PM Malaysia Mundur, Ringgit Jatuh ke Level Terendah
loading...
A
A
A
Diketahui arus modal asing keluar selama 2 tahun lebih berturut-turut mencapai 8% sepanjang tahun, tertinggal dari negara tetangga yakni Indonesia, Thailand, dan Singapura yang masing-masing justru meningkat 1 persen, 5 persen, dan 11 persen.
"Ketidakpastian kemungkinan akan membebani kinerja aset mata uang lokal dan ringgit dalam waktu dekat," kata analis Citi sembari menyebut imbal hasil 10-tahun saat ini sekitar 3,23 persen dapat menguat di atas 3,4 persen dalam beberapa pekan mendatang.
Investor dinilai membutuhkan kepastian pemimpin Malaysia yang stabil ketika prospek ekonomi sedang diuji pandemi. Ketidakjelasan politik yang berlarut-larut dapat membuat ekonomi merosot.
Sebelumnya Raja Sultan Abdullah mengatakan bahwa Pemilu bukanlah pilihan terbaik, tetapi dirinya tidak menjelaskan siapa calon yang akan diusung. "Kami, pada tingkat makro cukup optimis, tetapi dalam situasi seperti ini memang perlu segera diselesaikan untuk mempertahankannya," kata Mohamed Faiz Nagutha, ekonom Asean di Bank of America Securities di Singapura.
Tak Separah Era Mahathir
Sementara itu, analis FSMOne Malaysia menyebut keterpurukan ekonomi saat pengunduran diri PM Muhyiddin tidak separah pada zaman PM Mahathir. "Sebagai perbandingan, peristiwa 'Langkah Sheraton' yang terjadi pada akhir Februari hingga awal Maret 2020, yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan (Mahathir Mohammad) dan koalisi Pakatan Harapan, lalu pengangkatan Tan Sri Muhyiddin Yassin sebagai perdana menteri ke-8 Malaysia, merupakan kejutan yang jauh lebih besar bagi pasar dibandingkan dengan ini,” kata FSMOne di situsnya hari ini (16/8).
Saat Mahathir mundur, bursa Malaysia KLCI terpantau turun -2,69 persen pada 24 Februari 2020. Selanjutnya, market bergerak sideways sampai Muhyiddin terpilih.
FSMOne meyakini bahwa sentimen negatif telah terjadi pada awal 2021 meskipun diperparah berkat krisis politik dalam negeri. "Namun kami memperkirakan pasar akan terus bergejolak sampai situasi politik stabil mirip apa yang terjadi pada 2020," ucapnya.
"Ketidakpastian kemungkinan akan membebani kinerja aset mata uang lokal dan ringgit dalam waktu dekat," kata analis Citi sembari menyebut imbal hasil 10-tahun saat ini sekitar 3,23 persen dapat menguat di atas 3,4 persen dalam beberapa pekan mendatang.
Investor dinilai membutuhkan kepastian pemimpin Malaysia yang stabil ketika prospek ekonomi sedang diuji pandemi. Ketidakjelasan politik yang berlarut-larut dapat membuat ekonomi merosot.
Sebelumnya Raja Sultan Abdullah mengatakan bahwa Pemilu bukanlah pilihan terbaik, tetapi dirinya tidak menjelaskan siapa calon yang akan diusung. "Kami, pada tingkat makro cukup optimis, tetapi dalam situasi seperti ini memang perlu segera diselesaikan untuk mempertahankannya," kata Mohamed Faiz Nagutha, ekonom Asean di Bank of America Securities di Singapura.
Tak Separah Era Mahathir
Sementara itu, analis FSMOne Malaysia menyebut keterpurukan ekonomi saat pengunduran diri PM Muhyiddin tidak separah pada zaman PM Mahathir. "Sebagai perbandingan, peristiwa 'Langkah Sheraton' yang terjadi pada akhir Februari hingga awal Maret 2020, yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan (Mahathir Mohammad) dan koalisi Pakatan Harapan, lalu pengangkatan Tan Sri Muhyiddin Yassin sebagai perdana menteri ke-8 Malaysia, merupakan kejutan yang jauh lebih besar bagi pasar dibandingkan dengan ini,” kata FSMOne di situsnya hari ini (16/8).
Saat Mahathir mundur, bursa Malaysia KLCI terpantau turun -2,69 persen pada 24 Februari 2020. Selanjutnya, market bergerak sideways sampai Muhyiddin terpilih.
FSMOne meyakini bahwa sentimen negatif telah terjadi pada awal 2021 meskipun diperparah berkat krisis politik dalam negeri. "Namun kami memperkirakan pasar akan terus bergejolak sampai situasi politik stabil mirip apa yang terjadi pada 2020," ucapnya.
(ind)