UMKM Jangan Hanya Jadi Perantara

Senin, 24 Mei 2021 - 05:54 WIB
loading...
UMKM Jangan Hanya Jadi Perantara
Dukungan kepada produk UMKM dalam negeri mutlak diperlukan jika ingin mengejar pasar global. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Pemerintah akhir memutuskan melarang 13 kategori produk impor lintas batas negara (cross border) masuk ke Indonesia. Langkah ini diambil demi melindungi produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar bisa mendapat tempat di negeri sendiri. Di sisi lain pemerintah juga menggenjot upaya agar produk UMKM bisa go global.

Upaya melindungi UMKM sekaligus mendorong mereka bisa mengakses pasar internasional adalah keniscayaan. Hal ini mengingatkan besar pelaku industri di level ini serta besarnya kontribusi mereka terhadap perekonomian negara.

Tercatat saat ini jumlah populasi UMKM di Indonesia mencapai sekitar 64 juta unit. Sedangkan potensi crossborder yang masuk ke Tanah Air sekitar Rp300 triliun, dengan nilai fashion mencapai Rp280 triliun. Potensi ini tentu harus dimaksimalkan untuk UMKM lokal.

Upaya memaksimalkan potensi lokal agar bisa bermain di pasar internasional juga membutuhkan dorongan. Dari 64 juta unit UMKM yang ada, yang sudah menggunakan teknologi digital (e-commerce) mencapai 12 juta lebih (data Februari 2021). Selain itu, baru 4,1% produk UMKM Indonesia yang terhubung dengan rantai pasok global.



Berdasar data Indef, ekspor UMKM Indonesia masih tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Tercatat, ekspor UMKM RI masih di angka 19%. Walaupun ada tren kenaikan, volume tersebut berada di bawah Malaysia yang mencapai angka 20%, dan Thailand yang sudah mendekati 30%.

Adapun 13 kategori produk crossborder yang dilarang masuk Tanah Air meliputi hijab, atasan muslim wanita, bawahan muslim wanita, dress muslim, atasan muslim pria, bawahan muslim pria, outerwear muslim, mukena, pakaian muslim anak, aksesoris muslimah, peralatan salat, batik, kebaya. Pelarangan tampak berhenti pada 13 kategori produk tersebut karena sampai saat ini pemerintah terus melakukan identifikasi produk lain yang harus dilarang.

Dukungan terhadap kebijakan tersebut datang dari Shopee Indonesia, salah satu platform penjualan daring (e-commerce). Mereka berkomitmen untuk membatasi penjualan produk impor dan mendorong produk UMKM lokal.

Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan tak hanya Shopee yang mengaku bersedia dan berkomitmen mengikuti arahan pemerintah. Platform lainnya juga disinyalir bakal mengikuti arahan tersebut. Keputusan itu sebagai bentuk dukungan terhadap produk buatan dalam negeri.

“Pihak platform yang bersangkutan menyatakan komit untuk melakukan itu. Jika ada hal-hal lain, mereka bersedia mengikuti arahan Kemenkop UKM. Yang lain insya Allah sama karena pemerintah sangat tegas tentang hal tersebut,” kata Hanung kepada Koran SINDO, kemarin.

Dia tidak menutup kemungkinan pelarangan itu bukan hanya mencakup fashion saja. Ada kemungkinan produk cross border itu juga menyusul pada kategori lainnya. Hanung mengatakan platform e-commerce juga secara terbuka untuk membatasi produk impor lainnya.

“Mereka terbuka untuk produk lainnya. Tentunya sepanjang untuk melindungi kepentingan UMKM. Tidak hanya fashion muslim, batik juga. Sepanjang mengancam kelangsungan hidup banyak UMKM,” jelasnya.



Di lantas menuturkan, regulasi cross border –termasuk pemberlakuan sanksi bagi yang melanggar- menggunakan payung hukum Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 mengenai ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang PMSE. Sedangikan penyesuaian regulasi saat ini tengah dirumuskan Kemendag.

Hanung juga menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendorong produk UMKM agar bisa merambah pasar global. Salah satu langkah di antaranya membantu para pelaku UMKM agar beradaptasi ke teknologi digital. Berbagai program pun dijalankan, termasuk menyediakan platform sebagai jembatan kerja sama bagi para pelaku usaha hingga pelatihan dan pendampingan.

“Kita menjalankan program melalui pembuatan platform untuk mempertemukan B to B, pelatihan, pendampingan baik dilakukan melalui SMESCO dan kerja sama dengan platform yang ada, salah satunya program kakak asuh. Sekolah Ekspor untuk 500.000 UMKM,” tandasnya.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menandaskan, langkah yang dilakukan Kemenkop-UKM atas 13 produk cross border itu sebagai respons atas potensi membanjirnya barang impor yang dijual lewat daring.

“Kemenkop UKM hanya merespons dan appreciate kepada Shopee Indonesia yang merencanakan mengatur untuk tidak memasarkan produk impor dan mendahulukan produk UMKM,” kata Oke Nurwan, kemarin.

Pihak Kemendag sendiri berupaya melindungi para pelaku UMKM dari serbuan produk impor lewat platform penjualan daring di antaranya dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 mengenai ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang PMSE.

“Permendag No 50 sedang direvisi untuk lebih mengutamakan produk UMKM. Kita lihat perubahan Permendag 50. Memang sedang diusahakan ke sana, tapi harus dipastikan tidak melanggar ketentuan internasional (WTO),” ungkapnya.

Soal adanya predatory pricing yang mengancam penjualan produk lokal, lanjut Oke, perdagangan melalui platform daring akan tetap diawasi nantinya. Jika telah mengganggu industri dalam negeri, maka pemerintah bisa melakukan kebijakan demi melindungi pelaku usaha di dalam negeri, termasuk UMKM.

“Trade remedies tetap bisa dilakukan selama mengganggu industri dalam negeri,” tegas dia.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan kualitas produk UMKM Indonesia sudah semakin baik dan tidak kalah dengan produk asing. Pembatasan akses berupa pelarangan terhadap 13 produk crossborder dilakukan untuk mendorong roduk lokal semakin bergairah.

Dia menegaskan pentingnya untuk melakukan proteksi dan perlindungan pasar UMKM di tengah persaingan yang sangat ketat terlebih di tengah pandemi COVID-19 yang berdampak pada semakin melemahnya daya beli secara global. Oleh karena itu menggarap pasar lokal menjadi salah satu solusi yang diharapkan akan mempercepat pemulihan dan kebangkitan ekonomi nasional.

Sedangkan Direktur Eksekutif Shopee Indonesia, Handhika Jahja, mengatakan kebijakan yang diambil pihakinya merupakan bentuk dukungan dan kepedulian Shopee terhadap UMKM lokal. “Bersama pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM, kami yakin kebijakan baru ini akan membuat UMKM lokal semakin berkembang. Tidak berhenti di situ, kami juga siap membawa UMKM Indonesia menembus pasar ekspor melalui program yang kami jalankan saat ini,” katanya.

Hadapi Banyak Persoalan
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai pemerintah kerap menggaungkan UMKM sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Namun faktanya, di era perkembangan ekonomi digital, justru persoalan UMKM masih banyak. Persoalan dimaksud mulai dari banyaknya pelaku UMKM yang belum terdata, belum menembuh pasar digital, hingga harus digempur dengan persaingan produk impor antarnegara (cross border) yang harganya kerap lebih murah dari produk lokal.

“Jumlah UMKM yang sekian puluh juta, data by name by address-nya kita tidak ada. Dorongan produksi lokal dan produk berkualitas juga masih belum kuat. UMKM go digital juga baru sedikit,” tutur Heru, kemarin.

Berbagai persoalan itulah yang menjadi pangkal belum signifikannya dampak sektor UMKM terhadap perekonomian nasional. Dalam pandangannya, sejauh ini , peran usaha lokal masih sebatas perantara saja. Ditambah lagi selama ini Indonesia masih menjadi pasar dari produk asing yang masuk, termasuk dijual melalui platform penjualan online.

“Hasilnya, peran UMKM belum menonjol. Produk yang ada di e-commerce mayoritas masih produk asing. Peran UMKM masih sebatas middle man atau perantara. Jual beli cross border akan makin banyak. Dan sayangnya kita masih menjadi pasar saja, belum secara agresif masuk platform e-commerce ke negara lain,” terang dia.



Heru menduga adanya predatory pricing atau persaingan tidak sehat atas produk impor sehingga harga yang dijual lebih murah dan menarik minat konsumen. Lantaran tak laku dijual di negara produsen karena harganya lebih mahal, produk tersebut kemudian ditawarkan atau ‘dilempar’ ke negara lain dengan harga yang lebih murah. Strategi itulah yang kemudian dapat mengancam penjualan produk buatan dalam negeri.

“Diakui atau tidak predatory pricing produk asing terjadi. Kalau beli di negara pengekspor, harga sering lebih mahal dan bahkan tidak laku. Tapi kemudian dilempar ke Indonesia,” jelasnya.

Karena itu, dia mengapresiasi upaya Kemenkop-UKM yang melarang 13 kategori produk crossborder dilarang masuk ke Indonesia dengan harapan bisa membantu menyelamatkan UMKM dari gempuran produk impor yang cenderung harganya lebih murah.

Dirinya juga menanggapi langkah Shopee yang mengeluarkan kebijakan pembatasan penjualan produk impor di platform digitalnya. Kendati demikian, dia menilai langkah Shopee sebagai kewajiban yang harus dilakukan sebagai platform digital untuk membatasi penjualan produk cross border di Indonesia.

“Ya, karena diakui atau tidak Shopee selama ini termasuk yang membuka keran impor,” celetuknya.

Di sisi lain, Heru juga mendorong agar pemerintah meningkatkan gairah penjualan produk lokal. Termasuk juga memberikan ada insentif kepada pelaku UMKM, memberikan pelatihan dalam peningkatan usaha, hingga masuk ke penjualan daring.

Meski adanya regulasi tentang perdagangan produk secara elektronik melalui PP No 80/2019 tentang PMSE dan Permendag No. 50/2020, dia juga mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan hingga audit produk impor yang dijual oleh pelaku usaha e-commerce melalui platform digital. Hal itu juga memudahkan untuk menarik pajak dari penjualan produk impor. Bahkan, pengawasan juga perlu dilakukan terhadap komponen yang terkandung di dalam produk lokal.

“Jangan-jangan kita khawatir meski disebut lokal tapi komponen terbesarnya ternyata dari luar negeri juga. Selain ada kanal khusus produk dalam negeri, harus ada audit terhadap e-commerce agar terlihat berapa persen produk impor yang dijual di sana. Jadi akan ketahuan berapa persen produk impornya berdasar data. Untuk produk asing, pajak harus dijalankan,” usulnya.

Sebelumnya, Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto mengungkapkan ekspor produk UMKM Indonesia masih tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Tercatat, ekspor UMKM RI masih di angka 19%. Angkaa tersebut tidak mengalami kenaikan pasti selama beberapa tahun belakangan.

"Dilihat secara produktif kelihatan ya, dari ekspor begitu, Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia dan Thailand. Sekitar 15% porsi UMKM untuk ekspor, itu Malaysia sudah mendekati 20%. Sementara Thailand sudah mendekati angka 30%," ujar Eko dalam Webinar Indef, Senin, (10/5) lalu.

Indef yang menelusuri perkembangan UMKM di sejumlah negara menemukan, salah satu faktor fundamental yang mendorong kinerja usaha mikro, dalam hal ini di Malaysia, adalah upaya pengembangan ekosistem. Menurut dia, otoritas setempat memperkuat level pembiayaan dan pembinaan bagi pelaku usaha.

’’Jadi baik dalam level pembiayaan dan pembinaan, itu juga dilakukan secara intensif, sehingga wajar kemudian mereka mampu naik kelas dan ekspansi bisnisnya hingga sampai ke ranah ekspor," katanya.

Aspek kredit pun menjadi instrumen lain dari pengembangan UMKM Malaysia. Di negara setempat, angka kredit perbankan berada di level 50%. Persentase itu naik signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan di Indonesia masih berada di level 19-20%. Eko menilai, dukungan pembiayaan untuk UMKM mampu mendorong kinerja usahanya.

"Kalau kita lihat, ini spesifikasi dari sisi kredit nya dan dukungan pembiayaan. Dukungan pembiayaan di Indonesia sangat flat, ini sekitar 19-20%. Dari tahun ke tahun segitu gitu aja gak naik naik, sehingga harus ada terobosan kalau gak ini sangat tertinggal," tutur dia.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1151 seconds (0.1#10.140)