimis jika IKN baru mampu menggaet investor. Sebab, skema pembangunannya sendiri akan melalui lembaga pengelola investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF).



Di tempat yang terpisah, Ekonom Indef Bhima Yudhistira meragukan proyeksi pemerintah jika IKN baru akan rampung pada 2024. Dia menilai, akibat pandemi Covid-19 membuat ketertarikan investor dalam dan luar negeri cukup rendah terhadap proyek pembangunan infrastruktur IKN.

Di sisi lain, tingkat keuntungan proyek infrastruktur dinilai relatif tidak menarik karena sebagian besar proyek fokus pada pembangunan fasilitas pemerintahan.

Jika investor mau bantu proyek IKN pun terbilang sulit karena tingkat keuntungan proyek infrastruktur relatif kurang menarik. Apalagi proyek bangun gedung pemerintahan. Kalau ada investor mau masuk lebih baik buat pabrik mobil listrik, bukan gedung pemerintahan baru, jelas lebih bermanfaat," ujar dia saat dihubungi MNC Portal Indonesia.



Dari riset Indef, pemindahan ibu kota ke Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tidak berdampak signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Dalam catatannya, IKN hanya menyumbang 0,0001% terhadap PDB nasional.

Meski begitu, dampak terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB) cukup tinggi atau sebesar 1,77% untuk kawasan tersebut. Sebaliknya, IKN baru justru berkontribusi negatif pada PDRB provinsi lain hingga 0,04%.

Karena itu, Bhima menilai, anggaran pembangunan IKN perlu difokuskan sementara waktu untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sebab, pembangunan yang dipaksakan akan mengganggu keuangan negara karena kondisi rasio pajak hanya 8,3% atau terendah dalam delapan tahun terakhir.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2206 seconds (0.1#10.140)