Ekonom: Wacana Pajak sembako Ciderai Rasa Keadilan

Rabu, 15 September 2021 - 14:32 WIB
loading...
Ekonom: Wacana Pajak...
Wacana pajak sejumlah bahan pokok yang kembali dilontarkan pemerintah dinilai tidak tepat dalam kondisi penuh tekanan akibat pandemi saat ini. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memberikan sejumlah catatan terkait wacana pemerintah untuk menarik pajak kebutuhan pokok masyarakat. Direktur Riset Indef Berly Martawardaya Berly menegaskan, pungutan pajak terhadap bahan pokok tak tepat di tengah tekanan yang dialami masyarakat akibat pandemi Covid-19.

Dia juga membandingkan wacana itu dengan langkah pemerintah yang telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perpu) No. 1/2020 yang memutuskan untuk menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Korporasi dari 25% menjadi 20% yang akan dilakukan secara bertahap.



"Di samping pemungutan pajak terhadap barang konsumsi masyarakat luas, ada badan dan korporasi yang justru mendapat pengampunan pajak untuk bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19," ujarnya pada diskusi publik secara daring, Selasa (14/9/2021).

Relaksasi perpajakan yang diterima oleh banyak perusahaan menurutnya membuat kebijakan penarikan pajak terhadap bahan pokok ini mencederai sisi keadilan. "Dari sisi keadilan ini bermasalah, karena pajak untuk perusahaan diturunkan, yang tadinya 25% menjadi 22% lalu akan menjadi 20%, jadi secara defacto petani akan mensubsidi perusahan-perusahan besar yang dimana seharusnya sebaliknya yang terjadi, yang kuat seharusnya membantu yang miskin," tegas Berly.

Kalaupun pemerintah tetap akan merealisasikan wacana pajak sembako tersebut, Berly menegaskan bahwa kategori barang yang kena pajak pun harus diperjelas dulu arahnya sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.

"Kategori sembakonya apa, ini yang perlu diperjelas, sehingga masyarakat tidak menjadi khawatir dan bertanya-tanya. Misalnya dari beras, itu ada beras umum ada beras khusus, beras khusus itu beras untuk kesehatan, beras organik, beras indikasi geografis, dan beras dari luar negeri, nah yang mana nih rencananya yang dikenakan PPN? Ini harus jelas," ujar Berly.

Menurut Berly, jika pajak sampai pada beras medium, maka dampaknya justru bisa lebih buruk. Karena harga makanan merupakan bagian penting dari garis kemiskinan. Kalau harga sembako naik, otomatis kemiskinan juga akan naik.



"Di 3 negara tetangga kita, itu seragam bahkan semuanya, sembako itu tidak masuk, misal di Malaysia, unprocessed food, vegetable yang masuk sebagian sembako itu tidak dikenakan sales/value added tax (PPN), di Thailand juga basic groceries, kira-kira sama lah, kemudian di Fillipina juga food product, raw and cooked food products, meet, fruits, vegetable, juga tidak dikenakan PPN," paparnya.

Kenaikan harga sembako ini disebutnya justru nakan memberatkan rakyat dan menaikkan angka kemiskinan. Wajib PPn di setiap level tata niaga juga masih menjadi persoalan. Berly menyebut bagaimana untuk petani, pengepul, dan pengecer sembako yang tidak punya NPWP, karena baru hanya ada 35% masyarakat yang memiliki NPWP.

"Justru mengganggu kesejahteraan dan stabilitas sosial, karena baru 35% masyarakat yang punya NPWP. Kalau restoran itu kan sudah rapi ya, punya pembukuan, tapi kalau petani suruh bayar gimana? Nah ini yang perlu disiapkan," lanjutnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Aturan Pajak Reklame...
Aturan Pajak Reklame di Jakarta Diperbarui, Ini Penjelasannya
Pajak Air Tanah, Siapa...
Pajak Air Tanah, Siapa yang Wajib Bayar dan Bagaimana Cara Hitungnya?
Tarif dan Ketentuan...
Tarif dan Ketentuan Baru Pajak BBM di Jakarta, Simak Penjelasannya
Pajak Alat Berat di...
Pajak Alat Berat di Jakarta: Siapa yang Kena dan Berapa Tarifnya?
Penerapan Pajak Rokok...
Penerapan Pajak Rokok di Jakarta, Ini Dampaknya bagi Pendapatan Daerah
IHSG Longsor hingga...
IHSG Longsor hingga 6%, Wamen Investasi Soroti Soal Konsistensi Kebijakan Pemerintah
PBJT atas Jasa Parkir...
PBJT atas Jasa Parkir di Jakarta, Ini Ketentuan Baru yang Perlu Diketahui
GP Ansor Dorong Pemerintah...
GP Ansor Dorong Pemerintah Bentuk Badan Penerimaan Negara
Awal Tahun, Sri Mulyani...
Awal Tahun, Sri Mulyani Umumkan APBN Sudah Tekor Rp31,2 Triliun
Rekomendasi
Spesifikasi dan Harga...
Spesifikasi dan Harga Google Pixel 9a, HP Terjangkau Kaya Fitur AI yang Tidak Masuk Indonesia
Formula 1 Japanese GP...
Formula 1 Japanese GP 2025 Dimulai! Nonton dengan Klik di Sini
Arus Balik di Tol MBZ...
Arus Balik di Tol MBZ dan Jakarta-Cikampek Ramai Lancar di Hari Ke-3 Lebaran
Berita Terkini
Perluasan Jaringan Penerbangan...
Perluasan Jaringan Penerbangan GIAA-Japan Airlines Diresmikan
50 menit yang lalu
Turun Tipis, Harga Emas...
Turun Tipis, Harga Emas Hari Ini Rp1.819.000 per Gram
2 jam yang lalu
Menuju Industri Baja...
Menuju Industri Baja yang Hijau dan Kompetitif, GRP Tegaskan Komitmen Transformasi
2 jam yang lalu
Digempur Sanksi Barat,...
Digempur Sanksi Barat, Rusia Malah Cetak 15 Miliarder Baru
3 jam yang lalu
10 Orang Terkaya China...
10 Orang Terkaya China 2025, Founder TikTok Jadi Nomor 1
4 jam yang lalu
IMF Abaikan Ancaman...
IMF Abaikan Ancaman Resesi dari Kebijakan Tarif Trump
5 jam yang lalu
Infografis
Siap-siap, Nunggak Bayar...
Siap-siap, Nunggak Bayar Pajak Tak Bisa Urus SIM hingga Paspor
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved