Sistem Pajak di Brunei Darussalam, Tak Kenal PPN dan PPh Orang Pribadi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sistem pajak di Brunei Darussalam yang tidak mengenal adanya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi terbilang unik. Sebab, lazimnya pemerintahan suatu negara mengenakan dua jenis pajak itu untuk mengisi kas negara.
Tentunya ada alasan mengapa sistem pajak di Brunei Darussalam tak menerapkan dua jenis pajak tersebut pada rakyatnya. Hal ini ternyata berkaitan dengan alasan Brunei Darussalam menjadi salah satu negara yang tergolong makmur di ASEAN.
Kendati relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, Brunei termasuk 25 besar negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia. Brunei juga menjadi negara yang memiliki indeks pembangunan manusia terbaik kedua di ASEAN setelah Singapura.
Sistem pajak di Brunei Darussalam termasuk yang paling rendah. Dilansir dari www.news.ddtc.co.id, Brunei tidak menarik PPN dan PPh orang pribadi seperti halnya di Indonesia. Hanya badan/perusahaan yang dikenakan PPh di Brunei. Begitu pun, PPh badan/perusahaan di negara itu adalah yang terendah kedua di ASEAN yakni sebesar 18,5%.
Lalu, dari mana Sultan Brunei mendapatkan dana sehingga tidak perlu menarik PPh dan PPN seperti di Indonesia? Sebagai informasi, PPh pribadi dan badan di Indonesia berada di kisaran 5-30%, tergantung dari jumlah penghasilan pribadi atau badan tersebut. Untuk PPN, yang banyak berlaku di Indonesia adalah sebesar 10% dari harga jual produk yang dikenai pajak tersebut.
Ternyata, sumber penghasilan utama Brunei Darussalam-lah yang membuat mereka tidak perlu menarik PPh dan PPN ke rakyatnya. Sumber daya alam yang melimpah, terutama gas dan minyak, kemakmuran menjadi sumber kemakmuran terbesar negara, sehingga tak perlu lagi mengutip pajak pada penduduknya.
Tak heran jika sistem pajak di Brunei tak perlu membebani rakyatnya, sehingga negara itu menjadi satu dari 5 negara di dunia yang memiliki pendapatan pajak terendah. Negara lain yang memiliki pendapatan negara dari pajak terendah adalah Monaco, Cayman Island, Arab Saudi, dan Bahama.
Di bagian lain, jumlah warga negara Brunei juga jauh lebih sedikit jika dibandingkan Indonesia. Dengan pendapatan sumber daya yang tinggi, tak heran jika pendapatan per kapita penduduk Brunei lebih tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Dengan kebijakan pajak yang demikian longgar, rakyat Brunei pun tidak segan untuk memiliki puluhan rumah atau mobil atas nama pribadi. Mereka tidak dikenai pajak progresif seperti di Indonesia atau banyak negara lainnya.
Jadi, bagi penduduk Brunei, tidak perlu sembunyi-sembunyi untuk menjadi orang kaya, sampai-sampai harus menggunakan identitas orang lain saat membeli properti atau kendaraan mewah seperti yang banyak terjadi di Indonesia. Mereka dengan tenang menikmati properti dan kendaraannya tanpa dibebani pajak.
Hebatnya, kebijakan Brunei dalam urusan pajak ini juga berlaku bagi warga asing yang tinggal dan bekerja di negara tersebut. Gaji atau pendapatan mereka selama di Brunei tidak akan dikenakan pajak. Nah, tak heran jika banyak orang asing yang betah tinggal dan mencari nafkah di Brunei Darussalam.
Tentunya ada alasan mengapa sistem pajak di Brunei Darussalam tak menerapkan dua jenis pajak tersebut pada rakyatnya. Hal ini ternyata berkaitan dengan alasan Brunei Darussalam menjadi salah satu negara yang tergolong makmur di ASEAN.
Kendati relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, Brunei termasuk 25 besar negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia. Brunei juga menjadi negara yang memiliki indeks pembangunan manusia terbaik kedua di ASEAN setelah Singapura.
Sistem pajak di Brunei Darussalam termasuk yang paling rendah. Dilansir dari www.news.ddtc.co.id, Brunei tidak menarik PPN dan PPh orang pribadi seperti halnya di Indonesia. Hanya badan/perusahaan yang dikenakan PPh di Brunei. Begitu pun, PPh badan/perusahaan di negara itu adalah yang terendah kedua di ASEAN yakni sebesar 18,5%.
Lalu, dari mana Sultan Brunei mendapatkan dana sehingga tidak perlu menarik PPh dan PPN seperti di Indonesia? Sebagai informasi, PPh pribadi dan badan di Indonesia berada di kisaran 5-30%, tergantung dari jumlah penghasilan pribadi atau badan tersebut. Untuk PPN, yang banyak berlaku di Indonesia adalah sebesar 10% dari harga jual produk yang dikenai pajak tersebut.
Ternyata, sumber penghasilan utama Brunei Darussalam-lah yang membuat mereka tidak perlu menarik PPh dan PPN ke rakyatnya. Sumber daya alam yang melimpah, terutama gas dan minyak, kemakmuran menjadi sumber kemakmuran terbesar negara, sehingga tak perlu lagi mengutip pajak pada penduduknya.
Tak heran jika sistem pajak di Brunei tak perlu membebani rakyatnya, sehingga negara itu menjadi satu dari 5 negara di dunia yang memiliki pendapatan pajak terendah. Negara lain yang memiliki pendapatan negara dari pajak terendah adalah Monaco, Cayman Island, Arab Saudi, dan Bahama.
Di bagian lain, jumlah warga negara Brunei juga jauh lebih sedikit jika dibandingkan Indonesia. Dengan pendapatan sumber daya yang tinggi, tak heran jika pendapatan per kapita penduduk Brunei lebih tinggi dibanding negara lain di ASEAN. Dengan kebijakan pajak yang demikian longgar, rakyat Brunei pun tidak segan untuk memiliki puluhan rumah atau mobil atas nama pribadi. Mereka tidak dikenai pajak progresif seperti di Indonesia atau banyak negara lainnya.
Jadi, bagi penduduk Brunei, tidak perlu sembunyi-sembunyi untuk menjadi orang kaya, sampai-sampai harus menggunakan identitas orang lain saat membeli properti atau kendaraan mewah seperti yang banyak terjadi di Indonesia. Mereka dengan tenang menikmati properti dan kendaraannya tanpa dibebani pajak.
Hebatnya, kebijakan Brunei dalam urusan pajak ini juga berlaku bagi warga asing yang tinggal dan bekerja di negara tersebut. Gaji atau pendapatan mereka selama di Brunei tidak akan dikenakan pajak. Nah, tak heran jika banyak orang asing yang betah tinggal dan mencari nafkah di Brunei Darussalam.
(fai)