Perum Bulog Andil Topang Sulsel Jadi Penyangga Pangan Nasional

Senin, 19 April 2021 - 12:26 WIB
loading...
Perum Bulog Andil Topang...
Petani melakukan panen di persawahan Kabupaten Soppeng, beberapa waktu lalu. Provinsi Sulsel masuk dalam empat provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia. Foto: SINDOnews/Maman Sukirman
A A A
MAKASSAR - Matahari baru saja muncul dari peraduannya. Kokok ayam bersahutan di sebuah pemukiman warga. Di sebuah rumah panggung terbuat dari kayu, di Desa Passeno, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidenreng Rappang, tampak kesibukan seorang pria lanjut usia (lansia) di bawah rumah panggungnya.

Adalah Pewai, 70 tahun, petani asal Desa Passeno, sedang bersiap dengan sejumlah peralatan pertaniannya, ada cangkul, keranjang berisi bekal serta karung berisi pupuk untuk menyemai tanaman padinya di Desa Dea. Aktivitas ini sudah puluhan tahun dilakoninya sebagai petani.



Pewai mengatakan, menjadi petani sudah sejak kecil dilakoninya, hingga kemudian bisa sampai saat ini. Sejak menjadi petani telah banyak yang bisa diperolehnya, dari mempunyai rumah hingga bisa menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi.

Semua itu bisa diwujudkan berkat hasil panennya yang lumayan bagus, apalagi selama ini hasil panennya dapat dibeli dengan harga terbaik dari pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) .

“Alhamdulillah hasil panen setiap tahunnya tidak tinggal begitu saja, tapi bisa dijual dengan harga yang lumayan ke pemerintah. Hasilnya bisa dimanfaatkan untuk menjaga keberlangsungan areal pertanian pascapanen, menafkahi keluarga dan dikonsumsi sehari-harinya,” katanya.
Perum Bulog Andil Topang Sulsel Jadi Penyangga Pangan Nasional

Dia mengaku beruntung bisa menjadi petani di kondisi pandemi saat ini, sebab hasil panen masih bisa diharapkan. Itu semua berkat dukungan Bulog dalam membeli gabah petani dengan harga yang kompetitif.

Sebagai salah satu daerah penghasil beras terbesar di Sulsel, Kabupaten Sidrap memang tak dipungkiri memiliki banyak petani. Tidak salah, jika kehadiran daerah ini menjadi satu dari 24 kabupaten yang menyokong pangan di Sulsel hingga nasional. Hal inilah pula yang membuat Provinsi Sulsel memiliki komitmen sebagai provinsi penyangga pangan nasional.



Sebagai provinsi penyangga pangan nasional, Sulsel tentunya diharapkan senantiasa mampu menyediakan stok pangan bagi seluruh provinsi yang ada di Indonesia, utamanya untuk ketersediaan beras.

Apalagi, Provinsi Sulsel masuk dalam empat provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia, setelah Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Barat (Jabar). Di mana, Sulsel memiliki luas panen 976.258 hektare yang menghasilkan padi 4.708.465 ton GKG atau setara 2.687.970 ton beras berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020.

Kondisi ini semakin memperkuat Sulsel sebagai penyedian beras terbesar, karena bisa dikatakan masa panen tiada henti sepanjang tahun.

Pada beberapa kesempatan, Plt Gubernur Sulsel , Andi Sudirman Sulaiman mengatakan sebagai penyangga pangan nasional, Provinsi Sulsel menyuplai beras hingga ke 27 dari 34 provinsi di Indonesia.

“Sulawesi Selatan merupakan barometer pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur. Salah satunya ketahanan pangan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terus menggenjot ketahanan pangan menjadi penopang untuk seluruh wilayah di Indonesia, bahkan mengekspor hingga ke luar negeri,” ujarnya.



Meski sekalipun pandemi, kata dia, bisa dipastikan tak ada kekurangan stok, utamanya beras karena masa panen yang terjadi sepanjang tahun.

Kondisi ini juga ditopang dengan hadirnya Bulog Divre Sulselbar yang senantiasa menyerap hasil panen petani dengan harga kompetitif, sehingga bisa dipastikan stok beras tetap ada di Bulog dan petani bisa meningkatkan kesejahteraannya.
Perum Bulog Andil Topang Sulsel Jadi Penyangga Pangan Nasional

Proses panen padi menggunakan mesin combine harvest di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulsel, beberapa waktu yang lalu. Foto: SINDOnews/Muchtamir Zaide

Tak hanya itu saja, tugas Bulog yang hadir untuk mengendalikan pasokan dan stabilitasi harga untuk menjaga ketahanan pangan terus dilaksanakan dengan maksimal.

Kepala Divisi Regional Bulog Sulselbar , Eko Pranoto mengatakan, Bulog sudah berkomitmen mewujudkan sinergitas Bulog dan Komando Strategi Penggilingan (Kostraling) Kementerian Pertanian dalam melakukan penyerapan gabah panen sesuai target.

“Untuk saat ini Bulog Sulselbar sedang melakukan penyerapan beras dan gabah, dimulai dari bulan Maret dan Alhamdulillah sudah mencapai 125% sampai dengan bulan April ini. Artinya target kita ini sudah mencapai sekitar 125.000 ton dan itu terbesar Bulog-bulog yang ada di Indonesia. Kita terbesar untuk penyerapan berasnya,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, baru-baru ini.



Dijelaskannya, sangat mudah bagi Bulog menopang ketahanan pangan Sulsel dengan menyerap beras petani, dengan luas panen padi Sulsel pada Maret mencapai 125 ribu hektare dan April 2021 mencapai 231 ribu hektare atau hampir dua kali lipat dari panen Maret.

"Untuk di Sulsel, alhamdulillah tidak ada harga jatuh, bahkan kemarin Menteri Pertanian juga mengatakan di Sulsel tidak ada harga jatuh karena di Sulsel panennya saya lihat hampir sepanjang tahun. Jadinya harga bisa dikendalikan seperti itu,” terangnya.

Dijelaskan Eko, harga pembelian pemerintah (HPP) saat ini masih mengacu pada Permendag /24 tahun 2020 untuk harga beras perkilo masih tetap Rp8.300 dan gabah kering giling (GKG) Rp5.300.

“Kita tetap melakukan sinergi dengan teman-teman dinas terkait seperti Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan juga dalam hal ini pemprov dalam rangka mendukung Bulog melakukan penyerapan baik beras maupun gabah. Sudah maksimal. Tetap sinergi kami dengan BPS juga. Kebetulan OPP juga yang menangani harga-harga se-Sulsel sehingga koordinasi dengan BPS juga kita bagus, Badan Ketahanan Pangan juga bagus. Ada dengan Dinas Pertanian untuk melihat perkembangan pangan dan produksinya seperti itu,” jelasnya.



Eko memaparkan, di Sulsel daerah dengan penyerapan beras petani untuk Bulog berada di Kota Parepare, meski tak banyak memiliki sawah, daerah ini memiliki gudang besar kapasitas hampir 30.000 ton.

“Sehingga, jika di dua tempat itu mengalami keterlambatan penyerapan seperti Makassar dan Pinrang, maka bergeser serapannya ke Parepare dan Wajo. Itu sudah termasuk 96 unit Bulog di Sulselbar dengan kapasitas daya serap 396.000 ton,” paparnya.

Dengan serapan dan dukungan stakeholder terkait, Eko menuturkan, jika memang tak dipungkiri Sulsel menjadi daerah dengan penyerapan beras tertinggi.

“Kemarin kami juga berada di rangking pertama untuk penyerapan beras tahun lalu di 2020. Artinya kami mencapai hampir 120% dan kami bisa membantu 13 daerah di tahun kemarin untuk kebutuhan berasnya, seperti mengirimkan beras ke NTT, DKI Jakarta, Sultra, Kalteng, Kaltim, Sulut, Maluku, Sulteng, Sumut, Riau, Jabar dan Papua. Tujuannya untuk membantu Bulog -bulog yang stoknya defisit,” tuturnya.
Perum Bulog Andil Topang Sulsel Jadi Penyangga Pangan Nasional

Buruh angkut mengatur tumpukan stok beras di gudang Bulog Sulsel Jalan Panaikang, Makassar, beberapa waktu yang lalu. Foto: SINDOnews/Muchtamir Zaide

Dia mengungkapkan, jika untuk tahun lalu beras yang didistribusikan ke sejumlah Bulog mencapai 52.000 ton dan untuk tahun ini masih di kisaran 8.000 ton, dengan daerah distribusi ke Sulut, Papua, NTT, Sultra, Maluku dan Gorontalo yang sedang kekurangan stok.



“Posisi Sulsel sebagai penyangga nasional memberi dampak terhadap program penyerapan Bulog Sulsel , karena kita bisa membantu buruh-buruh mereka. Artinya perekonomian hidup berputar terus. Mereka bisa membayar para buruh itu terkait dengan kegiatan pengadaan itu. Artinya berputar perekonomian disatu tempat di daerah-daerah pengadaan,” ungkapnya.

Eko Pranoto mengaku optimistis dapat menyerap seluruh beras petani.

“Untuk beras saya yakin optimis target saya akan tercapai karena target saya tahun ini 303.000 ton dan posisi sekarang sudah mencapai 125.000 ton artinya untuk target sampai dengan satu tahun ini, tapi untuk bulan April kita sudah 125%. Sehari pemasukan 4.000-5.000 ton lagi puncak panen April ini,” optimisnya.

Saat ini kata dia, sedang panen Kabupaten Maros, Barru, Sidrap, Pinrang, Wajo, dan Bone. Semuanya merata di bulan April. Puncaknya diperkirakan minggu kedua sampai akhir April.

“Nanti terakhir di sana di Palopo. Sepanjang tahun, nanti nyambung dia makanya gak pernah ada harga jatuh di Sulsel. Saya juga gak pernah dengar harga jatuh tahun lalu juga. Inikan musim rende, nanti terakhirnya Palopo, bulan Oktober nanti panen juga Sidrap, Polman nanti terakhirnya di Palopo lagi. Makanya saya bilang panen sepanjang tahun di sini. Pengalaman saya di Sulsel ini beda dengan daerah lain, beda di Jawa rende sudah dua kali makanya harganya agak anjlok di Jawa,” ujarnya.



Di sisi lain, Eko Pranoto menyatakan, jika posisi Bulog dominan menyerap beras petani, meski demikian juga ada pangan pokok lainnya diserap tapi tidak terlalu besar seperti beras. Seperti pangan gula, yang memang tidak hanya Bulog , ada juga kompetitor.

“Posisi kami hanya menyampaikan harga dengan operasi pasar. Dan tahun ini juga kami sudah bekerja sama dengan dinas kota untuk melakukan pasar murah menjelang Ramadan. Seperti, kami telah melakukan pasar murah di 15 titik kelurahan yang kita datangi untuk melakukan Pasar Murah dan responsnya sangat baik di masyarakat,” terangnya.

Kontak Tani Nelayan Mitra Bulog

Ketua Kontak Tani dan Nelayan (KTNA) Sulselm Andi Muhammad Yunus mengungkapkan, jika memang Sulsel adalah penyangga pangan utamanya padi.
Perum Bulog Andil Topang Sulsel Jadi Penyangga Pangan Nasional

Seorang petani di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan memisahkan bulir padi dari tangkainya secara manual. Foto: SINDOnews/Maman Sukirman

“Padi itu untuk daerah Sulawesi Selatan tiada hari tanpa tanam dan tiada hari tanpa panen begitu istilahnya dan itu kenyataan yang ada di lapangan. Misalnya sektor barat, Sulawesi Selatan bagian barat tanam otomatis sektor timur itu panen, begitu pula sektor utara dan banyak pangan-pangan yang bisa mendukung seperti umbi-umbian dan sebagainya. Menurut prakiraan saya tidak ada hentinya, bahkan kami dari petani Sulawesi Selatan itu bisa dikatakan bahwa yang terhebat dan terbanyak itu produksinya adalah Sulawesi Selatan,” ungkapnya.



Dia menyebutkan, jika rata-rat produksi per hektare sawah mencapai 9 ton per hektare, dengan distribusi besar ke tujuh hingga delapan provinsi utamanya sektor timur. Bahkan sudah ke Kalimantan bahkan sampai ke Jawa. Sektor timur itu seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

“Peran Bulog menyerap hasil panen petani sudah dilakukan dengan baik, hanya saja perlu diperhatikan penerapan HPP agar tidak menjadi kompetitor sektor swasta yang menyebabkan petani berpaling ke Bulog ,” ungkapnya.

Yunus merinci, saat ini anggota KTNA mencapai 47.000 tergabung dalam gabungan kelompok tani atau gapoktan, dengan satu gapoktan terdiri dari 25-30 petani.



“Sangat disyukuri musim panen sepanjang tahun menyebabkan stok beras aman, dan pendapatan petani dapat terjaga baik bisa mencapai Rp5 juta ke atas sekali panen. Bahkan, kalau sebelum pandemi diatasnya itu, tapi untuk rata-rata sekarang ya seperti itu,” paparnya.

Dengan kondisi tersebut, ke depan KTNA berharap Bulog semakin memaksimalkan sinerginya agar tercipta saling mendukung antarlembaga utamanya dalam menyerap hasil panen petani.
(luq)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2080 seconds (0.1#10.140)