Kenaikan Cukai Rokok Berpotensi Matikan Industri Rokok Kecil

Selasa, 21 September 2021 - 19:53 WIB
loading...
Kenaikan Cukai Rokok Berpotensi Matikan Industri Rokok Kecil
DKN Gerbang Tani kembali menggelar Istighosah Koalisi Tembakau di Pondok Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).
A A A
JAKARTA - DKN Gerbang Tani kembali menggelar Istighosah Koalisi Tembakau di Pondok Pesantren Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021). Istighosah kali ini kerja sama dengan DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Barat dan Koalisi Tembakau.

Dalam kegiatan ini menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan seperti Dewan Syura PKB KH Maman Imanulhaq, Ketua DPW PKB Jabar Syaiful Huda, Anggota DPRD Jabar Asep Suherman, Ketua Gerbang Tani Jabar Jaenal Murtado, Akademisi IPB Prima Gandhi, dan Sekjen Garda Bangsa Billy Ariez.

Billy Ariez mengatakan diskusi keempat ini sebagai kelanjutan dari diskusi pertama sampai ketiga yang diselenggarakan di Jawa Tengah (Semarang), Jawa Timur (Surabaya, Sumenep, Jember), NTB (Lombok Timur), bersama Petani Tembakau, Asosiasi Petani Tembakau dan Anggota Legislatif Jawa Tengah.

(Baca juga:Elemen IHT Ramai-ramai Tolak Rencana Kenaikan Cukai Rokok)

“Dalam diskusi ini dibahas rencana pemerintah menaikkan cukai rokok . Selain itu juga dibahas Peta Jalan Petani Tembakau, bagaimana menciptakan inovasi budidaya tembakau, agar petani tembakau berdaya,” kata Billy Ariez dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/9/2021).

Billy mengatakan, jika Pemerintah tetap menaikan cukai rokok maka yang diuntungkan adalah industri rokok besar. Sementara industri rokok kecil dan rumahan berpotensi gulung tikar.

“Industri rokok rumahan tidak mampu dengan ongkos produksi. Yang paling bisa dilakukan adalah pengurangan biaya produksi. Akhirnya akan terjadi banyak pengurangan karyawan/pekerja,” katanya.

(Baca juga:Cukai Rokok Naik Terus, Nasib Buruh dan Petani Tembakau Kian Merana)

Sementara itu, akademi IPB Prima Gandhi menyampaikan, Indonesia tercatat sebagai 10 besar produsen tembakau dunia. Sentra produksi tembakau terbesar di Indonesia, yakni di Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Jawa Barat. Menurutnya, alasan pemerintah untuk menaikan cukai rokok tidak tepat apalagi di tengah ketidakpastian cuaca.

“Di tengah ketidakpastian cuaca seperti ini semestinya Pemerintah tidak menaikkan cukai rokok, karena terjadinya penurunan produksi rokok. Alasan penerimaan negara atas cukai rokok tidak tepat,” kata Prima Gandhi.

Prima menuturkan, seharusnya memfasilitasi petani tembakau dan menjaga harga tembakau tetap stabil dan menguntungkan para petani. “Pemerintah harus memberikan penghargaan kepada petani, Dana Bagi Hasil Tembakau harus untuk kesejahteraan petani tembakau. Bahkan, pemerintah harus turun tangan menjaga harga tembakau agar tetap stabil, dan menguntungkan para petani tembakau,” katanya.

(Baca juga:Cukai Rokok Naik, Awas Ledakan PHK Buruh Rokok)

Menurut Prima, bantuan dan pembekalan terhadap petani tembakau sangat dibutuhkan petani saat ini. “Pemerintah jangan menaikkan cukai rokok, tetapi harus ada sinergi antar lembaga baik pemerintah maupun petani termasuk asosiasi,” sambungnya.

Lalu, Ketua APTI Jawa Barat Nana Suryana mengatakan regulasi tembakau itu merugikan petani tembakau dalam negeri. Sementara impor tembakau dari luar negeri tanpa pajak.

Bahkan, tembakau di Indonesia merupakan barang yang diatur dan diawasi peredarannya. Tembakau yang di Indonesia bisa tumbuh di China, sedangkan pemerintah Indonesia impor tembakau dari China. “Tembakau bukan tanaman yang dilarang, tetapi tanaman yang didiskriminasi,” kata Nana.

Menurut Nana, budidaya tanaman tembakau merupakan warisan budaya bangsa yang patut dilestarikan. Tembakau ini menjadi penunjang perekonomian keluarga. Bahkan pendapatan negara sangat besar dari tembakau.

Sementara itu, Asep Suherman mengatakan ada beberapa petani tembakau di Jawa Barat yang tersebar di Garut, Sumedang, Majalengka, dan Bandung. Total ada sekitar Rp124 miliar pendapatan tembakau di Jawa Barat.

Jawa Barat lebih dikenal dengan tembakau mole. “Sebagai Anggota DPRD Jawa Barat, kebetulan di Komisi II, saya mengontrol betul terkait kebijakan tembakau ini,” tukasnya.

Menurutnya, penggunaan DBHCT di Jawa Barat mengacu pada 50% kesehatan, 30% sosial, 15% untuk petani. Harusnya DBHCT diperuntukkan bagi daerah-daerah produksi petani tembakau.

“Kami mengharapkan aspirasi dan rekomendasi dari asosiasi petani untuk kami kawal kebijakannya di pemerintah,” katanya. Pihaknya juga menanti rekomendasi dari acara Koalisi Tembakau ini untuk bersama-sama diperjuangkan demi petani tembakau.

Ketua DPW PKB Jawa Barat Syaiful Huda mengatakan, tema pertanian sangat relevan untuk menjadi ruang konsolidasi, ruang publik, ruang komunikasi kebijakan di level pemerintah pusat dan daerah.

“Saya menyampaikan semangat Ketua Umum DPP PKB, bahwa pilar yang harus diutamakan pemerintah baik level politik maupun regulasi itu adalah petani,” katanya. Negara Indonesia sebagai negara agraris, petani dominan. “Tidak terkecuali petani Tembakau,” sambungnya.

Menurut Ketua Komisi X DPR itu, orientasi model kebijakan pemerintah selalu berpihak pada industri daripada memproteksi kepentingan petani. Pemerintah lebih memfasilitasi kepentingan pasar.

“Dari sinilah peran kita untuk membantu mengimbangi kepentingan pasar dan membantu petani. Meyakinkan negara, agar petani punya daya tawar untuk negosiasi terhadap negara. Meyakinkan pemerintah atas kepentingan pasar yang beresiko merugikan petani,” katanya.

Syaiful Huda mengajak semua pihak khususnya pemerintah agar menyiapkan peta jalan kesejahteraan petani termasuk petani tembakau. “Saya mengajak, agar pemerintah tidak menjadi lawan petani, tapi untuk melakukan penguatan kerja pemerintah untuk peta jalan kesejahteraan petani dan melawan pasar. Dengan pengorganisasian petani, kita tidak melawan pasar dengan serampangan. Butuh reorientasi pembangunan baru, terkait politik kesejahteraan,” tutupnya.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1106 seconds (0.1#10.140)